Mohon tunggu...
Mahendra Paripurna
Mahendra Paripurna Mohon Tunggu... Administrasi - Berkarya di Swasta

Pekerja Penyuka Tulis Baca, Pecinta Jalan Kaki dan Transportasi Umum yang Mencoba Menatap Langit

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[Puisi] Nyanyian Rumput Ilalang

6 November 2018   08:07 Diperbarui: 8 November 2018   17:17 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku terlahir dari tetesan hujan yang mencumbui tanah. Tumbuh dari sela-sela yang membasah. Tubuhku meliar. Jauh menembus batas luar.

Dulu,
Aku adalah saksi sejarah. Saat tubuh-tubuh kehilangan darah. Dari para pejuang dan penjajah. Yang mati karna terluka parah.

Dulu,
Aku melihat kelewang dan pedang. Bergelut dengan laras senapan. Di tengah-tengah padang. Yang berubah laksana tempat pembantaian.

Aku adalah penghias peraduan. Dari raga para pahlawan. Yang harus terkubur. Dan tak kuasa bangkit karna tertidur.

Panasnya mentari. Takkan buatku mati. Seperti semangat juang. Yang tak akan pernah hilang.

Kemarau panjang mungkin menyiksaku. Dengan teriknya yang panas membakar. Tapi itu takkan mampu. Buatku hangus bagai tembikar.

Selama tanah masih berakar. Dan sang hujan ada tuk mencium bumi. Aku akan tetap tumbuh membesar. Walau ribuan kali kau cerabuti.

Seperti jiwa juang bangsa. Yang tertanam di dalam dada. Tak lekang. Walau waktu dan rintangan menghadang.

Aku hanyalah rumput ilalang.

Yang tertular semangat dari para pejuang.

Tangerang, November 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun