Mohon tunggu...
Mahfudotullah
Mahfudotullah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa aktif di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, dengan studi Ilmu Pemerintahan

Melawan Keterbatasan, Melampaui Kemampuan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perpisahan Tanpa Lambaian Tangan

11 Agustus 2020   19:10 Diperbarui: 11 Agustus 2020   19:16 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jauh sebelum semuanya nampak jelas aku pernah memberikan segala sabar, kasih sampai kpercayaan kepada seseorang yang awalnya menyakinkan, sebelum semuanya ditampakkan. Aku pernah begitu hebat mencintai seseorang sampai aku lupa mengenal diriku sendiri, sempat aku berfikir ia akan menjadi yang terahir. Namun kenyataannya salah aku ditampar kenyataan, diseret kekecewaan hingga jatuh sedalam dalamnya dalam lubang penyesalan, cinta yang ia katakan untukku baginya hanya sekedar kata-kata, tak seharipun aku tinggal dalam hatinya

Setelah sekian lama kita bersama, ia lebih memilih untuk pamit undur diri dan pergi dengan tanpa lambaian tangan, tangan yang dulu ku genggam erat-erat kini menggenggam erat erat tangan lain, bukan tanganku lagi, langkahnya kini tak bisa kutemui, bayangnya pun tak terengkuh lagi, sehebat ini aku kehilangan, sehebat ini juga aku kesakitan

Aku bertanya-tanya, salahku apa? Sampai aku harus dihukum dengan kehilangan sesakit ini, sempat terlintas penyesalan mengapa harus sejatuh ini aku menjatuhkan hati, aku pernah berusaha keras menjadi yang terbaik untuk dirinya! Tapi baginya? Selamanya aku tidak pernah bernilai apa-apa. Dulu bagiku mencintaimu itu menyenangkan, namun sekarang. Untuk merindukanmu telah kujadikan sesuatu yang haram.

Apakah ada sakit yang lebih sakit dari menerima kenyataan ini?

Namun begitu, tetap saja kamu pernah menjadi sosok yang berhasil memporak-porandakan keteraturan hidupku, menjadi resah sebelum tidurku, menjadi doping dalam lelahku, bohong!. Jika aku kehilanganmu baik-baik saja, kehilanganmu sama saja kehilangan separuhku, namamu masih kusebut dalam doa, semoga semesta menyimpan keajaiban mempertemukan kita kembali dalam ketidaksengajaannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun