Menjadi pembicara itu ....
Kalau dibilang susah, tidak terlalu susah. Kalau di bilang gampang, tidak gampang juga. Tapi bagi saya pribadi, menjadi seorang pembicara adalah sebuah kemustahilan yang ternyata menjadi kenyataan sampai sekarang.Â
Dulu, sebelum terjun dalam dunia literasi, saya termasuk orang yang tidak lihai berbicara secara langsung. Walau saya termasuk orang yang percaya diri ketika berada di depan banyak orang, tapi kekurangan saya adalah bingung apa yang mau dikatakan. Bahkan sekalinya berucap, terkadang setiap kata suka belibet sendiri. Sehingga, tidak mungkin seorang Mahes itu menjadi sosok pembicara di depan umum. Begitulah pikir saya dulu.
Alhasil, semenjak membuat buku dan menjadi penulis. Terlebih membangun Sekolah Menulis Indonesia awal 2018 lalu, akhirnya menuntut saya untuk menambah satu profesi lagi yaitu seorang public speaker. Awalnya tidak menyangka dengan profesi yang satu ini. Karena bagi saya yang merasa sulit berbicara, menjadi public speaker adalah sesuatu yang tidak mungkin. Tapi, ternyata Allah berkehendak lain.Â
Akhirnya, semenjak saya dikenal sebagai penulis, dari awal 2018 sampai sekarang sudah 40 lebih seminar, kajian, diskusi, dan wawancara yang sudah saya isi. Entah ini angka yang sedikit atau banyak. Tapi bagi saya yang tidak fokus pada profesi public speaker, sepertinya ini angka yang fantastis bagi saya pribadi.
Akhirnya, sesuai request-an beberapa teman, mereka meminta saya sharing pengalaman bagaimana menjadi pembicara yang baik dan bisa memukau penonton.Â
Sebenarnya saya berat menulis tema ini. Karena saya pun masih banyak belajar tentang dunia public speaker. Tapi, karena yang saya share ini adalah pengalaman sendiri, jadi semoga ini bisa menjadi inspirasi buat teman-teman yang mungkin baru memulai diri menjadi seorang public speaker. Silakan disimak!
PERTAMA, BUKA ACARA YANG BISA MENARIK PERHATIAN
Biasanya, orang akan pertama kali menilai seseorang ketika pertemuan pertama dengan orang tersebut. Coba bayangkan, kalau kita membuka acara dengan wajah masam, tanpa ekspresi, nada bicara datar, intonasi tidak kuat, dan gaya bicara seperti khotib sedang khutbah jumat, kira-kira bagaimana reaksi penonton untuk pertama kalinya?
"Kayaknya pematerinya membosankan deh. Tapi karena sudah terlanjut duduk, ya sudah nikmati saja."
Ya, kesan pertama kepada penonton itu menentukan apakah mereka akan mendengarkan kita selama mengisi atau tidak. Mungkin kamu bisa membuka acara dengan pantun jenaka, ceritakan sedikit perjalanan menuju KTP yang mengesankan, atau paling minimal bukalah acara dengan senyuman. Setidaknya, itulah yang akan membuat penonton juga senyum dan bahagia melihat kamu berdiri di depan.