Can a bridge build itself? adalah judul buku yang dilombakan pada Banua Reading Contest (BRC) yang dilaksanakan dari tanggal 25 Mei 2020 dan berakhir pada hari Minggu tanggal 7 Juni 2020. BRC adalah salah satu program Banua learning by sharing di SMAN Banua Kalsel yang menitikberatkan pada penguatan pendidikan karakter.
BRC tahun ini mengusung tema "Meaningful Holiday Season". Program ini digelar dalam rangka mengisi kegiatan siswa setelah menyelesaikan penilaian akhir tahun. Tujuan diadakannya program ini adalah untuk mengasah kemampuan literasi siswa. Buku berbahasa Inggris dipilih dalam rangka meningkatkan kemampuan pemahaman siswa membaca teks dan menambah kosa kata Bahasa Inggris peserta.
Pada program ini, siswa dituntut untuk membaca secara berkelanjutan, minimal 20 halaman per hari. Selain membaca, siswa disarankan untuk membuat soal dan menuliskan quote yang mereka dapatkan dari buku. Soal yang dibuat akan digunakan pada ujian akhir untuk menentukan pemenang kontes ini. Di sela-sela program panitia memeriahkan kegiatan dengan mengadakan kuis secara online.Â
Kegiatan ini juga merupakan salah satu kegiatan SMAN Banua Kalsel dalam rangka melawan pandemi Covid-19. Pandemi yang masih berlangsung membuat guru tidak bisa mengadakan kegiatan secara langsung di sekolah. Siswa sudah dirumahkan sejak bulan Maret lalu. Semua kegiatan sekolah dilaksanakan secara daring.
Membaca adalah salah satu kegiatan ringan, murah, tetapi mempunyai manfaat yang sangat besar sekali bagi manusia. Di tengah pandemi ini, dimana kita tidak mempunyai kebebasan untuk bergerak, banyak waktu luang yang kita miliki untuk membaca. Dengan membaca, seakan masa membosankan di rumah saja, berlalu dengan begitu cepatnya. Kita terlena terbawa aliran untaian-untaian kata yang tertuliskan dalam buku yang kita baca.
Ibarat orang makan, ada dua jenis makanan. Makanan utama dan makanan pendamping. Bagi orang Indonesia, nasi adalah makanan utama, yang lainnya adalah pendamping. Dalam membaca juga seperti itu. Ada bacaan utama dan ada bacaan pendamping. Bagi siswa, buku yang berhubungan dengan pelajaran adalah buku utama. Bagi insan beragama, kitab suci dan buku ilmu agama adalah buku utamanya, yang lainnya adalah pendamping.
Setiap orang harus pintar-pintar memilih buku yang harus dibacanya. Oleh karena itu, pada program ini, panitia menentukan buku yang harus dibaca. Diharapkan dengan ini, siswa terbiasa membaca buku bacaan yang berbobot, bukan hanya buku-buku bacaan ringan. Sehingga pada akhirnya program ini bisa bermanfaat dalam memberikan bekal kepada siswa untuk menempuh jenjang perguruan tinggi. Seperti diketahui, pada jenjang ini siswa akan dituntut untuk membaca bacaan-bacaan yang lebih berbobot.
Bagi sebagian orang, membaca adalah kebutuhan, bukan lagi hobi atau kegemaran. Ibarat udara yang kita butuhkan untuk terus bernafas, membaca juga bisa menjadi kebutuhan bagi jiwa kita. Membaca merupakan proses berpikir yang dilakukan akal untuk memberi nutrisi bagi jiwa. Akal yang tidak pernah diajak berpikir tidak akan bisa berkembang. Akal seperti ini, lama kelamaan akan merusak tatanan jiwa kehidupan seseorang. Seseorang tidak akan bisa berpikir jernih, apalagi menggunakan akalnya untuk kemaslahatan.
Kejernihan jiwa adalah sebuah hal penting yang harus ada di masa pandemi ini. Tingkat stress dan gangguan psikologis meningkat pesat di masa ini. Orang-orang membutuhkan pencerahan, ketika harus terkungkung di dalam rumah. Membaca bisa menjadi pencerahan yang dibutuhkan. Sebuah pencerahan yang berharga murah dan bisa dilakukan semua orang di rumah.Â
Jika memang membaca adalah kebutuhan, maka kita seharusnya bisa memaksakan diri dalam membaca. Bak anak kecil yang saking asyiknya bermain sehingga tidak mau makan, maka orang tua harus memaksanya untuk makan, walau hanya sesuap nasi. Program ini pun dirancang untuk membiasakan siswa. Membiasakan memenuhi kebutuhan jiwa yang akan sangat bermanfaat dalam kehidupan mereka.
Ya, pembiasan terkadang memang perlu dipaksakan. Seperti pesan inspiratif yang dituliskan salah satu peserta program ini. "Keep it! Pertahankan saja, sampai ke tahun tahun berikutnya. Karena anak anak zaman sekarang, seperti saya misalnya, sudah mulai kehilangan yang namanya minat dalam membaca.Â