"Sekolah itu yang penting adalah kenyamanan siswanya, bukan favorit atau tidaknya sekolah..", Itu komentar salah seorang teman menanggapi orangtua yang memaksakan anaknya untuk masuk ke sekolah favorit.Â
Saya tertarik dengan istilah sekolah favorit yang digunakannya. Kebanyakan dari kita mungkin masih salah memaknainya.
Di bulan ini SMA Negeri di seluruh Indonesia mulai melaksanakan penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang sudah pastinya dilaksanakan secara online. Tahun lalu, PPDB ini menjadi diskursus publik dengan kebijakan zonasinya.Â
Berbagai macam komentar bermunculan di media. Ada yang mendukung, dan tidak sedikit juga yang mempertanyakannya.
Tahun ini terjadi perubahan aturan PPDB. Presentasi penerimaan siswa melalui jalur zonasi yang tadinya 90% diturunkan menjadi 50%.Â
Sisanya adalah jalur afirmasi, prestasi, dan pindahan. Kebijakan ini masih didasari dengan tujuan pemerataan akses pendidikan. Perubahan ini terlihat lebih diterima oleh masyarakat.
Bagi sekolah negeri, PPDB mungkin adalah suatu rutinitas biasa dalam kegiatan sekolah, toh semua ada aturannya. Tak ada kekhawatiran bahwa tidak akan ada calon siswa yang mendaftar.Â
Kebanyakan masyarakat masih akan memilih masuk ke sekolah negeri. Apalagi bagi masyarakat yang termasuk golongan ekonomi menengah kebawah, tak ada pilihan lain buat mereka.
Bagi sekolah swasta, PPDB adalah sesuatu yang sakral. Tak ada siswa berarti roda berjalannya institusi sekolah tidak akan berjalan. Miris memang, tapi inilah kenyataannya.Â
Sekolah swasta harus berjuang mencari siswa sebanyak-banyaknya untuk menjaga eksistensinya. Kualitas pendidikan menjadi jasa yang harus dipasarkan ke masyarakat. Sekolah harus mampu meyakinkan masyarakat bahwa konsep pendidikan yang diusungnya bagus dan berkualitas.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!