Tahukan Anda bahwa seorang Mahaguru para filosof yang bernama Socrates (470 -- 399 SM), mati hanya sekedar mempertahankan definisi? Sebuah sistem dan cara kerja logika untuk membatasi sesuatu agar menjadi jelas dan bisa dimengerti. Demi mempertahankan pentingnya definisi yang suka dikaburkan oleh kalangan sofis, Socrates rela menenggak racun sebagai bentuk hukuman yang dijatuhkan kepadanya.
Sofis sendiri adalah sekelompok pemikir yang sezaman dengan Socrates yang berpendapat bahwa kebenaran itu relatif adanya. Socrates tidak sependapat dengan mereka. Karena menurut Socrates, ada kebenaran yang mutlak. Definisi adalah salah satu perangkat untuk menghasilkan pengetahuan dan  untuk sampai kepada kebenaran yang mutlak tersebut.
Pentingnya definisi sama pentingnya dengan wujud dari yang didefinisikan itu. Bagaimana kita bisa mengetahui dengan baik jika Pak Jokowi sekarang memiliki sebuah motor hasil modifikasi anak bangsa yang dikenal dengan chopper jika motor tersebut tidak ada bedanya dengan motor matic atau motor bebek. Membedakan motor chopper dari motor jenis lainnya adalah urusan definisi. Nah, seperti itulah pentingnya definisi.
Salah satu unsur dalam definisi adalah adanya elemen yang bisa membedakan antara yang didefinisikan dengan yang lainnya. Itu bisa berupa atribut atau aksiden, syukur kalau sampai mampu mengeluarkan esensi darinya. Karena dengan esensi, setiap eksistensi menjadi berbeda satu sama lain. Entitasnya menjadi unik di antara sekian banyak entitas yang ada. Kira-kira seperti itu pentingnya definisi.
Atribut dan Aksiden Indonesia
Apabila kita mencoba mendefinisikan Indonesia, kira-kira seperti apa jadinya? Di sini yang namanya perspektif kemudian muncul untuk menghindari monopoli dari definisi mengenai Indonesia. Rentetan definisi di bawah ini mungkin saja tidak bersifat ilmiah karena hanya merupakan refleksi pribadi semata. Tapi ilmiah atau tidak ilmiah tidaklah penting selama Indonesia masih tetap ada.
Bagi para ilmuwan geografi, Indonesia adalah gugus kepulauan yang membentang dari Sabang sampai Merauke --sebuah definisi klasik yang masih saya ingat sampai sekarang. Konon katanya jumlah kepulauannya sekitar 17.500 pulau. Jumlah ini bisa kurang atau bisa lebih apalagi jika mempersoalkan beberapa pulau yang sempat jadi polemik kepemilikan dengan negara tetangga.
Apakah definisi itu benar? Tentu saja benar. Karena Indonesia jika tanpa adanya daratan yang disebut kepulauan apa jadinya? Paling-paling akan seperti dalam film Waterworld (1995) yang dibintangi oleh Kevin Costner, di mana tak ada daratan sedikit pun. Dan karena kita semua juga tinggal di daratan kepulauan tersebut, maka Indonesia menjadi ada. Maka Indonesia adalah gugusan kepulauan yang kita diami dan yang orang lain selain kita juga mendiami dan hidup di atas permukaannya.
Bagi para ilmuwan antropologi, Indonesia adalah sebuah tempat yang dihuni oleh sekelompok orang dengan asal-usul keturunan dan nenek moyang yang sama (ada yang mengatakan Indocina) yang memiliki beragam budaya, suku, bahasa dan adat kebiasaan. Berarti di Indonesia itu banyak suku yang tinggal di dalamnya. Tak perlu disebutkan satu per satu untuk membuktikan kebenaran definisi ini. Kita yang pernah sekolah, pasti sudah mengetahuinya mengenai nama-nama beberapa suku dan bahasa yang ada.
Jika Indonesia adalah tempat terhimpunnya masyarakat dengan beragam suku, bahasa dan adat istiadat, maka jika hanya satu suku, bahasa atau adat istiadat berarti bukan Indonesia? Memang betul demikian. Makanya tak perlu kita persoalkan adanya pluralitas kesukuan dan adat istiadat ini. Jika kita memikirkan hal sebaliknya, maka kita sudah mencoba untuk menghilangkan Indonesia dari kesadaran dan pikiran kita. Hati-hati jika hal ini sampai menghinggapi pikiran kita semua.
Lain lagi jika Indonesia didefinisikan dari sudut pandang pemeluk agama. Indonesia adalah negara dan bangsa di mana beragam agama hidup damai berdampingan secara harmonis dan  saling menghargai satu sama lain. Setidaknya ada enam agama di sini (Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu). Belakangan malah ada desakan dari sebagian masyarakat untuk mengakomodasi "penghayat kepercayaan" sebagai bagian dari keyakinan yang dianut Bangsa Indonesia.