Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Social Capital Menjadi Modal Melawan Pandemi

22 Juli 2020   07:32 Diperbarui: 22 Juli 2020   07:52 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Social Capital (Sumber: evidencebasedmentoring.org)

Konsep Social Capital yang jika diterjemahkan menjadi konsep modal sosial berakar dari penelitian seorang sosiolog dari Universitas Harvard Robert Putnam. 

Dalam dunia ekonomi, modal menjadi unsur penting dalam menjalankan usaha. Tanpa modal sulit rasanya untuk memulai usaha. Ketika sudah ada modal kesulitannya adalah bagaimana  mengelolanya. 

Diperlukan kemampuan khusus untuk bisa berhasil menggunakan modal yang ada dengan baik sehingga bisa memberikan keuntungan. Jika modal tidak bisa dikelola dengan baik, alih-alih memperoleh keuntungan, kerugian yang  didapatkan. 

Bicara social capital, bukan modal ekonomi yang kita maksudkan pastinya. Menurut Putnam, social capital secara sederhana diartikan sebagai nilai jaringan sosial dimana norma kepercayaan dan resiprokal berkembang di dalamnya.

Jika kita perhatikan konsep tersebut ada tiga poin penting yang perlu diperhatikan. Yaitu, jaringan sosial, kepercayaan dan resiprokal. Ketiga hal tersebut yang kita maksudkan dengan modal yang perlu dimiliki. 

Di era pandemi ini, ketiga hal tersebut menjadi hal yang perlu ada di masyarakat. Ketiga hal tersebut bisa dijadikan nilai yang penting dalam usaha kita menangani pandemi yang berkepanjangan ini.

Pertama, nilai jaringan sosial. Jaringan sosial menunjukkan perlu adanya kerjasama kolektif, bahu-membahu di dalam masyarakat. Masyarakat harus berpikir bahwa kita ini adalah satu kesatuan tubuh. Jika ada satu anggota masyarakat yang positif covid-19, maka kita harus bisa merasakannya. Harus ada rasa empati di dalam diri kita. Jangan sampai justru kita mengucilkannya. 

Ini ibarat jika ada satu organ tubuh kita yang sakit, maka organ tubuh yang lain pun ikut merasakannya. Kita pasti tidak akan memisahkan atau mengamputasi organ tubuh kita yang sakit bukan? Kecuali memang sudah merusak organ tubuh yang lain.

Begitu juga jika ada anggota masyarakat kita yang terkena virus covid-19, kita memang memisahkannya secara fisik atau mengkarantinanya, tetapi bukan berarti mengeluarkannya apalagi mengucilkannya dari jaringan sosial kita. Yang perlu dilakukan adalah dukungan nyata kita, baik secara moral maupun material. Bantuan fisik dengan memperhatikan protokol kesehatan perlu dilakukan, yang lebih penting lagi dukungan sosial.

Kedua, nilai kepercayaan. Kepercayaan menjadi sangat penting dalam konsep social capital. Kepercayaan disini lebih mengarah kepada nilai intrinsik yang ada pada diri manusia. Jika dalam konteks agama kita menyebutnya iman atau kata lainnya keyakinan.

Kepercayaan, keimanan dan keyakinan itu yang harus ada. Percaya dan yakin jika kita bisa mengatasi pandemi ini. 

Kepercayaan inilah yang akan memberikan dorongan motivasi dalam diri kita untuk terus semangat menjalani proses penanganan yang pasti akan memerlukan waktu yang panjang.

Ketiga, nilai resiprokal. Kata "saling" sangat pas rasanya menggambarkan makna resiprokal ini. Saling artinya, bukan hanya aku atau kamu, tetapi aku dan kamu. 

Saling mengingatkan artinya aku mengingatkan dan kamu mengingatkan, bukan hanya aku atau kamu yang mengingatkan.

Ya, kata saling menjadi kunci penting bagi kita untuk melewati masa sulit ini. Saling mengingatkan, saling berbagi dan saling membantu. Mengingatkan untuk terus menjaga protokol kesehatan, berbagi apapun yang bisa kita bagi dan membantu yang sedang dalam masa kesulitan.

Semua itu akan menjadi modal bagi kita dalam berniaga di era pandemi ini. Jika modal ini kita bisa gunakan dengan baik, bukan tak mungkin masa sulit sekarang ini justru berbalik akan memberikan keuntungan yang besar bagi kita.

Seperti disebutkan diatas, modal yang dimaksud disini bukan modal material pastinya, tetapi modal sosial merujuk kepada tiga nilai social capital yang kita bahas. Perlu kita ingat, dampak resesi sosial akan lebih membahayakan daripada dampak resesi ekonomi yang kita alami saat ini. 

Jika kita hanya berpikir memperbaiki ekonomi saja tanpa memikirkan perbaikan sosial, maka bencana besar akan menunggu kita kedepannya. Sebenarnya, nilai-nilai social capital yang bisa dijalankan dengan baik, secara tidak langsung, pelan-pelan, perlahan tapi pasti akan bisa juga memperbaiki ekonomi masyarakat.

Alhasil, konsep social capital sangat relevan sekali untuk diterapkan di masyarakat di era pandemi ini. Jaringan sosial, kepercayaan dan resiprokal menjadi nilai-nilai yang perlu dikembangkan di masyarakat. Intinya sekarang adalah bagaimana kita bisa mengeluarkan modal sosial itu yang tentunya memerlukan usaha, perjuangan dan pengorbanan. 

Ya, bukan hanya usaha dan perjuangan diperlukan juga pengorbanan. Yang terakhir inilah yang perlu kita perhatikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun