Mohon tunggu...
Mahesa Cm17
Mahesa Cm17 Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika RUU Pemilu Menjadi Bahan Lawakan Rezim Dagelan

12 Januari 2017   05:38 Diperbarui: 12 Januari 2017   05:45 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : tempo.co

Adegan komedi atau dagelan memang sangat populer dinegeri ini, berbagai acara komedi menghiasi layar kaca saat ini, mulai darilenong yang tradisional sampai stand upcomedy yang sedang fenomenal. Bersyukurlah rakyat karena memiliki berbagaihiburan yang menyegarkan, di tengah kesusahan zaman yang memaksanya mau dililithutang. Acara dagelan memang sangat menghibur namun apa jadinya jika pemerintahkita juga ikut ngebanyol, ikut mendagel, ikut melawak, ya bisa kitalihat ahir ahir ini di berbagai media. 

Kelakuan pemerintah yang saling lempartanggung jawab kenaikan tarif STNK, penangkapan putri Sang Proklamator sampaiketidakberdayaan menstabilkan harga cabe menjadikan masyarakat kian terpingkalpingkal melihat kelakuan pemerintah. Dan yang sedang tren saat ini adalahtentang draft RUU pemilu yang diserahkan pemerintah ke DPR.

Rezim dagelan saat ini sudah mengajuka draft RUUpemilu dimana didalamnya membuat lawakan dengan mengajukan sistem pemilihanterbuka terbatas, padahal MK pada tahun 2013 memutuskan sistem pemilihan terbuka.Sistem pemilihan terbuka terbatas pada intinya sama saja dengan tertutup karenadalam sistem itu si penguasa rezim dagelan ini menginginkan adanya batas ambangminimal 20 persen jumlah kursi di DPR jika sebuah parpol ingin mengajukan calonpresiden dan calon wakil presiden.

Upaya rezim dagelan menyelipkan kembali pasal-pasalyang pernah dibatalkan oleh MK dalam draft RUU pemilu yang diajukan ke DPR jelassarat kepentingan politik. Apakah rezim dagelan saat ini hawatir dan takutbertarung secara jantan di pemilihan serentak 2019 nanti, sehingga dengansegala cara mengkebiri lawan politiknya dari partai-partai kecil dan menutup kemungkinanpartai yang baru lahir untuk memunculkan tokoh yang bisa menghalangi kelanggenganrezim dagelan berkuasa. Tapi langkah seperti ini sangatlah tidak etis bahkanseperti banteng yang karena ingin menguasai arena namun dilakukan denganmenutup pintu arena. Padahal kalau banteng itu jantan dia akan menantangbanteng lain apapun jenisnya tanpa rasa takut.

Sebenarnya banyak pasal-pasal yang janggal dalam draftRUU pemilu, mulai dari yang menyebutkan syarat calon, penyelenggaraan, sistem,keterwakilan perempuan, larangan kampanye, sanksi, pemilu susulan, putusan kodeeteik dewan kehormatan penyelenggara pemilu, sampai syarat pengajuan calonpresiden dan calon wakil presiden oleh parpol.

Tumpang tindih aturan dengan putusan MK 14/PUU-XI-2013menjadi bukti nyata ketidakmampuan pemerintah menyiapkan aturan bahkan terkesanasal-asalan dan buru-buru sehingga tidak berpegang dan melihat putusan MKsebelumnya.

Satu misal contoh pasal 190 draft RUU Pemilu yakniterkait syarat parpol dalam pengajuan calon presiden. Dalam pasal itumenyebutkan bahwa pasangan calon yang diusulkan oleh parpol atau gabunganparpol peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sahNasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Pasal ini jelas sekali bertentangan dengan putusan MK 14/PUU-XI-2013yang menyebutkan bahwa apabila suatu partai partai politik dinyatakan lolosverifikasi untuk menjadi peserta pemilu, maka secara langsung berhak untukmengajukan calon presiden dan calon wakil presidennya.

Ketentuan adanya kewajiban 20 persen kursi atau 25persen suara dalam pasal 190 merupakan ketentuan inkonstitusional sehinggadalam hal ini DPR harus berani menolak usulan pemerintah itu dan kembaliberpegang pada putusan MK. Perlu dipahami bahwa angka 20 persen pada awalnyadiberlakukan dari pemilu tahun 2014 dimana pada saat itu pemilihan umum belumdilakukan serentak. Ada jeda antara pemilihan legislatif dengan pemilihanpresiden, pileg pada saat itu diadakan bulan april sedangkan pilpres pada bulanJuli. 

Sedangkan yang akan kita hadapi di tahun 2019 nanti adalah pemilihanserentak, tidak ada jeda antara pileg dan pilpres. Kalau masih memaksakan angka20 persen sebagai syarat minimal parpol mengajukan capres dan cawapres berartidia hendak mengkebiri demokrasi yang semakin luntur di rezim dagelan ini. Sebelumnyakita sudah lihat ada upaya pengkebirian serupa dalam hal menyampaikan pendapat,terbukti dengan adanya pemblokiran beberapa situs dan penangkapan para aktiviskemanusiaan.

Entah kenapa semakin hari semakin sering pemerintahmelawak dan mempermalukan diri, ada saja kelakuan pemimpin kita yang membuatkita tertawa, entah kita yang sudah tidak bisa membedakan mana realita manahayalan atau pemerintah kita yang memang sudah hilang akal karena haus akanjabatan. Yang jelas pemerintah saat ini belum bisa mengakomodir sistempenegakan hukum pemilu yang adil. Padahal, penegakan hukum pemilu yang adilmerupakan jaminan seluruh tahapan pemilu yang berlangsung secara demokratis. Tapiya sudahlah, orang di rezim ini rakyat sudah senang kok, buktinya banyak rakyatyang bisa tertawa padahal tanahnya di sita, kekayaanya di minta negara danmartabatnya hilang karena ulah penguasa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun