Daun-daun gugur sebelum waktunya
Ditiup badai yang menghempas ranting pepohonan
Diguyur derasnya hujan yang turun semalaman
Lalu meringkuk dalam lumpur dan debu jalanan
Masih dalam rintik hujan pagi
Lelaki itu mengukur aspal jalanan
Sembari mengutuk awan gelap yang tak jua hendak beranjak
Meratapi ujung-ujung sapu lidi yang telah patah setengahnya
Tuan, bolehkah aku bertanya?
Untuk apa kau serajin itu menyapu jalan-jalan kota
Tidakkah itu hanya sia-sia belaka
Esok hari daun-daun dan debu akan tetap jatuh disana
Terima kasihkah yang kau harap?
Dari pengendara yang tadi melontar sampah ke trotoar nan gelap
Atau pujian yang tak pernah sampai
Karena terjegal ambisi para kepala daerah yang tengah sibuk melantai
Laju kendaraan mengoyak keheningan
Lembayung mentari mengintip di balik gedung-gedung menjulang
Mencoba menerka apa yang tersirat di benak dan angan
Dalam selimut asap knalpot yang berteriak jalang
Kring... kring... suara gawai lelaki itu berbunyi.
Terdengar suara bentakan di ujung telepon genggam.
Lelaki yang sepertinya seorang atasan berbicara dalam nada marah.
Mengeluhkan kinerja sang penyapu yang katanya kurang memuaskan.
Dalam lebam mata yang kian berkaca-kaca
Terucap kata dari lidah nan tercekat
Aku dipecat...
Daun-daun gugur sebelum waktunya
Ditiup badai yang menghempas ranting pepohonan
Diguyur derasnya hujan yang turun semalaman
Lalu meringkuk dalam lumpur dan debu jalanan
Tangerang, Maret 2021
Mahendra Paripurna
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H