Mohon tunggu...
Mahendra Paripurna
Mahendra Paripurna Mohon Tunggu... Administrasi - Berkarya di Swasta

Pekerja Penyuka Tulis Baca, Pecinta Jalan Kaki dan Transportasi Umum yang Mencoba Menatap Langit

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Rasanya Digantung Pacar Tak Segalau Digantung Covid-19

5 Februari 2021   15:11 Diperbarui: 5 Februari 2021   23:05 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada yang pernah merasakan galaunya digantung oleh pacar? Atau malah sekarang kalian sedang merasakan kegalauan tersebut.

Pasti tidak enak ya rasanya. Dibilang pacar tapi belum ada putih di atas hitamnya eh salah ya. Hehehe. Belum ada pernyataan resmi dari si dia bahwa kalian adalah kekasihnya. Di bilang teman tapi kok mesra dan berharap pengakuan lebih.

Ada juga yang sudah 'nembak' menyatakan cinta tapi belum juga dikasih jawaban diterima atau tidaknya. Sehari dua hari sih masih tenang tapi kalau sudah berminggu-minggu menunggu pasti campur aduk deh perasaannya dari galau sampai gemes gimana gitu. Inginnya marah tapi terlanjur sayang. Cie cie.

Ternyata perasaan galau tersebut seperti terulang kembali pada diriku. Sebelum terjadi kesalahpahaman aku samakan dulu persepsinya ya. Bukan perasaan galau karena digantung oleh wanita ya. Nanti bisa repot kalau sampai jadi gosip dan viral apalagi kalau sampai terdengar oleh telinga isteri. Bisa-bisa dia ikutan galau.

Yang sedang kurasakan ini galau karena digantung oleh si virus ganjen Covid-19. Lho kok bisa. Iya, tapi ini bukan karena aku cinta tapi justru kebalikannya. Kalau ibarat pacar aku sebenarnya sudah minta putus dan si Covid juga katanya sudah bilang setuju tapi kok masih saja suka peluk-peluk aku.

Setelah sebulan lebih menjalani isolasi dan rawat inap di rumah sakit karena perselingkuhan terlarang dengan si Covid. Seharusnya aku dan si virus sudah sepakat akan berpisah.

Dan beberapa dokter juga sudah menjadi saksi akan hal ini. Tapi herannya ternyata si Covid sepertinya setengah hati melepasku. Apa mungkin karena aku ganteng ya jadi dia begitu cinta mati padaku. Hehe, memuji diri sendiri tak apa lah ketimbang tak ada yang memuji.

Aku bisa bilang begitu karena permintaanku agar si Covid tak menampakkan diri dan pergi menjauh ternyata tidak digubris. Dia tetap saja terdeteksi saat aku melakukan test swab pcr.

Padahal surat negative swab sangat kubutuhkan untuk pihak tempatku bekerja. Ini sebagai bukti bahwa perselingkuhanku dengan si Covid sudah berakhir.

Terpaksa aku harus meminta waktu 14 hari lagi untuk membujuk si virus untuk pergi. Itu berarti sudah hampir dua bulan riwayat kebersamaanku dengannya. Aku harus membujuknya dengan makanan enak, buah-buahan dan vitamin agar dia rela melepasku.

Dua hari lalu, selesai batas waktu menungguku. Dan aku kembali harus melakukan test swab pcr sekaligus menagih janji 'si dia' untuk pergi. Aku harus menunggu satu hari kemudian untuk mendapatkan hasilnya.

Tepat di hari yang ditentukan dengan perasaan harap-harap cemas. Aku menuju rumah sakit tempat aku melakukan test swab. Di depan loket laboratorium kusodorkan lembar kertas bukti pembayaran.

Setelah menunggu sebentar si petugas memberikan satu amplop yang tidak berwarna merah jambu. Ini pasti surat dari selingkuhanku si Covid.

Perlahan aku membukanya. Jantungku berdebar-debar kencang. Kira-kira bagaimana hasilnya, apakah aku harus menunggu lagi dan mengulang kembali swab ataukah si Covid akan merelakanku untuk berpisah dengannya.

Hampir berteriak aku membacanya. Begitu melihat tertulis disana kata negative. Aku harus segera mengabarkan pada isteri dan anak-anak yang sedang menungguku di tempat parkir kendaraan.

Ah, akhirnya kau pergi juga Covid, setelah hampir dua bulan menggantungku dengan kelakuanmu. Rasanya kapok aku selingkuh dengan kamu, terlalu banyak menghabiskan energi dan biaya.

Selamat berpisah Covid. Akhirnya aku bisa meneruskan kembali kehidupanku. Terima kasih atas segala pengalaman dan pelajaran yang diberikan. Jangan pernah kembali lagi mengganggu ketentraman aku dan keluargaku ya.

Tangerang, Februari 2021
Mahendra Paripurna

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun