Tak kalah sadis dari proyek itu, adalah proyek Hambalang yang menyeret-nyeret nama Ibas namun sampai saat ini masih untouchable, meski namanya beberapa kali telah disebut dalam persidangan, termasuk oleh Angelina Sondakh (rimanews, 7/1/2016). Ibas akan menjadi incaran untuk menindak-lanjuti kasus Hambalang, yang ketika Jokowi menyempatkan diri untuk berkunjung kesana, ia hanya geleng-geleng kepala. Hambalang telah memakan banyak korban, termasuk Anas Urbaningrum yang telah menjadi tumbal karena berani melawan rezim.
Ibas. Ya, Ibas. Anak muda dengan kekayaan fantastis dengan tanpa sumber penghasilan yang jelas!. Tidak hanya Hambalang, Ibas diduga terlibat dalam beberapa kasus korupsi pada zaman bapaknya berkuasa. Sebut saja ketika namanya, pada tahun 2009, disebut sebagai orang yang ikut menikmati dana talangan sebesar Rp 500 miliar. Pada tahun 2013, ia juga dikaitkan dengan kasus korupsi SKK Migas. Sutan Bhatoegana bahkan secara gamblang menyebut bahwa Ibas menekan mantan kepala Migas Rudi Rubiandini. Sutan akhirnya berani jujur, saat SBY tak lagi menjabat sebagai presiden. Dosa-dosa Ibas mulai tampak terang, ketika sebelumnya hanya remang-remang.
Dengan fakta-fakta yang mulai terungkap dan kemungkinan akan diproses itu, tentu kita tidak kaget ketika pihak-pihak Cikeas mempunyai sumber dana yang kuat. Tidak hanya untuk memobilisasi massa, tapi juga untuk “ditabur-taburkan” menjadi bingkisan sembako saat Agus berkampanye kemarin. Sehingga tidak aneh, ketika bendera Agus berkibar dikantong-kantong penduduk miskin, seperti Kemayoran, misalnya. Selain itu, tentu kita tidak bisa menutup mata terhadap pemberitaan di media yang memperlihatkan keakraban Agus dengan Habieb Riziq, yang semakin menguatkan dugaan publik, bahwa memang ada aktor-aktor politik yang menunggangi dibalik demonstrasi 411 kemarin.
Pantas saja Jokowi marah. Ia menyadari ini merupakan cara licik, yang tidak hanya ingin menghancurkan Ahok (dengan dugaan penistaan agama), tapi juga ingin meniarapkan Anies (mengait-ngaitkannya dengan sosok Buni Yani yang sekarang juga lagi diobral).
SBY, saat ini bukanlah siapa-siapa kecuali sebagai mantan presiden dan ketua partai. Ia tidak punya akses lagi untuk tuding sana-tuding sini. Ia bukanlah pemegang kendali, bukan pula penerima informasi urgen dari lembaga negara bernama BIN. Begitu pula dengan keluarganya. Ibas sepertinya mulai ketar-ketir, dan begitu juga dengan Agus yang mulai menunjukkan perilaku hampir serupa.
Bebasnya Antasari menjadi sinyal, bahwa keluarga SBY berada dalam bahaya. Antasari merasakan dinginnya hotel prodeo untuk kasus pembunuhan, yang sampai sejauh ini tidak pernah dibenarkannya. Berbagai upaya hukum mental, meski dalam kasusnya ditemukan banyak kejanggalan dan keanehan. Ada banyak rekayasa dan settingan. Hal ini diakuinya beberapa saat setelah menghirup udara bebas, dengan sangat yakin ia mengatakan ada yang mendatanginya untuk meminta ini-itu dan melarang ini-itu, tapi ia menolaknya. Setelah itu, ia selesai. Sebagai orang hukum, ia legowo dan menghormati keputusan.
Sinyal bahaya ini, bukan untuk membalas dendam. Bukan. Tapi Antasari akan senang bekerja untuk menegakkan hukum yang telah lama ditiarapkan; untuk menegakkan kebenaran. Ini adalah sinyal yang mengerikan untuk SBY, Ibas dan Agus Harimurti. Presiden Jokowi adalah presiden yang cerdas, dia tahu siapa yang bermain api, maka dia akan meniupkan badai agar pembakar api ludes terbakar. Dan publik akan semakin cerdas membaca pola politik Pilgub rasa Pilpres ini.
Salam Kebenaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H