Mohon tunggu...
Mahendra Paripurna
Mahendra Paripurna Mohon Tunggu... Administrasi - Berkarya di Swasta

Pekerja Penyuka Tulis Baca, Pecinta Jalan Kaki dan Transportasi Umum yang Mencoba Menatap Langit

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Renungkanlah, Pesan Berbagi Akan Terasa Begitu Bermakna, Saat Kita Sedang dalam Kesulitan

31 Desember 2020   07:45 Diperbarui: 31 Desember 2020   07:51 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harus terkurung bagaikan terpenjara di rumah sendiri sangatlah menyiksa. Karena tak boleh keluar rumah bahkan untuk membeli kebutuhan makan sehari-hari. Itulah yang kurasakan selama beberapa hari. Disini aku baru merasakan makna dari pesan 'Berbagi, Memberi, Menyantuni'.


Semua bermula saat aku sepulang kerja merasakan tenggorokan sedikit gatal. Ku pikir itu hanyalah batuk biasa sehingga aku hanya minum obat batuk yang kebetulan selalu tersedia di rumah.

Empat hari kemudian aku mulai merasa badan sedikit kurang enak. Terasa menggigil apalagi jika bersentuhan dengan air sekedar mencuci muka. Sepertinya aku mulai menderita demam. Selama beberapa hari itu perutku terasa kembung dan sulit untuk 'BAB'.

Nafsu makanku menurun drastis. Aku hanya mampu menelan beberapa sendok makanan. Sampai-sampai memegang sendok saja terasa gemetar. Setiap malam aku sulit tidur. Kakiku beberapa kali mengalami kram.

Isteriku juga mengalami batuk, pilek dan demam sehingga di hari keenam aku memutuskan untuk memeriksakan diri ke klinik dekat rumah. Karena aku juga mulai merasakan sesak pada pernafasanku. Menurut dokter asam lambungku juga naik sehingga menyebabkan sulit 'BAB'.

Setelah meminun obat dari dokter lumayan asam lambungku membaik dan proses 'BAB' mulai lancar. Namun batuk dan sesak nafasku masih terasa mengganggu. Sesekali aku merasa demam dan sakit kepala.

Kedua anakku mulai mengalami gangguan batuk dan pilek serta demam. Bahkan disertai muntah setiap kali masuk makanan. Yang membuatku mulai agak curiga anakku yang pertama mulai merasa kehilangan daya penciumannya.

Hari itu aku akhirnya memutuskan untuk tidak masuk kerja. Selain karena kesehatanku yang semakin menurun, aku juga ingin memeriksakan anak pertamaku ke dokter untuk memastikan kondisi kesehatannya.

Pagi-pagi aku dan anakku sudah tiba di puskesmas. Beberapa saat menunggu dalam antrian, akhirnya nama kami dipanggil untuk masuk ke ruangan pemeriksaan.

Setelah menceritakan keluhan batuk, sesak nafas dan demam yang kurasakan serta puteriku yang kehilangan indera penciumannya, dokter mulai memeriksa kami. Ia kemudian meresepkan kami beberapa obat untuk diminum.

Sepertinya sang dokter memiliki kecurigaan yang sama denganku. Ia menjadwalkan kami berdua untuk melakukan test swab keesokan harinya. Kami sekeluarga disarankan untuk mulai melakukan isolasi mandiri sampai hasil swab keluar.

Sesampainya di rumah agar tidak disalahkan, aku langsung menginformasikan ke pengurus lingkungan dan tempatku bekerja. Perihal kondisiku dan perintah dokter agar aku dan keluarga melakukan isolasi mandiri dan juga test swab.

Di sini aku mulai gamang. Bagaimana dengan kebutuhan makan sehari-hari keluargaku nanti. Masak anak-anak dan isteriku harus menahan lapar. Aku sempat berpikir akan nekat keluar mungkin pada malam hari untuk membeli kebutuhan kami.

Berita isolasi keluarga kami ternyata menyebar cepat lewat group whatsapp. Beberapa tetangga bertanya dan mensupport kami melalui ucapan penyemangat dan juga doa.

Aku baru merasakan betapa pesan 'Berbagi Kebahagiaan' demikian bermaknanya ketika seseorang berada dalam kesulitan. Jika sebelumnya aku sempat memberi bantuan tetangga yang dulu sempat isolasi dengan barang yang kuanggap 'remeh temeh'. Aku baru menyadari sekecil apapun pemberian kita bahkan mungkin hanya berupa ucapan dan doa, sangat besar sekali manfaatnya bagi orang yang sedang mengalami cobaan dan kesulitan.

Siang itu, pintu pagar rumah mulai sering diketuk. Ada saja tetangga yang mengirimkan kue-kue kecil hingga makanan besar dengan mencantolkannya di pagar rumah kami. Terharu dan bahagia sekali rasanya. Ternyata masih banyak orang yang peduli kepada keluarga kami.

Dok.pribadi
Dok.pribadi

Keesokan harinya aku dan puteriku datang kembali ke puskesmas untuk melakukan swab. Ternyata sudah banyak antrian pasien yang akan melakukan test swab. Saat itu ada 30 orang yang menunggu. Aku dan puteriku berada di urutan terakhir. Seusai swab kami diminta pulang dan menunggu informasi berikutnya di rumah. Puskesmas akan mengabari kami hasilnya melalui pesan whatasapp.

Selama menunggu hasil swab, setiap hari ada saja yang memberikan bantuan makanan. Mulai dari bubur ayam, soto ayam, sayur sop dan juga ada yang mengirimkan lauk pauk, mulai dari ayam bakar hingga telor mentah. Pokoknya kebutuhan makanan kami benar-benar terjamin.

