Mohon tunggu...
Mahfita Dwiyanti Rahayuningtyas
Mahfita Dwiyanti Rahayuningtyas Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

manusia biasa yang berusaha menjadi luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menegakkan Keadilan (Non partai)

16 Juli 2013   07:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:29 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13739347251233911773

Alkisah, pada zaman Rasulullah Muhammad saw, ada seorang perempuan bangsawan dari bani makhzum yang suka mencuri. Sebagai seorang bangsawan pastinya secara bibit, bebet dan bobotnya sudah pilihan. Dia mencuri bukan karena kekurangan, tetapi karena memang hobby. Kalau zaman sekarang namanya kleptomania. Parahnya perempuan ini mencurinya bukan di tempat sesama bangsawan. Tetapi di tempat orang-orang miskin. Kasus ini telah terjadi berulang-ulang, sehingga membuat orang-orang resah.Di satu sisi mencuri adalah pekerjaan yang tercela, sementara di sisi lain, yang mencuri adalah putri bangsawan. Untuk itulah, mereka memohon kepada Rasulullah untuk menyelesaikan kasus tersebut. Menyikapi hal ini Rasulullah Muhammad saw memutuskan untuk menjatuhkan hukum "hudud" atau hukuman potong tangan, sebagaimana yang telah ditentukan berdasarkan syariat Islam. Sayangnya, sebagai seorang keturunan dari golongan yang berpengaruh, keputusan ini tentunya akan memberikan goncangan pada kaum bangsawan bani makhzum tersebut. Maka dimintalah seorang sahabat yang disertai oleh beberapa tokoh dari bani makhzum untuk datang kepada Rasulullah. Kalau tidak salah, orang yang menemui beliau adalah Usamah bin Zaid, putra dari anak angkat Rasulullah , Zaid bin Haritsah. Zaid bin Haritsah adalah salah satu orang kesayangan Rasululullah Muhamaad saw. Maksud kedatangan Usamah adalah untuk membujuk Rasulullah Muhammad saw. "Ya Rasulullah, si fulani telah mencuri, dan sesuai dengan hukum yang berlaku maka dia dijatuhi hukuman potong tangan. Tidakkah engkau ingin memberikan syafaat (ampunan) kepadanya?" Usamah berkata. Maka Rasulullah Muhammad saw menjawab dengan tegas. "Susungguhnya bangsa-bangsa terdahulu binasa karena apabila orang-orang teratasnya (pemerintah, pimpinan, kaum terpandang dll) melakukan pencurian (melakukan kesalahan) mereka dibiarkan. Sedangkan bila kaum yang lemah atau rakyat biasa  mencuri (melakukan kesalahan) mereka jalankan hukuman kepadanya". Setelah itu Rasulullah Muhammad saw melanjutkan kalimatnya. "Demi Allah, jika putriku Fathimah binti Muhammad saw mencuri, maka akan aku potong tangannya!" Akhirnya hukuman hudud pun dijatuhkan. Perempuan tersebut kemudian dipotong tangannya. Berdasarkan riwayat, perempuan bangsawan dari bani makhzum tersebut adalah Murrah binti Sufyan bin Abd-Asada. Perempuan tersebut merupakan orang pertama yang dijatuhi hukuman potong tangan karena mencuri. Setelah kejadian tersebut, Murrah bertaubat kemudian menikah dengan seorang lelaki yang sholih. Sungguh tidak ada kebaikan yang dibalas dengan kebaikan. Riwayat ini sebenarnya sudah sangat ngetrend di kalangan umat Islam. Tetapi masyarakat hanya fokus pada kalimat akhir Rasulullah saja. Yaitu kalimat yang menyatakan bahwa siapa saja yang mencuri, sekalipun itu adalah putri kesayangan beliau. Pencuri tersebut harus dipotong tangannya. Kalau di Indonesia, pencuri tidak perlu dipotong tangannya tapi cukup diproses di mata hukum kemudian terserah, jika akhirnya "damai" biasanya yang mencuri akan membayar sanksi tapi jika tidak maka maju ke meja hijau dan dijatuhi hukuman penjara. Sayangnya, umat Muslim suka lupa dengan awalan hadist yang dipopulerkan oleh Imam Muslim ini. Dalam kalimat awal, Rasulullah menyampaikan bahwa binasanya sebuah bangsa adalah ketika para pemukanya melakukan kesalahan kemudian dibiarkan. Sementara ketika rakyat kecil yang melakukan kesalahan hukum tetap dijatuhkan. Kalau kita hubungkan dengan kondisi dunia saat ini, utamanya kondisi Indonesia. Hadist ini bisa dikatakan benar adanya. Bangsa ini terpuruk bukan karena kekurangan SDA atau kekurangan manusia untuk mengolahnya. Indonesia negara kaya, dengan berbagai kandungan bahan tambang, aneka flora dan fauna, keragaman budaya dan keindahan alam yang fantastik. Indonesia juga bukan negara yang nyaris punah karena masyarkatnya enggan melahirkan seperti Jepang dan negara-negara di Eropa. Indonesia adalah negara yang berlimpah akan tenaga kerja yang beragam. Mau mencari tenaga kerja yang pintar banyak, yang terlatih juga lebih banyak, yang tidak terdidik dan terlatih lebih banyak lagi. Keterpurukan negeri ini disebabkan oleh ketidak adilan yang dilakukan justru oleh orang-orang yang memegang tampuk kekuasaan dan keadilan itu sendiri. Mereka yang mencuri karena terpaksa untuk menyambung hidup seperti Maria boru Siahaan (90 thn) yang didakwa 3 bulan karena dilaporkan oleh anaknya telah memetik jagung di kebunnya sendiri (http://news.liputan6.com/read/321096/memetik-jagung-nenek-renta-terancam-masuk-penjara). Sementara itu pejabat atau orang-orang kaya yang korupsi milyaran rupiah justru dibela-bela dan dilarut-larutkan masalahnya agar bisa mendapat hukuman seringan mungkin. Bahkan mereka diliput dan disorot sana sini mulai dari mobil-mobilnya, istri-istrinya hingga simpanan-simpanannya. Maka tidak heran jika pamor para koruptor justru mengalahkan pamor presiden dan artis. Herannya sekalipun korupsi alias mencuri uang yang bukan haknya secara implisit, ada saja pihak yang membela. Entah itu kroni-kroninya atau para pendukungnya. Rasanya keadilan di dunia ini sudah dibolak-balik sedemikian rupa. Berbagai pemakluman membuat hukum yang seharusnya ditegakkan menjadi lemah di hadapan publik. Kesalahan demi kesalahan terus mendapat pemakluman hingga akhirnya dimaafkan bahkan dianggap wajar. Contohnya ketika tokoh dari partai tertentu korupsi, maka akan banyak komentar pemakluman dari publik. "Maklum saja, untuk dapat posisi itu kan butuh banyak dukungan. Dukungan di peroleh dari pendanaan yang hebat. Jadi wajar kalau sudah jadi si A harus balikin dana yang sudah dihabiskan waktu kampanye dan lobi-lobi". Ada juga yang membela-bela seorang koruptor dengan mengkambing hitamkan "konspirasi global" . Kenapa kalau salah tak mengaku salah saja? Apa mereka tidak capek jika urusannya diperpanjang hingga merembet ke masalah pribadi semisal urusan keluarganya ikut-ikutan diurus? Ada juga yang membela koruptor karena si korup adalah tokoh yang dianggap suci oleh golongan tertentu. Jika hal ini terus berlarut-larut apakah masih pantas kita mengeluh ketika bangsa ini bobrok di sana-sini? Atau jangan-jangan kita memang benar-benar ingin bangsa ini binasa dan menggantinya dengan bangsa yang baru. Berbuatlah adil, meski itu hanya kecil dan hanya kepada diri kita sendiri. Karena kalau bukan kita siapa lagi?????? menukil ceramah Mahfud MD di Masjid Kampus UGM 15 Juli 2013

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun