Masuk Angin dan Angin-anginan
Nah, ini yang sering menggelikan dan menyusahkan orang. Masuk angin adalah penyakit yang membuat tubuh tidak nyaman. Perut kembung, mual, mules dan mungkin juga muntah-muntah. Orang masuk angin biasanya menyukai kerokan.
Sedangkan angin-anginan adalah kondisi mental dan sikap yang tidak jelas. Orang yang angin-anginan selalu bimbang dan tidak punya prinsip teguh untuk melangkahkan kaki menjalani kehidupan.
Bisa dibayangkan jika kedua gejala dari angin ini menimpa seorang politisi; politisi masuk angin dan politisi angin-anginan. Politisi masuk angin berarti politisi yang mengalami "sakit" dalam menjalankan peran politiknya.
Gejala ini tampak misalnya dari sakit moralnya, sakit komitmennya dan sakit lainnya akan membuatnya menjadi politisi yang berakhir di gedung KPK atau ruang tahanan. Ini mirip seperti orang masuk angin yang akan beristirahat di kamar rumah sakit untuk menjalani perawatan.
Sedangkan politisi yang angin-anginan, ibarat orang yang tidak punya landasan dan pijakan yang jelas dalam menjalankan peran politiknya. Orang bilang "politisi kutu loncat" katanya. Semua sudah tahu barangkali bagaimana figur-figur politisi angin-anginan ini.
Tolak Angin sebagai Obat Jasmani dan Ekonomi Rakyat
Masih sekitar urusan angin, beberapa analogi tentang politik angin di atas hanyalah sisi lain dari memaknai angin. Jika para politisi yang masuk angin sangat sulit untuk disembuhkan dengan hanya mengonsumsi jamu Tolak Angin, maka tidak demikian halnya apabila yang masuk angin adalah rakyat biasa. Seperti saya.
Saya sendiri pernah mengalami beberapa kali masuk angin, tetapi dalam pengertian yang sesungguhnya. Mengingat pernah punya riwayat penyakit ginjal, maka saya sangat hati-hati untuk mengonsumsi obat-obatan. Obat tradisional biasanya menjadi pilihan; Tolak Angin tentunya yang dipilih untuk menghalau masuk angin tersebut.
Di luar itu, saya merasakan sendiri bagaimana Tolak Angin bukan semata-mata obat tradisional untuk masuk angin, tetapi juga untuk menjaga stamina tubuh. Ini terutama dirasakan ketika sedang mengemudi. Karena mengemudi butuh stamina dan konsentrasi tinggi.
Pekerjaan mengemudi jarak jauh yang saya alami adalah ketika mudik ke kampung halaman orang tua di Tasikmalaya dari Solo. Jarak tempuh perjalanan kurang lebih 400 KM yang biasa ditempuh selama 10 sampai 12 jam. Ini tentu perjalanan yang cukup melelahkan.