Mohon tunggu...
Minami
Minami Mohon Tunggu... pegawai negeri -

@maharsiana

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penjilat SBY dan Penjilat JK

22 Agustus 2010   16:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:48 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belakangan ini, melalui publisitas media, kita seperti sedang berada dalam puncak kekecewaan terhadap sosok presiden pilihan rakyat. Boleh dibilang semua kecewa dengannya, kecuali koruptor kelas kakap barangkali. Namun, kita yang belum paham betul duduk persoalannya tiba-tiba membuat vonis berlebihan terhadapnya. Padahal persoalan hukum adalah wilayah penegak hukum, sedangkan wilayah kepresidenan lain soal. Di sana sudah ada pihak Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung. Adapun remisi, grasi, dan abolisi telah diatur dalam konstitusi, bukan berdasarkan hawa nafsu semata. Meski mungkin bertentangan dengan hati nurani, adilkah jika kita tanpa tahu sebab tiba-tiba membuat judgement sepihak?

Jika iya, untuk apa dulu founding fathers kita susah payah menyusun konstitusi di bawah bayang-bayang sangkur bala tentara Jepang dan Sekutu? Mereka meninggalkan kita dengan falsafah dan dasar negara yang telah disepakati bersama. Aturan tentang bendera, simbol, lambang, mata uang, grasi, abolisi, dan suksesi sudah mereka buat. Maukah kita mengkhianati warisan meraka?

Alangkah lucunya negeri ini, entah dengan arus utama kompasiana.

Di sini, sedikit mengungkap kelebihan pemerintah, maka dia disebut penjilat SBY.

Di sini, sedikit menelusuri kekurangan Jusuf Kalla, maka dia dianggap membunuh karakternya.

Di sini, menghujat SBY akan dapat ‘pahala’.

Di sini, mengkritik JK adalah ‘haram’.

Menulis tentang keduanya sudah pasti akan menjadi santapan lezat orang-orang suci rumah ini.

Di sini penulis suci bertebaran, menyiarkan kebusukan sebuah institusi.

Mereka memberi stigma buruk kepadanya, menyebutnya rezim busuk, rezim korup, rezim maling, rezim kerajaan, rezim otoriter, dan stigma lain yang sudah terbiasa kita dengar.

Apa lacur? Mereka hobi mencaci sampai lupa dengan keadaan dirinya.

Saat dikritik, mereka tidak terima, malah balik menyerang orang yang mengingatkannya itu.

Mereka menuduh orang lain busuk, tapi ketika kita berpendapat, opini kita yang tidak sesuai keinginannya, langsung diberangus, main hapus komentar, anti-kritik, dan main menang sendiri.

Saya jamin, seandainya mereka diberi kesempatan memegang amanah rakyat, mereka belum tentu akan lebih baik dari yang mereka caci maki. Semua sudah terbukti dari hal kecil tadi. Mereka menggembar-gemborkan suaranya dengan alasan demokrasi, tapi mereka sendiri yang memakan demokrasi itu sendiri, menelan bulat-bulat kemudian membuang hajat ke sekelilingnya.

Tak apalah, toh semua penduduk negeri dan warga kompasiana ini butuh makan. Memang negara tidak sanggup menanggung semua beban mereka, namun setidaknya telah berbuat meski tidak akan memuaskan semua pihak, terutama kita yang tengah kelaparan. Tidak sedikit yang rela meninggalkan keluarga tercintanya di tanah air untuk mengadu nasib ke negeri manca. Rejeki dan kematian memang telah diatur sebelum manusia ada. Semua adalah ujian. Belum tentu kita sukses dengan ujian kesenangan, sebaliknya banyak yang hidup bahagia dengan mensyukuri nikmat yang ada.

Mereka yang di sana tentu hidup lebih damai, asyik bercengkerama dengan keluarga dan binatang ternaknya. Tidak pernah mendengar suara kebencian, caci maki kepada pemimpinnya, revolusi, agitasi, propaganda, bujuk rayu, dan semacamnya.

Toh mereka tidak keberatan dianggap orang bodoh, kolot, dan tradisional. Namun, mereka lebih bahagia dari kita. Barangkali ini yang membuat sebagian kita frustasi dengan keadaan, kemudian menyalurkannya ke segala arah. Itulah manusia.

Pada akhirnya kita tahu SBY dan JK adalah sama-sama manusia. SBY tidak mau disebut iblis, begitu juga JK juga enggan dianggap malaikat. Masih ingatkah kisah-kisah umat terdahulu yang membuat patung-patung orang shaleh dari kalangan mereka. Kemudian karena tersesat, patung yang dibuat dengan tangan sendiri mereka sembah. Dipuja-puji setengah mati. Padahal orang shaleh itu sendiri ketika masih hidup melarang umatnya menyembah selain Tuhannya. Tindakan yang pada akhirnya membinasakan mereka. Oleh karena itu, Nabi Muhammad pun melarang umatnya membuat ilustrasi dirinya, gambar karikatur sekalipun, setelah belajar dari Nabi Isa dan nabi-nabi sebelumnya tentunya.

[caption id="attachment_235420" align="aligncenter" width="500" caption="We Will Not Go Down - Michael Heart (foto rakyatmerdeka.com)"][/caption]

Bondan Prakoso pun akhirnya angkat bicara, “Ya sudahlah”, proporsional saja lah, itu saja !

Happy fasting, have a nice dream for all.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun