Pengangkatanku sebagai Menteri Agama ini ku anggap sebagai suatu kehormatan besar. Dari beberapa calon menteri dengan latar belakang pakar agama dan politikus ternyata Baginda Raja telah memilihku menjadi Menteri Agama Kerajaan Kasih Sayang.
Sebagai pengawal moral umat beragam agama di kerajaan yang mayoritas muslim ini tentu tidak mudah. Pada saat seleksi di istana beberapa waktu lalu Baginda Raja sempat mengeluhkan tentang maraknya ujaran kebencian, hoax, perilaku dalam bermedia sosial dan aksi-aksi persekusi yang dapat merusak keberagaman yang ada
Beliau bertanya jika terpilih sebagai menteri bagaimana solusi mengenai masalah ini. Dan aku katakan agar menjadi menteri yang kuat harus menggunakan Mantra Sakti "Inatato"
Baginda Raja menatapku penuh tanya. Aku mulai menerangkan kepadanya. Untuk mengembalikan moral masyarakat Kerajaan Kasih Sayang yang telah kehilangan rasa kasih sayang antar sesama, diperlukan Mantra "Inatato". Yang bukan saja harus dilakukan oleh seorang menteri tapi juga oleh seorang pemimpin seperti raja yaitu Mantra INdependen, Adil dan TAnpa TOleransi.
Mantra "Independen" harus dilakukan karena setiap penguasa pasti punya kepentingan politis terhadap menteri-menterinya dan itu dapat mempengaruhi kualitas keputusan dan tindakan yang aku lakukan. Tugasku sebagai seorang menteri dan seorang muslim adalah amar ma'ruf nahi munkar yaitu menganjurkan kebaikan dan melenyapkan kemungkaran.
Mantra yang berikutnya adalah "Adil". Kita harus memiliki standar yang sama dalam menghadapi setiap persoalan. Tidak bisa ketika suatu orang, kelompok atau agama tertentu minoritas melakukan kesalahan kita anggap benar karena ada desakan dari penguasa atau orang kuat lainnya. Ataupun sebaliknya jika si mayoritas yang salah harus tetap dipersalahkan jangan malah dibela.
Baginda Raja manggut-manggut sambil mengelus-elus dagunya. Dan aku lanjut menjelaskan Mantra terakhir yaitu "Tanpa Toleransi".
Saat ini yang sering digembar-gemborkan dalam setiap menghadapi gesekan antar orang, kelompok atau pun agama adalah himbauan dan seruan toleransi. Padahal solusi yang paling tepat jika ada pelanggaran hukum dan aturan adalah tanpa toleransi agar memberikan efek jera.
Contohnya kasus ujaran kebencian yang berujung penjara yang dilakukan oleh seorang pengkritik istana di media sosial jika memang dianggap melanggar hukum sebagai calon menteri agama saya setuju jika si pelaku di hukum.
Tapi seharusnya ujaran kebencian yang juga marak dilakukan terhadap pemuka-pemuka agama mayoritas pada saat ini juga di usut tuntas dan pelakunya juga harus dihukum.
Penegakan hukum haruslah tanpa toleransi untuk semua pelanggaran, jangan ada diskriminasi dan keadilan haruslah berlaku untuk semua kelompok masyarakat.