Muslim mana yang tidak ingin mengunjungi dua kota suci Makkah dan Madinah. Semua berkeinginan untuk bisa ziarah ke makam Nabi Muhammad dan sholat di Masjid Haram. Terlebih lagi bisa menunaikan ibadah haji di kedua kota tersebut.
Namun menunaikan rukun islam yang kelima tersebut tidak bisa dilakukan dengan mudah sekarang. Semua orang di dunia pada bulan haji berbondong bondong menuju ke negara Arab Saudi. Akibatnya Arab Saudi membatasi kunjungan haji bagi setiap negara tak terkecuali Indonesia. Kuota haji yang ditetapkan membuat daftar antri pergi haji semakin lama setiap tahunnya. Hal ini disebabkan animo masyarakat Indonesia menunaikan ibadah haji semakin bertambah.
Saat saya lihat daftar antrian haji di website kemenag untuk daerah Kalimantan Selatan, antrian terakhir diprediksi akan diberangkatkan 35 tahun lagi. Waktu yang sangat lama sekali untuk bisa berangkat haji. Misalkan saya sekarang berumur 40 tahun, maka saya akan berangkat haji saat berumur 75 tahun. Umur yang terlalu tua untuk perjalanan Ibadan haji yang membutuhkan fisik prima.
Selain masa tunggu yang lama, biaya haji juga tidaklah sedikit. Butuh setidaknya 35 juta rupiah per orang ( tahun 2019) untuk dana operasional menunaikan ibadah haji reguler. Dua faktor yang dirasakan sangat memberatkan sebagian rakyat Indonesia. Mereka harus sabar menunggu sekian lama untuk bisa memenuhi biaya haji dan menunggu lagi antrian.
Fenomena ini digambarkan apik dalam film Emak ingin Naik Haji. Film yang menggambarkan seorang ibu tua (emak) dari keluarga miskin yang berkeinginan untuk bisa naik haji namun terkendala dengan biaya haji yang besar serta umur yang sudah tua. Setiap hari emak tidak berputus asa membanting tulang demi hasrat naik haji. Anak emak (Zein) pun ikut membantu keinginan yang dianggap mustahil oleh para tetangganya.
Kegelisahan emak dan Zein bisa jadi nyata adanya di beberapa pelosok negeri ini. Masyarakat menengah kebawah dengan pekerjaan yang berpenghasilan rendah seperti tukang becak, pemulung dan petani juga bersusah payah menabung untuk bisa pergi haji. Mereka rela menyisihkan uang hasil perasan keringat untuk bisa mewujudkan impian besar mereka.
Fakta dilapangan pun menggambarkan dengan jelas bahwa kelompok usia lansia masih banyak, menempati urutan ketiga. Akibatnya angka kematian pun banyak mencapai ratusan jiwa setiap tahunnya. Kelelahan fisik dan beberapa penyakit yang diderita para lansia ini menjadi faktor terbanyak kenapa angka kematian tersebut masih banyak.
Di sisi lain, banyak kasus yang timbul karena terlalu lamanya antrian naik haji. Kita mendengar banyak kasus haji ilegal yang disebabkan hasrat beribadah haji besar namun terkendala dengan waktu. Sebagian besar masalah pada pemalsuan visa haji. Ratusan warga negara Indonesia (WNI) ditahan aparat keamanan Arab Saudi karena tidak dapat menunjukkan visa haji dan dimasukkan di dalam rumah detensi imigrasi.
Ada pula yang WNI yang terlunta-lunta di Arab Saudi karena tidak mempunyai tiket pulang dan izin keluar. Mereka merupakan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja sebelum musim haji dan pulang setelah musim haji namun tidak diuruskan exit permit oleh perusahaan. Penipuan yang berkedok Haji ONH Plus semakin marak karena permintaan sangat besar di Indonesia. Modus dari pelaku adalah menawarkan harga murah tapi kenyataannya visa yang digunakan bukan visa haji.
Bersyukur karena kegelisahan dan kendala besar yang dialami masyarakat ini ternyata dilihat oleh pihak perbankan untuk ikut serta membantu meringankan masalah dalam menunaikan ibadah haji. Bank Danamon sebagai contohnya dengan produk tabungan haji. Danamon syariah mengeluarkan produk tabungan haji yang mencakup dua keadaan.
Pertama, untuk anda yang sudah memiliki dana 25 juta rupiah, anda bisa membuka rekening tabungan jama'ah haji (RTJH). Sistem di bank Danamon sudah terkoneksi dengan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT) kementrian agama RI sehingga kepastian mendapatkan nomor porsi. Â