Mohon tunggu...
Mahesa Dhio
Mahesa Dhio Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Assisten Advokat

Hobi: Saya menyukai aktivitas yang berhubungan dengan hukum, seperti mendalami literatur hukum, menganalisis kasus-kasus hukum terbaru, dan berbicara dengan rekan sejawat tentang perkembangan dunia hukum. Selain itu, saya juga menyukai olahraga dan kegiatan di luar ruangan yang dapat memberikan keseimbangan antara pekerjaan dan kesehatan. Kepribadian: Saya dikenal sebagai pribadi yang teliti, analitis, dan memiliki dedikasi tinggi dalam pekerjaan. Saya selalu berusaha memberikan yang terbaik dalam setiap kasus yang saya tangani, berfokus pada keadilan dan perlindungan hak-hak klien. Di luar pekerjaan, saya seorang yang mudah beradaptasi dan selalu ingin belajar hal-hal baru. Topik Konten Favorit: Saya tertarik pada topik-topik seputar hukum litigasi, etika profesi hukum, dan hak-hak asasi manusia. Saya juga senang mengikuti perkembangan dunia hukum, baik nasional maupun internasional, untuk memahami bagaimana hukum dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Hukum

premanisme berkedok penagihan potret buram kekerasan oleh oknum debt collector

19 Januari 2025   10:47 Diperbarui: 19 Januari 2025   10:45 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mahesa Dhio Syahputra Universitas Muhammadiyah Magelang

