Sejak pidato Mas menteri Nadiem Makarim yang menegaskan bahwa ujian nasional (UN) tidak mencerminkan kemampuan siswa secara utuh, banyak reaksi yang beragam. Sebagian mendukung wacana ini karena berpendapat UN lebih banyak mudharat daripada manfaat. Sedangkan yang kontra dengan wacana ini mempunyai kekhawatiran tentang motivasi siswa.
Akhirnya Nadiem Makarim mewujudkan tentang pengahapusan UN. Pada acara siaran konferensi pers, mas menteri mengeluarkan program "merdeka belajar" yang meliputi 4 hal yaitu USBN, UN, Â RPP, dan Zonasi. Hal ini senada dengan pidato beliau saat peringatan hari guru nasional.Â
"Saya akan memperjuangkan kemerdekaan belajar di Indonesia"
Namun di antara 4 program tersebut, ujian nasional yang mendapatkan sorotan yang paling besar. UN dihapus sudah menjadi keinginan berbagai pihak sejak lama. Sejak era Presiden Susilo Bambang Yudoyono di bawah menteri Muhammad Nuh wacana UN dihapus terus digodok. Puncaknya terjadi pada bulan ini dibawah kepemimpinan mas Menteri.
Alasan UN 2020 menjadi UN Terakhir
Banyak faktor yang menjadi pertimbangan kenapa UN dihapus. Sejak UN dilaksanakan banyak keluhan yang dirasakan oleh siswa, orang tua siswa, guru dan bahkan pihak sekolah.
Ujian nasional berbentuk butir- butir yang mengukur kompetensi berpikir tingkat rendah dan tidak mengarah pada kompetensi siswa. Seharusnya tujuan pendidikan adalah mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang dibutuhkan pada abad 21 ini sebagaimana tercermin pada kurikulum 2103.
Ujian nasional juga mencatatkan kasus yang mencoreng dunia pendidikan, mulai kasus membocorkan soal UN sampai pada kecurangan yang dilakukan pihak sekolah hanya untuk memenuhi target nilai UN di sekolah tersebut.
Korban yang paling besar berada di siswa dan orang tua. Mereka merasa tertekan dengan tuntutan nilai UN. Siswa bekerja keras untuk mengikuti kelas tambahan dan bimbel. Pagi sekolah lalu dilanjutkan dengan bimbel sampai malam. Orang tua pun harus kerja banting tulang untuk memasukkan anaknya di bimbel dengan biaya yang tak sedikit.
Rasa keadilan pun dilanggar ketika UN dijalankan. Penyamarataan standar nasional dirasa kurang adil karena kualitas sekolah di seluruh Indonesia beragam dan masih terjadi perbedaaan yang signifikan.
UN Dihapus, Siswa Merdeka.
Setelah diumumkan UN tidak lagi dilaksanakan pada tahun 2021, beberapa kalangan mempertanyakan dampak negatif yang bisa saja timbul. Motivasi siswa berkurang, siswa akan menjadi acuh tak acuh untuk belajar dan akan sulit mengetahui potensi dalam dirinya.
Mantan Wakil Presiden RI 2014-2019, Yusuf Kalla menyayangkan UN dihapus. Beliau mempunyai pandangan bahwa UN merupakan sarana siswa untuk dilatih ketangguhan. Jangan jadikan generasi muda lembek kata JK saat menghadiri pengukuhan Haedar Nashir menjadi guru besar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).