Mentari yang menggeliat
Mengiringi bus kota di perjalanan pagi
Sinarnya baru saja mengusir gelap pekat
Dengan guratan jingga sebagai pengganti
Puluhan kepala sibuk dengan pikiran berbeda
Dipersamakan hanya oleh pencarian nafkah di ibukota
Liukan-liukan hati tetiba terserap pandanganku
Seolah layar terbuka yang berisi ragam lagu
Seorang gadis berbibir indah
Bercakap mesra dengan penuh gairah
Kurasakan degupan jantungnya
Penuh ledakan rasa yang mencinta
Seorang pria paruh baya
Sibuk dengan ponsel melahap berita
Tentang politik negeri
Yang saling menghancurkan diri
Seorang ibu memainkan jari diponselnya
Membaca dan mengirim ulang pesan
Berisi kabar dari angin yang tak jelas asalnya
Hingga bertebaran kebohongan dan kebencian
Di ujung sana kulihat seorang anak muda dengan amplop coklat ditangannya
Bergulat dengan pikirannya
Tentang masa depannya yang suram
Selepas kuliah yang menyadarkan diri akan dunia yang kejam
Sementara aku seolah terjerembab dari angkasa
Kala mencoba membaca hati dan pikiran sendiri
Baru terasa perihnya guratan asmara
Dan derita kehidupan yang seolah mencambukku tuk terus berlari
Tanpa henti
Mungkin hingga nanti
Tak lagi berdetak jantung ini
Seiring hilangnya rasa mencinta di seluruh negeri
Tangerang, Desember 2018
Mahendra Paripurna