Mohon tunggu...
Mahendra Paripurna
Mahendra Paripurna Mohon Tunggu... Administrasi - Berkarya di Swasta

Pekerja Penyuka Tulis Baca, Pecinta Jalan Kaki dan Transportasi Umum yang Mencoba Menatap Langit

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Aku Ingin Menjadi Koruptor

23 Desember 2018   06:30 Diperbarui: 23 Desember 2018   08:23 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam atap rumah berbilik bambu. Seorang bocah mengisi hari-hari bersama ibu. Beralaskan kesederhanaan. Walaupun ini hanyalah kata untuk menyembunyikan suatu kemiskinan.

Makan adalah sebuah kemewahan. Kadang terlupa bahwa mengisi perut adalah suatu kebutuhan. Entah sudah menguap kemana. Pelajaran tentang empat sehat lima sempurna.

Sang bocah sering kali bertanya. Kepada Ibu yang kerap kali tak kuasa untuk menjawabnya. Tak adakah lagi manusia di bumi ini yang peduli. Apakah sila keadilan sosial dan kemanusian yang adil dan beradab sudah benar-benar mati.

Bukankah seharusnya negara bertanggung jawab memelihara. Fakir miskin dan anak-anak terlantar yang ada. Kemana bersembunyi undang-undang tersebut. Bocah itu memandang sang ibu yang hanya bisa tersenyum kecut.

Dendam kesumat. Akan nasib buruk yang menjerat. Membuat ia yakinkan diri akan tekad yang membulat. Belajar setinggi langit agar kelak harta dan kuasa ia dapat.

Pernah sang ibu bertanya. Kelak akan menjadi apa. Akan kau bawa kemana sebuah cita-cita. Dan jawaban yang keluar dari bibirnya sungguh menggetarkan dada.

Aku ingin menjadi koruptor. Yang dapat menyaru sebagai seorang pemilik bank, anggota dewan ataupun pejabat negara. Tak peduli apakah yang kudapat adalah harta kotor. Uang rakyat yang seharusnya buat membangun bangsa.

Sang ibu menangis dan berkata. Tak takutkah akan penjara. Yang akan membuat hidupmu tersiksa. Terkungkung dalam jeruji yang buat sengsara.

Si anak tersenyum. Kesengsaraan hanyalah untuk maling kecil. Tidak untuk koruptor pencuri triliunan uang milik masyarakat umum. Penjara kan menjadi istana karna hausnya harta para manusia berotak kerdil.

Hukumlah aku dua puluh satu tahun. Maka kan kujalani sepuluh tahun disana. Karena remisi mengurangi hukumanku lambat laun. Hingga bebas bersyarat dan merdeka.

Biarlah miliaran rupiah disita. Tapi trilliunan uang telah didapat. Cukup untuk bahagiakan hidup kita. Yang bertahun-tahun terbelenggu miskin dan melarat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun