Mohon tunggu...
Mahfudz Tejani
Mahfudz Tejani Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bapak 2 anak yang terdampar di Kuala Lumpur

Seorang yang Nasionalis, Saat ini sedang mencari tujuan hidup di Kuli Batu Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur. Pernah bermimpi hidup dalam sebuah negara ybernama Nusantara. Dan juga sering meluahkan rasa di : www.mahfudztejani.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Selat Melaka Bukan Kuburan Massal TKI

2 November 2016   15:19 Diperbarui: 2 November 2016   21:36 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Evakuasi Korban TKI Tenggelam (foto dari wartakeppri.co.id)

Kapal sayur yang lebih dikenali kapal Pompom itu, bergerak dari Malaysia menuju Tanjung Mamban - Teluk Mata Ikan Nongsa Batam. Ianya bergerak lewat tengah malam (2/11/2016), untuk menghindari patroli aparatur Malaysia dan Indonesia.

Siapa sangka kapal yang membawa 93 TKI itu oleng dan karam, akibat diterjang ombak yang membabi buta di tengah lautan pagi dini hari itu. Kapal yang kelebihan muatan dan penumpang itu, berkecai memuntahkan muatannya ke lautan lepas.

Akibatnya, 59 orang terkorban dan 34 orang masih hilang ( rilis dari Warta Kepri , 2/11). Umumnya para penumpang berasal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Tak mampu membayangkan, saat detik-detik kapal tersebut karam terbenam ke dasar lautan. Bagaimana kepanikan dan jeritan para awak kapal dan penumpang, mempertahankan diri dari amukan dan gulungan ombak ganas tersebut?

Keganasan Selat Melaka tak pernah ditakuti oleh para TKI di Malaysia. Panjangnya Selat Melaka, telah menjadi kuburan massal TKI sejak puluhan tahun yang lalu. Karena situasi dan keadaan jualah yang memaksa mereka menggagahkan diri, melintasi lautan ganas tersebut.

Sudah bukan waktunya lagi, kita saling menyalahkan atas tragedi musiman ini. Selagi ada permintaan dan kesempatan, selagi itulah nyawa-nyawa TKI akan meregang di selat Melaka ini. Sudah saatnya, pemerintah membentuk kebijakan khusus serta tumpuan khusus dalam mencari solusi terbaik, Mengapa para TKI masih menggunakan jalur tersebut, untuk keluar dan masuk ke Malaysia.

Kedua pemerintah, baik Malaysia maupun Indonesia harus mengurangi  hal-hal birokratis untuk menangani kasus TKI ilegal. Faktanya, mereka merasa diribetkan seputar mengurus dokumen pelegalan diri. Apalagi oknum-oknum yang sering menjadikan mereka sebagai sumber penghasilan, terutama yang berkedok penipuan. Dan kurangilah memandang mereka sebagai sumber lahan bisnis, baik bisnis pribadi apalagi bisnis besar yang diuruskan negara. 

Semuanya harus duduk semeja lagi, sambil mencari solusi pencegahan baik di hulu maupun di hilir. Baik permasalahan di Indonesia atau di negara penempatan, yaitu Malaysia. Alasan karena faktor ranah hukum dan ranah kebijakan negara tujuan, jadi pemerintah tidak berhak campur tangan, itu hanya jawaban diplomatis dan kelemahan jaringan diplomasi kita. 

Jadi sudah seharusnya perlu gerak aktif lewat jalur diplomasi cerdas tapi tegas, untuk menghindari bertambah banyaknya nyawa menghilang begitu saja di lautan lepas. Tindak tegas, para tekong-tekong yang memanfaatkan keluguan para teman-teman TKI demi keuntungan pribadi. Perwakilan Indonesia harus lebih aktif lagi, dalam menyampaikan informasi seputar ketenagakerjaan. 

Karena setiap informasi  yang disampaikan oleh perwakilan Indonesia di media sosial, selalunya mendapat sambutan dan respon positif oleh para TKI. Jangan menunggu musiman untuk menjalin hubungan dengan para TKI, manfaatkan kelebihan media sosial yang umumnya semua TKI menjangkaunya.

Saya harap pemerintah memandang serius kasus ini, jangan tenggelam begitu saja, karena ditutupi oleh isu pentas politik yang membosankan. Para manteman TKI tidak membutuhkan gelaran Pahlawan Devisa semata, kalau pelayanan terhadap mereka ibarat cuci tangan di baskom saja.

Salam dari Malaysia


#TKIJugaManusia
#MemanusikanTKI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun