Dalam hening kulihat rembulan menangis
Sesenggukan membelah senyapnya malam
Tetesan air mata yang tak ada habis
Menyentuh tanah-tanah kering dan pepohonan yang dilanda muram
Mungkin kau menyangka
Rembulan sedang lelah
Mengejar mentari yang berlarian di angkasa
Seakan rindu yang tak jua bertemu langkah
Bukan, bukan itu
Rembulan tlah pasrah akan mentari
Serupa takdir kematian yang pasti bertemu
Memegang janji tuntaskan rindu di hari akhir nanti
Angkara murka di dunia
Sumpah serapah anak manusia
Taburi bumi dengan cuka neraka
Membuat bergolak ketenangan dataran dan samudera
Lihatlah gunung-gunung tak henti keluarkan amarah
Lautan terus menggulung resah
Sementara perut bumi bergetar memendam muntah
Siap merekah dan terbelah
Air mata kesedihan itu tertumpah
Melihat pesan dari Sang Pencipta
Untuk insan yang terus ingkar dan berbuat salah
Tak pandai membaca peringatan alam seolah buta
Terselip air mata bahagia akan kasih yang terus merapat
Penanda waktu jumpa yang kian mendekat
Bersua mentari sang kekasih hati
Di Hari Perhitungan yang mungkin kan datang sebentar lagi
Tangerang, Januari 2019
Mahendra Paripurna
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H