Mohon tunggu...
Mahendra Yana
Mahendra Yana Mohon Tunggu... -

Pelajar kelas X SMA N 1 Gianyar

Selanjutnya

Tutup

Money

Menyadari Keberadaan "Pertanian" sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia

1 Desember 2016   07:08 Diperbarui: 1 Desember 2016   08:54 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pertanian"][/caption]“Sektor pertanian menentukan kebangkitan ekonomi negara” 

sebuah pernyataan yang mengejutkan dari seorang Bill Gates yang selama ini kita kenal sebagai seorang pelopor kemajuan teknologi di dunia. Pernyataan ini ia kemukakan dalam sebuah ulasan buku karangan ekonom Joe Studwell yang berjudul  How Asia Works.

Buku How Asia Works karangan Joe Studwell ini mengulas secara spesifik mengenai keberhasilan “Sebagian” negara di Asia. Dimana sebagian negara yang berhasil tersebut adlah Jepang, Korea Selatan, China, Taiwan dan negara yang dinyatakan kurang berhasil adalah Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina dan Vietnam. Dalam buku ini tergambar secara jelas tentang bagaimana keadaan yang sebenarnya tengah  terjadi di Asia.

Menyadari identitas sebagai negara agraris

Indonesia merupakan sebuah negara yang berdiri diatas tanah pertanian. Dengan dukungan dari faktor geografis sebenarnya telah memberikan suatu modal besar bagi bangsa ini untuk maju. Kebangkitan perekonomian di Indonesia hanya akan terjadi apabila masyarakat indonesia sepenuhnya menyadari potensi yang ia miliki. Dengan begitu pembangunan ekonomi akan terarah ke jalan yang benar. Hal ini bertolak belakang dengan status quo Indonesia sekarang ini dimana minat dari penduduk telah teralihkan kebidang industri dan pariwisata. Hal yang ditandai dengan jumlah petani semakin menyusut mulai dari 39,22 juta pada 2013 menjadi 38,97 juta pada 2014, Jumlahnya turun lagi menjadi 37,75 juta pada 2015. Lambat laun Indonesia akan benar benar kehilangan identitasnya sebagai negara agraris karena jumlah petani yang semakin berkurang

Membandingkan China dan Indonesia

China tidak jauh berbeda dengan indonesia, menyandang status negara agraris dan negara berkembang dengan penduduk yang sangat padat. Namun belakangan kita bisa melihat perkembangan  yang signifikant dengan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6,6%, disertai dengan status sebagai negara penghasil beras terbesar didunia. Hal ini bisa mereka capai dengan konsistensi dan komitmen dalam membangun pertanian. Pembangunan pertanian di China dilakukan dengan mengintegrasikan hutan sebagai reservoir air, penggunaan teknologi tepat guna, pemilihan komoditi yang spesifik sesuai dengan lokasi serta keadaan masyarakat dan juga memberdayakan para petani. Mereka memaksimal potensi yang mereka miliki mulai dari jumlah penduduk, kondisi geografis yang mendukung aktifitas pertanian, serta perkembangan teknologi yang terfokus pada pembangunan sektor manufaktur. Lahan yang merupakan salah satu unsur produksi dikuasai oleh Negara, petani dapat mengunakannya dengan cara sewa, dengan demikian tidak ada spekulasi lahan. Sewa lahan pun tergantung dengan komoditi yang di tanam petani. Misalnya, untuk padi 1.5 % dan kopi 5 % dari hasil yang diproleh. Untuk usaha pada tanaman-tanaman perkebunan lama sewanya diberikan hingga 70 tahun. Ditambah pemerintah China tidak menyerahkan ekonomi negaranya kepada “invisible hand” atau pasar bebas. Mereka menyadari kalau pemerintah harus campur tangan secara aktif dalam membangun ekonomi yang produktif. Selain itu, masyarakat China memegang teguh semboyan “no forest-no water, no water-no food, no food-no live”. Sehingga pembangunan semakin terarah di bidang pertanian.

Bagaimana dengan Indonesia?. Sistem perekonomian di Indonesia masih belum terarah secara maksimal. Dimana dengan statusnya sebagai negara agraris, pembangunan ekonomi di Indonesia masih belum diarahkan dengan baik. Pemerintah belum mampu menguasai Lahan yang ada dengan baik  dimana sebagian petani masih harus bergantung dengan lahan milik orang lain. Baik dari proses Produksi, dan distribusi komoditi pertanian sebagian besar dikuasai oleh “invisible hand” atau pasar bebas. Pemberdayaan petani yang tidak dilakukan dengan baik semakin menindas para petani. Kondisi ini semakin diperburuk dengan paradigma masyarakat tentang pertanian yang semakin mengurangi tenaga pertanian. Kesadaran akan Identitas bangsa Indonesia sebagai negara agraris masih sangat kurang. Dan hal ini membuat indonesia semakin tertinggal.

Apa yang perlu dirubah?

Sebuah masalah membutuhkan sebuah solusi untuk menyelesaikanya. Dan demi sebuah solusi yang kita inginkan, kita membutuhkan adanya perubahan, yang disertai dengan langkah nyata. Dalam hal ini, ada 3 hal yang harus diubah. Diantaranya adalah Reformasi paradigma tentang petani,  Memaksimalkan Regulasi Landreform atau Reforma Agraria, Menyatakan komitmen dan konsistensi dalam menggerakan sektor pertanian.

Reformasi Paradigma Tentang Petani

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun