Mohon tunggu...
Mahfita Dwiyanti Rahayuningtyas
Mahfita Dwiyanti Rahayuningtyas Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

manusia biasa yang berusaha menjadi luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Catatan 29 Februari 2012, Rabu Menggebu

29 Februari 2012   23:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:43 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13305582211673004144

Hari ini hari yang langka, ya seperti yang kita tahu tanggal 29 jarang sekali kita jumpai. Hanya empat tahun sekali dalam hidup ini, yaitu setiap tahun kabisat. Seperti hari ini. Tanggal 29 Februari bertepatan dengan hari rabu. Salah satu hari yang saya sukai semenjak kuliah di UGM. Karena hampir semua mata kuliah favorit ada di hari ini. Selain itu mata kuliahnya juga tidak padat seperti hari-hari lainnya.

Rabu kali ini memang benar-benar berbeda, saya banyak memetik pelajaran dari berbagai hal yang saya alami hari ini.  Pertama ketika saya berada di kantor tiba-tiba mas Nur Abadi bilang

“Habis ini ke Rumah Tahfidz Al -  Mumtaz nyerahin surat permohonan juri mumpung ada kumpulan ustadz dan ustadzah. Itu mbak Vichan dan mbak satunya dah datang. Habis itu kita ke Kampung Quran di Merapi” Waah, mimpi apa saya semalam, kok dadakan begini? Akhirnya mau tidak mau saya harus kerja ekspres membuat surat, karena file draft surat yang saya buat ternyata hilang. Hikmah pertama di pagi hari “simpanlah dokumen  atau file penting pada tempat yang aman”.

Begitu surat selesai, rupanya mas Nur dan yang lainnya masih umek ini dan itu. Okelah saya tunggu, sambil  terus-terusan memberikan pengumuman kalau jam sebelas hingga jam setengah tiga saya harus ke kampus untuk kuliah. Rupanya apa yang saya khawatirkan terjadi. Begitu saya hendak berangkat ke kampus begitu mereka hendak berangkat. Oke saya ikhlas tidak ikut ke  rumah tahfidz. Tetapi memastikan agar mereka menunggu saya untuk berangkat ke merapi nanti siang. Hikmah kedua “ Ilmu itu lebih utama dari pada sekedar pelesiran ke rumah tahfidz” hehehehehe

Di kelas Pemikiran Politik Indonesia, saya akui ini termasuk kelas yang fantastik buat saya. Dengan tenaga pengajar yang cerdas, mampu membawakan materi kuliah dengan apik tapi mahasiswa tetap merasa enjoy sekalipun topik yang dibahas adalah tentang pemikiran politik para tokoh hebat pendiri bangsa. Ada satu point yang tadi dijelaskan yaitu  para politisi dahulu sangat mengkaitkan secara erat antara pemikiran dengan aksi politiknya. Bisa dikatakan mereka berpikir dan merefleksi dulu baru kemudian bertindak. Sangat berbeda dengan politisi sekarang yang tiba-tiba muncul lalu berpolitik tanpa kita  tahu apakah kognisi yang mereka punyai telah memadai untuk sebuah aksi politik. Singkatnya hikmah yang terkandung adalah “berpikir dahulu baru bertindak” kelas telah usai, saya harus mengajar waktu untuk segera sampai di kantor. Terbayang di pelupuk mata bagaimana suasana Kampung Al-Quran Merapi yang nantinya akan saya kunjungi. Sementara itu pihak kantor sudah berkali-kali sms saya memastikan saya bisa sampai di kantor sebelum ashar tiba. Bergegas saya ngebut menuju kantor di bilangan Timoho. Sayang, sesampainya di kantor rupanya mereka telah berangkat. Agak sebel juga sih… sempat juga saya mengomel di telepon karena mereka tidak menunggu saya. Akhirnya saya memilih untuk melupakan rasa sebel itu. Percuma juga saya sebel toh sebel itu tidak bisa menggerakkan roda mobil yang mereka naiki untuk putar balik lalu menjemput saya. On line di FB menjadi pilihan saya untuk melepas jenuh. Saat itu hujan mulai turun membasahi sore yang temaram di Yogyakarta.

Beberapa sms beruntun masuk inbox HP, isinya adalah permintaan maaf karena tidak bisa menunggu saya dan harus membuat saya tertinggal di kantor  lantai II yang sepi. Tiba-tiba chat room saya menyala. Mas Irfan mengajak saya chatting rupanya. “ Untung Fit kamu gak ikut naik ke Merapi. Lagi banjir lahar dingin tuh di atas sana”  langsung saja saya balas chat beliau. “iya mas alhamdulillah, selalu ada hikmah di balik itu semua”  Saya bersyukur setidaknya bisa terhindar dari suasa banjir lahar yang mencekam. Setidaknya saya bisa pulang ke kosan tepat waktu. Akhirnya hikmah keempat yang bisa saya dapatkan adalah

Waktu terus bergulir, jam di meja serbaguna menunjukkan pukul lima sore. Waktunya pulang, sayapun segera berberes lalu pulang  dengan membawa penat yang lumayan menumpuk. Sesampainya di rumah, 1 sms masuk di inbox. Dari mas Nur rupanya. “Nduk maaf ya dah ditinggal ke merapi, sebel ya? Tak ganti makan di WS gimana?” “oke mas… ayo kapan di mana jam berapa?” jawabku “Nanti saja ya, habis isya.. ketemu di kantor. Kita makan di WS Taman Siswa tapi aku tak ke Bantul dulu. Ini sudah sampai Prambanan” “Sip nanti kalau sudah sampai kantor sms ya?” aku membalas lagi. Saya tunggu-tunggu kabar kok belum ada sms juga. Bimbang antara jadi atau tidaknya makan di WS membuat rasa lapar saya semakin mengganas. Bayangan Tenderloid double, nasi dan avocado float semakin sering seliweran di pelupuk mata.  Saya baru ingat kalau tadi pagi saya lupa tidak sarapan dan siangnya lupa gak makan siang. “Pak jek suwi gak? Aku sudah lapar banget.” Smsku meminta kejelasa. “Masih menuju Bantul , sekalian sholat isya di sana” jawab mas Nur. Sementara itu mbak kos saya yang tahu betapa ganasnya saya ketika lapar sepertinya mengerti bahwa saya memang benar-benar dalam titik nadir kelaparan, mengajak saya untuk mencari makan sekaligus mencari barang yang akan dibeli. Mau tidak mau saya jadi galau. Bayangan Steak dan sajian penyetan silih berganti keluar masuk dalam rongga otak.Sementara itu waktu terus berjalan, saya tidak mau jika nantinya saya keluar saya harus melebihi jam malam karena waktu yang molor tidak jelas seperti ini. Pastinya saya SANGAT LAPAR.  Sekali lagi saya minta kejelasan pada pihak yang mengajak makan Steak. “Jadi nggak?  Ini sudah hampir jam 8 malam. Aku paling anti nerobos jam malam “ “Jadi tapi ini masih di Bangun Jiwo” balas mas Nur “Waduh aku sudah lapar banget.. Aku gak usah aja ya? “

Sms tak terbalas dalam waktu yang lama. Saya ambil tindakan tegas. “Maaf ya mas, aku dah lapar banget. Aku gak ikutan . Daripada nanti pulang kemalaman.” Itulah bunyi sms penegasan yang bernuansa sebel dan lapar. Akhirnya saya keluar bersama mbak Arum untuk mencari makan. Eeeh baru saja duduk dan bersiap menyantap pesanan.. Mas Nur SMS. “Cepetan ke kantor, ayo sudah siap berangkat, kita ke SS”

Arrrrrgh sumpah saya setengah muntap. Ini sudah sebel tingkat dua puluh tujuh derajat. Langsung saja saya balas .

“Maaf mas, aku lagi di Warung Penyetan dah siap makan. Maaf yo..” Berikutnya beliau membalas sms saya .

“Kagol ya nduk?” . Saya balas dengan cepat. “Aku gak kagol, tapi aku lapaaaar banget.” Lalu dibalas lagi dengan cepat oleh beliau. “Wakakakakaka”

Terserahlah saya tidak peduli. Pastinya satu hikmah yang dapat saya ambil adalah “Jangan pernah terlampau berharap pada manusia dan jangan suka lupa makan” dan satu pesan penting “JANGAN BIARKAN ORANG LAIN MENUNGGU DALAM KEADAAN LAPAR”

Sayangnya saya suka banget lupa makan  hehehehe… Ini ceritaku, mana ceritamu? Salam RABU MENGGEBU!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun