Belakangan ini sedang maraknya kasus kesalahpahaman yang terjadi pada dunia perguruan tinggi. Dari salah satu institut di Indonesia yang mendukung dalam penggunaan pinjaman online untuk pembayaran UKT sampai kenaikan UKT untuk mahasiswa angkatan 2024.
Setelah ditelaah lebih lanjut, tujuan awal kebijakan tersebut sebenarnya dibuat untuk memfasilitasi pembayaran dengan metode yang lebih beragam demi kemudahan pembayaran, serta usaha meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dengan cara menaikkan bilangan UKT yang selama ini nominalnya “belum” mampu menutup biaya operasional perguruan tinggi di Indonesia, sehingga menghambat inovasi dan perkembangan lebih lanjut dari perguruan tinggi negeri yang membutuhkan biaya ekstra.
Disini sebenarnya saya tidak memiliki solusi “terbaik” untuk membela calon mahasiswa angkatan terbaru yang kemungkinan akan terdampak wacana aturan tersebut, namun saya akan lebih menuju pada refleksi apakah memang kita butuh untuk berkuliah? atau hanya saja selama ini kita tersesat tidak memiliki impian dan takut untuk hidup tanpa tujuan sehingga kita memilih untuk menempuh jalan yang secara semu membuat kita merasa memiliki tujuan hidup dengan kehidupan perkuliahan dengan tugas - tugasnya yang kadang membuat kita lupa akan mengapa kita sebenarnya melakukan hal - hal ini.
Setiap beberapa tahun sekali kita memikirkan untuk kenaikan jenjang pendidikan, dari Sekolah Dasar (SD) ke Sekolah Menengah Pertama (SMP), dari SMP ke Sekolah Menengah Atas / Kejuruan (SMA / SMK), dan dari SMA ke Perkuliahan. Tanpa disadari dengan jam pembelajaran yang menghabiskan hampir seharian tersebut, kecil peluang kita untuk benar - benar eksplorasi akan bakat dan minat kita sehingga terkadang setelah lulus kita masih belum punya gambaran akan kehidupan kita mau seperti apa..
Secara pribadi, setelah menjalani pendidikan formal selama 11 tahun (SD-SMP-SMA), tidak ada satupun pengaruh murni dari bersekolah yang membuat saya berminat untuk mendalami suatu profesi, hobi, atau pengembangan minat apapun, hal itu hanya terjadi saat saya menguasai salah satu materi topik pelajaran biologi atau fisika lalu tiba - tiba merasa mampu untuk menjadi dokter dan insinyur handal, yang sebenarnya membutuhkan lebih dari sekadar menghafalkan bagian organ reproduksi dan menghitung radiasi benda hitam.
Dosen saya pernah berkata bahwa sebenarnya tes bakat dan minat yang umumnya kita lakukan pada saat SMA bukanlah solusi yang tepat untuk menemukan bakat dan minat kita sesungguhnya. Hal ini didukung dengan bagaimana proses pengerjaan tes tersebut berlangsung. Dari banyaknya jumlah profesi dan peminatan yang muncul didalam tes, hanya sebagian kecil yang kita ketahui secara mendalam sehingga kita berasumsi akan apa yang mereka kerjakan, sehingga kita tidak bisa membuat keputusan berdasarkan data yang lebih akurat, serta hasil tes tersebut rentan untuk berubah seiring dengan kondisi pengerjaan, dan hal inilah mengapa tes bakat dan minat tidak dapat sepenuhnya dijadikan patokan.
Sebagai mahasiswa yang telah menjalani perkuliahan selama satu semester. Tidak sedikit yang sudah memvonis dirinya sendiri bahwa ia memasuki jurusan perkuliahan yang salah adapun juga mereka bingung atas mengapa meraka memasuki jurusan yang ia pelajari, lantas apa sebenarnya tujuan mereka mengikuti alur perkuliahan ini?
Secara singkat tulisan ini merupakan bagian dari bentuk pencurahan atas penyesalan yang saya alami selama bersekolah tingkat pendidikan dasar yaitu tidak aktif untuk mengeksplorasi maupun mendalami berbagai bentuk organisasi, profesi maupun hobi yang akan membantu kita menemukan minat kita yang sesungguhnya. Selama kita masih aktif belajar manfaatkan setiap peluang yang ada dan jangan terlalu mengalir pada arus di sekitar kita
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H