Kemarin aku masih melihatmu tertawa
Mendengar cerita sedih yang mendera
Tentang gelombang laut yang mengamuk
Dan dataran tanah yang tetiba meretak hingga buat rumah-rumah ambruk
Kemarin aku masih melihatmu tertawa
Kala politikus mendadak berpuisi penuh intrik
Sementara sastrawan mendadak paham politik
Sedangkan sang awam bingung kemana harus mengkritik
Kemarin aku masih melihatmu tersenyum
Dalam peliknya beban hidup
Masih ada lahan subur tempat kau memetik buah ranum
Dan beningnya telaga yang segar saat ingin kau minum
Kulihat masih ada ceria tersisa
Saat tontonan anak muda yang tak mampu menahan emosi
Bagaikan hilang akal dan gila
Merusak barang miliknya sendiri
Tapi kini kulihat tetesan air mata
Yang tak jua kunjung mereda
Bukan oleh kemarin yang takkan mungkin kembali
Atau masa kini yang mungkin berat kau jalani
Kau hanya tak rela bangsa ini hilang harga diri
Karena sibuk saling mencaci
Mengumbar aib diri sendiri
Menjadi tontonan lucu dan lelucon dari lain negeri
Lalu akan kau bawa kemana bangsa ini
Jika tak ada lagi persatuan dan martabat
Akankah kau biarkan hilang lalu perlahan mati
Bukankah sudah saatnya kita saling koreksi diri dan bertobat
Tangerang, Februari 2019
Mahendra Paripurna