[caption caption="www.kangandre.web.id"][/caption]
Artikel ini bukan hendak membahas bagaimana judul artikel menarik bak gadis seksi sehingga jutaan orang meliriknya. Bukan juga hendak mengajari “burung terbang” bagaimana menulis paragraf pertama sehingga para pembaca terpaut hati ingin meneruskan membacanya. Dua hal itu telah banyak dikupas oleh penulis-penulis hebat. Tapi, artikel ini ingin penulis sampaikan dua hal penting agar setiap artikel anda di Kompasiana atau blog tidak sepi dari pengunjung, dan tetap setia mengunjunginya.
Apa sih? Sabar! Kita buka lembaran historis philosofisnya dulu. Dalam hidup ini tidak terlepas dari komunikasi. Mengapa? Karena manusia adalah makhluk sosial yang butuh interaksi satu sama lain. Komunikasi pun tidak hanya melalui tatap muka langsung, namun komunikasi bisa juga terbangun melalui dunia maya seperti melalui media sosial. Sayangnya, komunikasi terkadang bukannya menjalin persahabatan mengesankan, tapi sebaliknya yang terjadi pertikaian, dendam, menjauh, dan berujung hilangnya nilai-nilai persahabatan itu sendiri. Bukankah tidak kita harapkan?
Demikian juga dengan artikel yang anda pajang di Kompasina atau blog. Kita ambil contoh Kompasiana misalnya, Kompasiana adalah media sosial tempat jutaan orang di dalamnya berinteraksi melalui tulisan, lalu di dalamnya tersedia fasilitas komunikasi melalui komentar (commenting) dan tanggapan. Dari ratusan ribu kompasianer bisa kita perhatikan, kemungkinan tidak sampai 10% yang terjalin persahabatan akrab dengan sesama kompasianer. Bahkan, hal ini bisa terlihat dari jumlah pengikut setia yang tercatat pada kata “pengikut.” Mereka yang selalu datang dalam sebuah “pesta” sesudah “akad” (meminjam istilah kompasianer senior, Kakanda Muhammad Armand, "akad nikah" adalah artikel, dan komentar adalah pestanya) untuk mengomentari, atau sekedar “mencicipi” menu hidangan, bisa kita hitung dengan jari, hanya puluhan dalam setiap pesta. Kalau begini, Apa makna “pengikut” dan “mengikuti” jadinya?
Terlepas dari alasan kesibukan sehingga tidak sempat mampir untuk membaca-baca artikel di kompasiana. Bisa jadi demikian, tapi masih kurang yakin, sebab terbukti ratusan artikel hadir setiap hari, bukankah ada yang aktif mengirimnya. Lalu yang membaca ratusan sampai ribuan, bukankah diantaranya adalah kompasianer? .Tetapi, yang kemungkinan bisa ditebak salah satunya adalah komunikasi yang tidak terbangun dengan baik. Atau dengan kata lain kita belum dapat memberikan sesuatu dari kepribadian kita yang menyenangkan orang lain. Sebaliknya, kita tidak memberi kesan “menggoda” sehingga persahabatan pergi dan berlalu begitu saja.
Jika seseorang kompasianer tertarik komunikasi dengan kompasianer lainnya melalui komentar-komentarnya, pasti ditungggu-tunggu kapan ya artikelnya muncul lagi. Atau kapan ya saya bisa mengirim artikel lagi. Meskipun artikelnya tidak sangat berkualitas, tetapi bagi seseorang itu bukan prioritas. Yang mereka harapkan adalah kesempatan untuk bisa terus berkomunikasi alias dirindukan ☺
Ini tentunya ada yang harus dibetulkan. Kita berharap ada kemeriahan pesta dengan taburan “bintang-bintang* komentar di setiap artikel anda. Charles J. Keating dalam Partao (2006) mengunggkapkan, “Kita cenderung merasa senang berhubungan dengan orang yang mempunyai kepribadian yang sama dengan kita.” Jangan sunkan-sunkan berkomentar sekaligus saling kenal-mengenal asal dengan cara yang tepat dan sopan. Pasti pemilik artikel tersenyum-senyum dan hati merasa senang walau lelahnya menulis sebuah artikel butuh waktu berjam-jam bahkan berhari-hari. Lelah itu bagai kemarau setahun, dihapus hujan sehari. Dapat pahala lhoh menyenangkan hati orang lain,,☺ Maka untuk itu, baca dan praktikkan dua hal penting di bawah ini, semoga jemari anda tidak lelah bersalaman…ehhh,,,membalas komentar berdatangan.
1. Memberikan Pujian
Saya rasa tidak ada seorang pun yang menolak dan tidak senang ketika pujian dialamatkan kepadanya. Ini sudah menjadi sifat alamiah manusia. Berikan pujian sesuai dengan prestasinya, karyanya, namun jangan berlebihan alias lebay. Berikan pujian dengan singkat, tulus, spesifik, pada tempatnya dan secara positif. Otto Van Isch dalam ungkapan bijaknya, “Saya belum pernah merasa bosan dengan orang yang memuji saya.”
Walau saya "bayi" di dalam dunia media sosial yaitu Kompasiana, namun saya coba pelajari beberapa kakanda senior di Kompasiana, mengapa mereka lumayan banyak kompasianer hadir menilai dan mengomentari artikelnya, demikian juga pengikutnya lumayan banyak (terlepas dari bobot artikelnya). Ternyata mereka memiliki teknik komunikasi atau komentar yang menarik sehingga teman-teman seperti menelan zat “adiktif” menjadi “mabuk” dan “kecanduan” untuk terus mengikuti artikel yang ditulisnya. Misalnya, tanpa menyebut orangnya, “Wah artikel keren sekali ini, Saya baru tau karena membaca tulisan anda, Menarik sekali karena aktual apa yang anda tulis, Sangat bermanfaat, Menginspirasi saya, Saya simpati dengan jalan pikiran anda yang luar biasa, Terus menulis ya dan saya tunggu kisah cerita berikutnya, Tulisan ini membuat saya jadi sadar sekarang, Sangat inspiratif, dan dan segudang komentar lainnya,.”