Selain itu yang lebih membuat haru biru, ada juga salah satu tetangga yang menyempatkan diri memesankan obat-obatan herbal melalui layanan pengiriman JNE yang sedang mengusung slogan 'JNE 3 Dekade Bahagia Bersama'. Mulai dari kapsul Habbatusauda, Serbuk Qusthul Hindi, Madu, Sari Kurma dan juga Minyak Kayu Putih dari salah satu pondok pesantren.

Dok.pribadi
Dok.pribadi

Hingga dua hari kemudian hasil swab kami terima. Aku dan puteriku dinyatakan positif covid 19. Isteri dan anakku yang kecil juga ikut didaftarkan untuk mengikuti test Swab oleh pihak puskesmas.

Seperti ceritaku sebelumnya aku harus terpisah dari anak perempuanku yang harus menjalani isolasi di tempat yang disediakan oleh pemerintah kota Tangerang. (Baca disini). Karena untuk sementara waktu aku masih harus menjalani beberapa pemeriksaan di RSUD kota Tangerang karena keluhan sesak dan nilai saturasi oksigen tubuhku yang rendah.

Setelah beberapa hari menunggu hasil pemeriksaan dan menjalani isolasi di rumah. Aku akhirnya diminta untuk melakukan isolasi di tempat yang ditunjuk. Karena sebelumnya aku sudah mendapat informasi bahwa di Rumah Singgah Dinsos Tangerang tempat anakku melakukan isolasi masih ada ruang kosong. Aku minta agar bisa dirujuk kesana sehingga bisa berkumpul dengan anakku.

Sementara itu bantuan makanan tidak berhenti mengalir ke rumah kami. Dari pengurus lingkungan juga sudah berjanji akan menjamin kebutuhan keluarga kami selama menjalani isolasi mandiri di rumah.

Permintaanku rupanya disetujui dan pagi itu aku berangkat ke Dinsos untuk menjalani isolasi disana dengan mobil ambulan dari puskesmas. Baru saja tiba di Dinsos Tangerang aku mendapat pesan mengenai hasil swab isteri dan anakku.

Di luar dugaan isteriku ternyata hasilnya negatif sedangkan puteraku justru positif. Padahal dari kondisi fisik terakhir, puteraku justru terlihat lebih prima kesehatannya dibanding isteriku. Tapi hasil test berkata lain.

Otakku segera berputar cepat. Aku tanyakan ke pihak Dinsos mungkinkah jika anakku yang sudah di vonis positif itu juga di isolasi bersamaku. Jadi kami bisa bertiga berkumpul sekaligus untuk mengamankan kondisi isteriku yang terdeteksi negatif.

Pihak Dinsos ternyata menyambut baik usulku. Sepanjang ada rekomendasi puskesmas untuk merujuk puteraku kesana akan mereka terima. Segera kukabarkan informasi tersebut ke pihak puskesnas. Dan mereka berjanji akan memberikan kabar segera.

Jam 1 siang puteraku diminta melakukan cek laboratorium di puskesmas untuk pemeriksaan awal. Dan sorenya ternyata aku mendapat kabar anakku disetujui untuk di isolasi di Dinsos Tangerang. Jam 4 sore akan ada ambulan yang mengantarnya dari sana.

Sedikit tenang karena aku akan berkumpul dengan anak-anakku. Isteriku juga lebih aman dari kemungkinan tertular virus dari anak-anakku. Aku jadi bisa menjaga anak-anak selama menjalani isolasi.

Walaupun isteriku dinyatakan negatif, pengurus lingkungan dan satgas covid di wilayah kami tetap meminta isteri sementara waktu mengisolasi diri untuk mengurangi interaksi antar warga. Untungnya bantuan makanan masih tetap mengalir. Paling sesekali isteriku membeli sayur ketika tukang sayur keliling lewat di depan rumah.

Menjalani isolasi rupanya tak menyurutkan simpati para tetanggaku. Seorang tetangga menitipkan kepada isteriku dua buah tabung oksigen kecil untuk dikirimkan kepadaku. Isteriku mengirimkan kepadaku melalui jasa ojek online yang ternyata harganya cukup mahal rasanya jika dibandingkan dengan pengiriman melalui JNE.

Dok.pribadi
Dok.pribadi

Sayangnya beberapa hari berkumpul dengan anak-anakku, aku harus berpisah kembali dengan mereka. Kondisi kesehatanku yang tak kunjung membaik membuat aku harus pindah dan menjalani perawatan di rumah sakit yang ditunjuk. Ada kesedihan yang kurasakan saat itu. Tapi aku harus terlihat kuat demi anak-anakku.

Satu pelajaran penting yang kudapat. Pemberian kecil yang kulakukan untuk seorang tetanggaku yang menjalani isolasi mandiri ternyata dampak yang mereka rasakan sangatlah luar biasa. Seperti kebahagian yang kurasakan saat menerima bantuan yang sama dari lingkungan sekitarku.

Yang patut menjadi renungan, pesan berbagi memang akan terasa begitu bermakna, saat kita berada dalam kesulitan. Sekecil apapun suatu pemberian sangatlah bermakna dan memberikan kebahagiaan bagi penerimanya. Tapi ingat jangan pernah menunggu sampai kita yang tertimpa kesulitan atau musibah baru terbuka kesadaran dan keinginan untuk 'Berbagi, Memberi, Menyantuni' karena itu pasti akan sangat menyiksa dan mengundang penyesalan diri.

Semoga Indonesia kembali sehat dan virus Covid 19 segera hengkang dari bumi pertiwi. Aamiin.

Tangerang, Desember 2020
Mahendra Paripurna

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun