PPKM atau nama lain dari PSBB mulai diterapkan pada sebagian daerah di Pulau Jawa dan Bali pada hari Senin lalu (11/1/2020). PPKM ini akan berlaku dari 11 Januari- Â 25 Januari 2021. Diketahui bahwa PPKM ini dapat diperpanjang jika nantinya diperlukan. PPKM merupakan bentuk pengetatan PSBB yang diterapkan oleh pemerintah untuk menurunkan angka kasus COVID-19 yang melonjak tinggi sejak pilkada awal Desember lalu hingga pada momen libur nataru dan terus berlanjut hingga sekarang.
Anehnya, baru 2 hari PPKM berjalan, kasus COVID-19 kembali memecahkan rekor, setelah sebelumnya pecah 2 hari berturut-turut di tanggal 7-8 Januari 2021. Tidak tanggung-tanggung, rekor pecah 4 hari berturut-turut di tanggal 13-14-15-16 Januari 2021. Tidak hanya itu, rekor kematian kasus COVID-19 juga terjadi pada 12-13 Januari 2021.Â
Ironisnya, rekor pertambahan kasus dan kasus meninggal terjadi pada hari vaksinasi perdana dilaksanakan. Yaitu pada tanggal 13 Januari 2021.
Bahkan, positivity rate atau tingkat positif COVID-19 di Indonesia terus naik ke level 32% pada 16 Januari 2021. Artinya, setiap 3 orang yang dites, 1 diantaranya menghasilkan hasil yang positif. Positivity rate threshold atau ambang batas tingkat postitif yang dianjurkan oleh WHO adalah <5%. Jika positivity rate berada di >5%, maka wabah termasuk kategori tak terkontrol. Sedang, positivity rate di Indonesia sudah berada di level 25%-30% (per 20 Januari 2021). Artinya wabah sangat tidak terkendali
Apa Yang Terjadi? Apakah PPKM atau PSBB ini Tidak Efektif?
Yang saya ketahui secara pasti adalah PPKM yang baru berlaku kurang dari 2 minggu ini belum dapat menimbulkan efek yang signifikan terhadap penurunan penularan. PPKM harus berlangsung 2-4 minggu sampai efeknya mulai terasa. Artinya Pemerintah tidak boleh langsung mencabut PPKM ini jika mau melihat penurunan jumlah kasus. Jika baru diterapkan 2 minggu lalu langsung dicabut, tidak banyak penurunan pertambahan kasus harian yang dapat kita harapkan.
Namun, itu tidak menutup kemungkinan bagi kita untuk menyoal beberapa kebijakan PPKM. Contohnya, penulis menyoal penutupan tempat berusaha di atas jam 19.00. Kenapa penulis menyoal kebijakan ini?Â
Penularan itu bisa terjadi di setiap waktu dan di mana saja. Tidak bijak rasanya mewajibkan tempat usaha untuk tutup di malam hari. Hal ini tidak akan efektif berdampak banyak pada potensi penularan. Para pengusaha akan kehilangan income yang substansial. Khususnya yang jam operasional usahanya berada di malam hari.