Mohon tunggu...
mahasenduro
mahasenduro Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pisank Man Putar Haluan

21 Maret 2019   06:26 Diperbarui: 21 Maret 2019   06:35 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu hari sepulang dari kursus teater, Pisank Man melihat di teras rumah Pak Guru diributkan dengan sekumpulan orang yang merasa kecewa dengan ujaran kepolosan Pak Guru yang saat lalu mengatakan dirinya termasuk golongan orang yang dzolim. Tanpa ada peristiwa sebelumnya Pak Guru memang dengan gamblang menyatakan diri sebagai orang yang dzolim. Anehnya, para fans dan alumni kursus teater Pak Guru merasa ungkapan itu sebagai masalah yang serius. Sekarang zamannya pencitraan kok malah melawan arus dengan berkata rendah diri. Para alumni merasa Pak Guru adalah sosok paling bersih, jujur, dan berahlak mulia. Fenomena yang membuat para Alumni menelisik ada apa dibalik pernyataan yang dianggapnya bodoh itu. Pak Guru dengan serta merta juga merasa kurang baik dalam mendidik alumni, sehingga ada materi pelajaran yang tidak tuntas mereka berikan.

"Kenapa kalian ini kok kayak mau demonstrasi saja. Sudah jangan ribut." Kata Pak Guru.

"Pak Guruku, oh Pak Guruku.. mengapa engkau membuat pernyataan yang merendahkan dirimu. Kami tidak terima, sebab Pak Guru termasuk orang baik." Teriak Alumni.

"Muridku semua, sudah jangan berlebiahan menilai diriku. Aku hanya manusia biasa yang pasti memiliki salah. Jangan cari orang di zaman sekarang benar 100 persen, nggak kan ada. Mulailah belajar saling menerima kekurangan satu dengan lainnya. Tugas kita memberi nasehat dengan cara yang baik." Jawab Pak Guru.

"Tapi sekarang ini jika kita mengaku salah, maka akan dibully habis-habisan." Sanggah Alumni. 

"Ya ampun muridku, kamu masih binggung dengan hujatan orang lain. Ini zaman fitnah, banyak orang baik yang kalah di dunia, tapi ingatlah ada pengadilan akherat. Tidak usah bingung dengan bully an." Jawab Pak Guru.

"Oh Pak Guruku, tidakkah aku tega orang yang mulia sepertimu harus diejek orang lain. Beri aku wejanganmu lagi." Haru para Alumni merengek meminta maaf kepada Pak Guru.

"Ingat muridku, Nabi saja tidak pernah mengaku sebagai orang yang tidak berdosa. Manusia memiliki penilaian ketaqwaan dihadapan Tuhan. Jangan mudah terhasut amarah, kalian semua sudah belajar lama disini. Ingatlah nama baik itu hak Tuhan untuk memberi derajat kepada kita. Dahulukan ahlakmu daripada kepandaianmu. Sopan santun lebih utama daripada kalian mendapat ujian sekolah nilai 100." Papar Pak Guru.

Di sudut berbeda Pisank Man tampak melihat Pak Guru yang dengan sabar menghadapi kegaduhan itu. Ada disampingnya yang ternyata Cikalan Man telah putar haluan ingin pulang ke rumahnya. Pisank Man mengambil pelajaran berharga seperti seorang puisi yang dibutuhkan esensinya bukan keberanian, tetapi penghayatan makna dari kalimat yang diucapkan. Hidup juga bukan bertanding tepuk tangan penonton, tetapi untuk membuat karya yang mengagungkan ciptaan Tuhan. Bisa jadi Ibarat petani yang tidak sekolah akan lebih paham perasaan sawahnya daripada sarjana pertanian. Takdir Tuhan sangat luas layaknya samudra yang tidak terbayang ujungnya. Pisank Man masih terapung dalam sekoci yang mudah terbalik meski tiada tsunami. Pak Guru seorang yang telah lama mengaruhi sifat manusia. Apalah arti sebuah gelar dari manusia, baginya nilai kejujuran akan terpandang mulja di hadapan sang pencipta. 

dokpri
dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun