Indahnya telah putih memudar..
Terbias sejenak membanjiri emosi diri..
Sebelum senja memerah yang tergantung di ujung langit..
Dan penantian itu telah usai kembali ..
mendambakan kasih mulus insani..
memerap keinsafan dlm tubuh kerdil ini..
Inilah malam pasrah seribu jiwa..
ketika ratib zikir mengembang ke udara..
Dan rindupun tumbuh di persada atma..
menyentak sadar dalam nafas akur..
menyeru roh sufi mampir bersama diri..
Ketika keberadaan diri ini dipertikaikan..
Dalam tak mampu ku biaskan..
kudiamkan rasa mencoba tunduk dan merunduk..
mengalah demi memberikan arti tersendiri..
koarmu kian menyentak..
urat lehermu kian mengkilat menampakan rasamu..
Tersenyumku memberikan peluang kepadamu..
untuk menusukku dari berbagai arah..
mempengaruhi mayapada dengan senyum pura-puramu..
sewaktu kuagungkan kau tertawa menyeringai..
Sewaktu kujentik watakmu, taringmu keluar menampakkan keaslianmu..
Apakah perasaan halus itu mutlak milikmu..
Apakah yang lembut itu mutlak milik perseorangan..
Tidak wahai teman ! katamu..
ketika budi kutaburkan..
ikhlas diberikan tanpa senyum kepura-puraan..
jauh lagi mengharapkan yg dinamakan simpati..
Biarlah jalan ini berbeda dengan tersendirinya..
biarlah mimpi kita tak sama walau tidur sebantal..
kita cari nikmat dan hikmahnya ..
yang tergantung dalam pekerti diri..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H