 Abstract: Cases of violence committed by debt collectors have again become a concern after the viral incident of beating a lawyer, resulting in a concussion. This phenomenon illustrates poor debt collection practices which often involve violence. This article analyzes the legal aspects of violence committed by debt collectors, especially regarding the protection of victims and the accountability of perpetrators. The approach used is normative juridical by referring to statutory regulations, such as the Criminal Code and debt collection regulations. The results of the analysis show that debt collectors' actions violate criminal law and reflect weak supervision of finance companies. This research recommends improving regulations and more effective law enforcement to prevent the recurrence of similar cases. Keyword: Legal Protection For Lawyers Abstrak: Kasus kekerasan oleh debt collector kembali menjadi perhatian setelah viralnya peristiwa pengeroyokan terhadap seorang pengacara hingga gegar otak. Fenomena ini menggambarkan buruknya praktik penagihan utang yang sering melibatkan kekerasan. Artikel ini menganalisis aspek hukum kekerasan oleh debt collector, khususnya terkait perlindungan korban dan pertanggungjawaban pelaku. Pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan, seperti KUHP dan aturan penagihan utang. Hasil analisis menunjukkan bahwa tindakan debt collector melanggar hukum pidana dan mencerminkan lemahnya pengawasan dari perusahaan pembiayaan. Penelitian ini merekomendasikan perbaikan regulasi dan penegakan hukum yang lebih efektif untuk mencegah terulangnya kasus serupa. Kata Kunci: Perlindungan Hukum bagi Pengacara PENDAHULUAN Perjanjian merupakan dasar hukum yang mengikat dua pihak untuk melaksanakan kewajiban yang telah disepakati. Dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan yang mengikat satu pihak terhadap pihak lain. Namun, dalam praktiknya, pelaksanaan perjanjian, khususnya yang berkaitan dengan utang piutang, sering kali memunculkan masalah hukum, salah satunya adalah tindak kekerasan yang dilakukan oleh pihak ketiga, seperti debt collector. Kasus kekerasan yang melibatkan seorang pengacara yang dikeroyok oleh debt collector, meskipun pengacara tersebut tidak terlibat langsung dalam perjanjian utang, menunjukkan adanya penyalahgunaan kekuasaan dalam proses penagihan utang. Tindak kekerasan yang dilakukan oleh debt collector dalam proses penagihan utang jelas melanggar ketentuan hukum pidana, khususnya dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP), yang mengatur tindak pidana penganiayaan dalam Pasal 351 dan pengeroyokan dalam Pasal 170. Tindakan tersebut tidak hanya merugikan debitur, tetapi juga pihak lain yang tidak terlibat langsung dalam perjanjian, seperti pengacara atau pihak ketiga. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian serius terkait penegakan hukum terhadap praktik penagihan utang yang melibatkan kekerasan, untuk memberikan perlindungan hukum yang lebih baik bagi korban dan mencegah terulangnya kejadian serupa. Tinjauan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh debt collector dalam proses penagihan utang, khususnya yang melibatkan pengacara sebagai korban. Penelitian ini akan mengeksplorasi sanksi pidana yang dapat dikenakan terhadap pelaku kekerasan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta mengkaji perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada korban dalam kasus semacam ini METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus untuk menganalisis tindak kekerasan yang dilakukan oleh debt collector terhadap seorang pengacara, sebagaimana diberitakan dalam radarpena.disway.id. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari artikel berita yang menginformasikan peristiwa tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan cara analisis konten terhadap berita untuk mengidentifikasi elemen-elemen hukum yang relevan, khususnya terkait dengan pelanggaran hukum pidana. Dasar hukum yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang penganiayaan, serta Pasal 170 KUHP mengenai pengeroyokan. Selain itu, penelitian ini juga mengacu pada Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menjamin perlindungan terhadap setiap individu dari tindakan kekerasan atau penyiksaan. Analisis ini bertujuan untuk mengevaluasi sejauh mana hukum pidana dapat diterapkan dalam kasus kekerasan oleh debt collector dan untuk memberikan pemahaman mengenai perlindungan hukum bagi korban dalam kasus semacam ini PEMBAHASAN 1. Tindak Pidana Kekerasan oleh Debt Collector terhadap Pengacara Kasus kekerasan yang dialami oleh seorang pengacara akibat pengeroyokan oleh debt collector dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penganiayaan dan pengeroyokan sebagaimana diatur dalam KUHP. Berdasarkan Pasal 351 KUHP, penganiayaan merupakan perbuatan yang menyebabkan seseorang menderita luka fisik atau mental. Dalam hal ini, korban mengalami gegar otak, yang merupakan bentuk luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 KUHP. Luka berat ini tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik korban tetapi juga berpotensi mengancam keselamatan jiwanya. Selain itu, tindakan pengeroyokan yang dilakukan oleh sekelompok debt collector dapat dijerat dengan Pasal 170 KUHP. Pasal ini mengatur tentang penggunaan kekerasan secara bersama-sama di muka umum terhadap seseorang yang berakibat pada luka-luka berat. Dalam kasus ini, adanya unsur pengeroyokan menunjukkan bahwa kekerasan yang dilakukan bukan tindakan individu semata, tetapi merupakan aksi kelompok yang memiliki niat untuk melukai korban. 2. Tanggung Jawab Hukum bagi Pelaku Kekerasan Pelaku kekerasan dapat dijerat dengan sanksi pidana berdasarkan ketentuan dalam Pasal 351 ayat (2) atau (3) KUHP dan Pasal 170 ayat (2) KUHP, tergantung pada tingkat luka yang diderita korban. Jika luka yang dialami tergolong berat, maka ancaman pidana bagi pelaku dapat mencapai 5 hingga 9 tahun penjara. Hukuman ini diperberat apabila terbukti bahwa tindakan tersebut dilakukan dengan sengaja dan mengakibatkan korban menderita luka berat yang mempengaruhi kehidupannya secara permanen. Selain tanggung jawab pidana bagi pelaku individu, pihak yang mempekerjakan debt collector juga dapat dimintai pertanggungjawaban secara perdata. Hal ini berdasarkan prinsip respondeat superior, yaitu atasan bertanggung jawab atas perbuatan bawahannya selama tindakan tersebut dilakukan dalam rangka menjalankan tugasnya. Dengan demikian, perusahaan pembiayaan atau lembaga yang mempekerjakan debt collector dapat diminta untuk memberikan ganti rugi kepada korban atas kerugian yang dideritanya. 3. Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Praktik Penagihan Utang Tindakan kekerasan dalam proses penagihan utang juga merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, setiap individu berhak mendapatkan perlindungan dari tindakan kekerasan dan penyiksaan. Dalam kasus ini, tindakan debt collector yang menganiaya korban hingga mengalami gegar otak dapat dikategorikan sebagai tindakan yang merendahkan martabat manusia. Selain itu, dalam konteks profesi, pengacara memiliki hak untuk menjalankan tugasnya tanpa ancaman atau kekerasan. Perlindungan terhadap profesi advokat juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang menjamin kebebasan pengacara dalam menjalankan tugasnya tanpa intimidasi atau ancaman fisik. Oleh karena itu, tindakan kekerasan terhadap seorang pengacara dalam menjalankan tugasnya dapat dianggap sebagai bentuk penghambatan terhadap sistem peradilan yang adil dan berimbang. 4. Perlunya Penguatan Regulasi dan Pengawasan terhadap Debt Collector Kasus ini menunjukkan perlunya penguatan regulasi dan mekanisme pengawasan terhadap praktik penagihan utang yang melibatkan debt collector. Saat ini, kode etik bagi debt collector telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), namun masih banyak pelanggaran yang terjadi di lapangan. Oleh karena itu, beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah kasus serupa di masa depan meliputi: 1.Peningkatan Pengawasan oleh OJK dan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan -- Perusahaan pembiayaan harus bertanggung jawab atas tindakan debt collector yang mereka pekerjakan. OJK perlu memperketat aturan terkait mekanisme penagihan agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan yang berujung pada kekerasan. 2.Penegakan Hukum yang Lebih Tegas -- Aparat penegak hukum harus bertindak cepat dalam menangani kasus kekerasan oleh debt collector. Hukuman berat terhadap pelaku dapat menjadi efek jera bagi praktik serupa di masa depan. 3.Pelatihan dan Sertifikasi bagi Debt Collector -- Hanya debt collector yang telah mendapatkan pelatihan dan sertifikasi resmi yang boleh beroperasi. Ini akan memastikan bahwa mereka memahami batasan hukum dalam praktik penagihan utang. 4.Perlindungan Hukum bagi Korban -- Korban kekerasan oleh debt collector harus mendapatkan akses yang mudah untuk melaporkan kasusnya dan memperoleh perlindungan hukum. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kasus kekerasan terhadap seorang pengacara yang dikeroyok oleh debt collector, yang mengakibatkan gegar otak, sesuai dengan laporan yang ditemukan di radarpena.disway.id, dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penganiayaan dan pengeroyokan berdasarkan Pasal 351 dan Pasal 170 KUHP, dengan pelaku yang dapat dikenakan sanksi pidana yang lebih berat mengingat dampak serius terhadap korban. Selain itu, jika kekerasan ini terjadi dalam konteks hubungan kerja atau atas perintah pihak tertentu, perusahaan yang mempekerjakan debt collector dapat dimintai pertanggungjawaban secara perdata berdasarkan prinsip respondeat superior. Tindakan ini juga melanggar hak asasi manusia yang dijamin dalam UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, mengingat kekerasan yang mengakibatkan cedera serius pada korban merupakan pelanggaran terhadap hak untuk mendapatkan perlindungan dari tindakan kekerasan. Penelitian ini juga menemukan bahwa pengawasan terhadap praktik penagihan utang yang melibatkan debt collector masih lemah, yang memerlukan penguatan regulasi, kode etik, dan mekanisme pengawasan yang lebih ketat untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan. Selain itu, penegakan hukum yang lebih tegas dan pemberian sanksi yang lebih berat terhadap pelaku diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah kekerasan lebih lanjut dalam praktik penagihan utang. Gambar 1 Adv KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis terhadap kasus kekerasan yang melibatkan seorang pengacara yang dikeroyok oleh debt collector hingga mengalami gegar otak, dapat disimpulkan bahwa tindakan tersebut memenuhi unsur tindak pidana penganiayaan dan pengeroyokan sebagaimana diatur dalam Pasal 351 dan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tindakan tersebut berpotensi dikenakan sanksi pidana yang lebih berat mengingat dampak serius terhadap korban, yang tidak hanya berupa luka fisik, tetapi juga gangguan pada fungsi otak yang mengancam keselamatan jiwa. Selain itu, apabila tindakan kekerasan ini terjadi dalam konteks hubungan kerja atau atas perintah pihak tertentu, perusahaan yang mempekerjakan debt collector dapat dimintai pertanggungjawaban secara perdata melalui prinsip respondeat superior, yang menempatkan tanggung jawab pada pemberi perintah atau pihak yang mempekerjakan. Lebih lanjut, tindakan kekerasan ini juga merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, khususnya hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan martabat manusia, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Penelitian ini mengidentifikasi adanya kelemahan dalam pengawasan terhadap praktik penagihan utang yang melibatkan debt collector, yang berpotensi menimbulkan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia. Oleh karena itu, diperlukan penguatan regulasi yang mengatur kode etik debt collector serta peningkatan mekanisme pengawasan yang lebih efektif. Penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku kekerasan dan peningkatan perlindungan hukum bagi korban menjadi langkah krusial dalam mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan. Penguatan sistem hukum dan peraturan yang ada diharapkan dapat menciptakan iklim penagihan utang yang lebih adil dan manusiawi, sekaligus menjaga integritas serta perlindungan hak individu dalam kerangka hukum yang berlaku. DAFTAR PUSTAKA Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): Pasal 90 tentang Luka Berat. Pasal 351 tentang Penganiayaan. Pasal 170 tentang Pengeroyokan. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia: Pasal 33 tentang Perlindungan dari Kekerasan. Pasal 34 tentang Hak atas Keamanan Pribadi. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat: Pasal 15 tentang Hak Advokat dalam Menjalankan Profesi Tanpa Ancaman atau Kekerasan. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (2018). Peraturan Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan. Radarpena.disway.id. (2024). Kasus pengeroyokan pengacara oleh debt collector. Diakses dari https://radarpena.disway.id. Subekti, R. (2005). Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa. Wirjono, P. (1985). Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Alumni. Harahap, M. Y. (2008). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika. Soerjono, S., & Mamudji, S. (2001). Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Press. Marzuki, P. M. (2005). Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana. Ashiddiqie, J. (2009). Gagasan Negara Hukum Indonesia Kontemporer. Jakarta: Setjen dan Kepaniteraan MKRI. Hutauruk, J. (2017). Praktik Debt Collector dalam Penagihan Utang: Perspektif Hukum dan Etika. Bandung: Citra Aditya Bakti. Rahardjo, S. (2000). Hukum dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nasution, A. H. (1995). Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Rifai, A. (2011). Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Kredit Bermasalah. Jakarta: Sinar Grafika. Muladi, M., & Priyatno, D. (2010). Pertanggungjawaban Pidana Korporasi. Jakarta: Kencana. Friedmann, W. (1971). Law in a Changing Society. London: Stevens & Sons Limited. Simanjuntak, E. (2019). Kekerasan dalam Penagihan Utang: Studi Kasus Debt Collector di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Ali, Z. (2010). Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Gr

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun