Pakaiannya lusuh
Layaknya ratusan hari air tak sudi membasuh
Tangan keriputnya kerap terkepal
Sesekali menepuk jalanan beraspal
Pergi kau,
Wanita tua itu mulai meracau
Mulutnya tak henti berkicau
Berceloteh tentang kelamnya masa lampau
Kau lelaki setan,
Matanya liar menatap dengan penuh ancaman
Ia menolak makanan yang ku berikan
Dan menepis sebotol minuman yang kusiapkan
Aku tahu hatinya terluka
Oleh dua pria
Yang dulu sangat dia cinta
Tapi sekarang tlah pergi entah kemana
Pria pertama adalah kekasih hati
Yang memilih untuk kabur dan lari
Usai tega menghamili
Dan memberi seorang jabang bayi
Pria kedua adalah sang buah hati
Yang tak kenal balas budi
Menghilang karena malu beribukan seorang gila dan tuli
Yang kini bahkan tak kuat lagi menopang tubuh tuk berdiri
Dasar setan,
Tak kuhiraukan segala makian
Rasa lapar mungkin mulai buat ia mau memakan
Roti manis yang kusodorkan
Sebagian ingatan sepertinya tlah lenyap dan tak ada lagi
Termakan oleh segala rasa benci
Yang terus menggerogoti
Dan menyusup keseluruh urat nadi
Andai saja terbersit sedikit ingatan
Akan bocah yang dulu bermanja dipangkuan
Yang dulu tlah tinggalkan kesedihan
Dan menyayat hati untuk segala yang perempuan itu perjuangkan
Mungkin ia akan mengerti
Mengapa air mataku tak jua mau berhenti
Mungkin ia akan riang menari
Andai tahu bocah kesayangannya kini tlah kembali
Tangerang, Januari 2019
Mahendra Paripurna