Mohon tunggu...
Mahendra Hariyanto
Mahendra Hariyanto Mohon Tunggu... Konsultan - Pekerja IT TInggal Di Singapura

Pekerja IT yang sedang belajar menulis... Tinggal di Singapura

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Buku Baru Kompasianer: "Surat untuk Anakku... "

29 Oktober 2019   12:30 Diperbarui: 29 Oktober 2019   15:12 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Display Buku Surat Untuk Anakku di Gramedia Matraman (dok Pribadi)

Buku  yang berjudul  "Surat Untuk Anakku" atau lengkapnya " Surat untuk Anakku, Sebuah Catatan Kehidupan" disusun oleh seorang Ayah untuk dipersembahkankepada anaknya, seorang penyandang Autis. Sang Ayah menyusun buku ini dengantekad dan harapan : Suatu hari nanti san anak dapat membaca dan memahampesan-pesan dan nasihat-nasihat tersirat yang disampaikan dalam buku ini.

Buku "Surat untuk Anakku" sudah tersedia di Toko-Toko buku Gramedia Matraman, dan juga akan tersedia di toko-toko buku Gramedia  di Pulau Jawa dan Bali pada bulan November 2019.

***


Pengantar Penulis: 

Sebagai seorang penulis, saya merasa saya hanyalah sebagai penyampai pesan pada para pembaca. Ketika mendapatkan ide atau inspirasi unurk menulis saya sadar saya harus berupaya mewujudkan tulisan tersebut, agar pesan moralyang tersirat dalam tulisan itu, segera tersampaikan pada pembaca.

Saya kira inilah yang menjadi motivasi utama saya untuk menerbitkan buku  "Surat untuk Anakku, Sebuah Catatan Kehidupan "ini, karena saya ingin segera menuntaskan tugas saya sebaga pembawa berbagai pesammoral yang tersirat di dalam buku ini, kepada para pembacanya. 

Tulisan yang berjudul "Pembawa Pesan untuk Pembaca" di bawah ini, yang pernah saya "publish" di timeline facebook saya, mungkin dapat memberi gambaran yang lebih jelas lagi mengapa, sebagia penu saya merasa hanyalah sebagai penyampai pesan pada para pembaca  

Pembawa Pesan untuk Pembaca

Hidup itu seperti Tukang Ojek, selalu ada saja yang kita antarkan.

Seorang bayi yang baru lahir mengantarkan kebahagiaan kepada orang tuanya. 

Ayah dan Ibu yang membesarkan anak, sejatinya sedang mengantarkan anak-anaknya menyongsong masa depannya.

Seorang guru mengantarkan ilmu kepada anak didiknya.

Seorang kaya dermawan mengantarkan rezeki kepada orang-orang miskin yang disantuninya.

Orang miskin jelata mengantarkan pahala pada orang-orang kaya yang dermawan.

Seorang penulis, mengantarkan berbagai pesan pada pembaca dengan tulisan tulisannya.

Begitulah pada dasarnya hidup ini seperti tukang ojek selalu ada saja yang kita antarkanpada orang-orang yang berinteraksi dengan kita.

***
Terkadang kita mendapatkan dorongan kuat, entah dari mana, untuk melakukan sesuatu yang mungkin tidak biasa kita lakukan, pada akhirnya kita lakukan juga. Yang saya maksud Bukan dorongan untuk melakukan hal hal negatif tentunya.

Kalau mendapatkan kejadian seperti ini, coba amati apa yang terjadi selama ataupunsetelah kita menuruti dorongan kuat itu. Kemungkinan besar kita akanmendapatkan jawaban mengapa kita didorong untuk melakukan hal tersebut. 

Saya ingin berbagi sebuah pengalaman sederhana saya berkaitan dengan hal ini.

Di Singapura Saya biasanya pergi ke kantor naik bis.176 adalah nomor bis biasasaya naiki ke kantor pada waktu itu. Dengan menaiki bis ini, saya biasanyatinggal duduk manis tanpa perlu berganti bis dapat mencapai kantor yang sayatuju.

Tapi pagi itu, entah mengapa, ada dorongan kuat untuk menaik bis nomor lainnya bisnomor 963. Jika saya naik bis ini, waktu tempuh akan lebih lama karena saya harus berganti bis di tengah jalan untuk mencapai kantor yang saya tuju. Entah mengapa pada akhirnya saya menuruti dorongan kuat itu. Saya naikilah Bus 963 itu, duduk di bagian depan, di tempat duduk yang hanya cukup di tempati 1 orang dewasa dan 1 orang anak. Bis dalam keadaan kosong Ketika saya menaikinya.

Beberapa halte bus lewat, semakin banyak orang menaiki bus itu. Penumpang berdiri dari bagian belakang sampai pada bagian depan. 

Lebihdari separuh perjalanan, bus berhenti di salah satu halte. Sepasang kakek dannenek yang sudah tua menaiki bus yang sudah penuh itu. Sulit baginya untukmasuk ke bagian belakang menuju area tempat duduk prioritas, yang diperuntukkanuntuk orang tua, ibu yang sedang hamil ataupun penyandang disabilitas.

Menyaksikan Kakek dan Nenek itu harus berdiri berdesakan, Saya dengan sigap menawarkan tempat duduk saya pada kakek dan nenek itu. Mereka punberterima kasih menerima tawaran saya. Bangku itu cukup untuk diduduki berduaoleh kakek dan nenek itu. Pada titik ini aku merasa sudah mendapatkan jawaban, mengapa hari itu aku mendapat dorongan kuat untuk naik bis 963 , tidak seperti biasanya. "Jawaban" nya adalah agar kakek nenek yang akan naik bis di beberapa halte berikutnya tidak perlu berdiri dan mendapatkan tempat duduk selama menaiki bis 963 itu.

Mungkin sang Kakek Nenek itu berdoa pada Tuhan agar pagi itu mendapatkan kelancarandalam perjalanan yang ingin mereka tempuh pagi itu.

Dan mungkin Tuhan menjawab Doa mereka dengan memberikan dorongan yang kuat pada Saya untuk naik bis 963 itu dan menyediakan tempat duduk pada kakek itu. Sayapun Ge eR dan merasa senang karena telah merasa menjadi alat Nya dalam mengabulkan doa Kakek dan Nenek itu.

Sejalan dengan cerita di atas, kali ini Saya juga merasakan dorongan yang kuat untuk menulis dan menerbitkan buku "Surat untuk Anakku, Sebuah CatatanKehidupan" ini. Saya duga dorongan itu timbul karena buku ini akan dapatmemberikan manfaat bagi para pembacanya.

Didalam buku ini Saya menulis berbagai cerita atas berbagai peristiwa yang (harapannya) dapat ditarik hikmahnya bagi para pembacanya.

Jika Anda, setelah membaca tulisan ini, merasa mendapatkandorongan kuat untuk mengetahui isi buku yang saya tulis ini, mungkin ada banyakpesan- pesan bermanfaat untuk Anda, atau orang yang Anda sayangi yangdisampaikan di dalam buku ini. 


Semoga.


 Mahendra Hariyanto.


***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun