Mohon tunggu...
Minami
Minami Mohon Tunggu... pegawai negeri -

@maharsiana

Selanjutnya

Tutup

Politik

Orde Baru-Megawati = 1,9. SBY-JK-Boediono = 2,8

18 Maret 2010   02:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:21 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kabar Indonesia menjadi negara terkorup se-Asia Pasifik membuat kita kebakaran jenggot, meski banyak yang tidak memiliki jenggot. Jadi jenggot siapakah yang terbakar?

Namun bukan itu pokok bahasan kita. Sejak Orde Baru, negara kita memang selalu terdepan dalam hal ‘prestasi’ negara terkorup, bukan barang baru lagi. Pasca Revolusi tahun 1998 –media menyebut Era Reformasi- yang diharapkan bisa membawa perubahan, nampaknya sangat mengecewakan. Selain pejabat dan penyelenggara negara masih prang-orang itu saja, berlakunya Undang-undang tentang Otonomi Daerah semakin membuat bangsa dan negara ini terpuruk. Otonomi daerah hanya menimbulkan raja-raja kecil di daerahnya, penyelenggaraan pemerintahannya pun setali tiga uang dengan era Orde Baru, birokrasi masih dipenuhi KKN (kolusi, korupsi, dan nepotisme), terutama dalam pola penerimaan PNS Daerah (PNSD).

Pemilu pertama Era Reformasi pada tahun 1999 juga tidak menghasilkan perubahan positif, justru negara ini hampir jatuh lagi ke jurang kehancuran. Maklum, pengisi jabatan-jabatan di pemerintahan dan lembaga tinggi negara tidak bisa diandalkan, apalagi berasal dari partai yang terkenal korup baik di zaman Orde  Baru maupun pasca pemilu 1999. Hanya KPK dan Mahkamah Konstitusi yang murni ide brilian Presiden Abdurrahman Wahid yang menonjol. Yang lain, masih berjalan stagnan, bahkan tidak banyak yang mundur ke belakang. Istitusi Pajak dan Bea Cukai adalah contoh konkret berkumpulnya bandit-bandit negara, sama seperti pohon beringin tempat bernaungnya jin-jin gentayangan.

[caption id="attachment_96482" align="aligncenter" width="500" caption="'Donatur' terbesar NKRI menjadi negara korup nomor satu (google)"][/caption]

Akhirnya, era yang lebih baik datang. Kedatangan Sri Mulyani dengan program Reformasi Birokrasinya ke Departemen Keuangan (sekarang Kemkeu) tahun 2005 membawa angin segar perubahan itu. Satu per satu pejabat hitam ditendang dari institusinya, salah satunya Dirjen Pajak pada waktu itu yang merupakan orang kuat Depkeu di bawah Presiden Megawati. Hadi Purnomo menjabat Dirjen Pajak selama kurun pemerintahan Megawati sejak 2001-2006. selama itu dia diduga menerima harta hibah mencapai Rp 25 milyar.

Sekarang, siapa pun yang mengurus NPWP tidak dikenakan biaya alias gratis. Sebelumnya untuk NPWP pribadi minimal dipungut Rp 500 ribu yang tidak diatur dalam peraturan alias pungli. Termasuk di Ditjen Bea dan Cukai, sekarang adalah masa keemasan untuk pengusaha ekspor impor, tidak banyak pungli seperti dulu. Aturan yang ketat juga telah menyelamatkan anak negeri dari jeratan narkoba dan miras. Setiap minggu ada saja yang ditangkap petugas bandara Soekarno-Hatta kedapatan membawa narkoba kualitas terbaik. Umumnya, pelakunya berasal dari Malaysia dan Iran, termasuk beberapa wanita Iran.

Proses menuju transaparasi nasional memang tidak ujug-ujug, namun secara gradual, bertahap. Mudah-mudahan program Reformasi Birokrasi bisa segera diterapkan di lembaga dan kementerian yang dianggap ‘lahan basah’ karena mengelola anggaran puluhan triliun rupiah setiap tahun, semisal Kementerian Agama, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum, TNI/Polri, dan sebagainya. Namun, jangan sampai nantinya seperti Reformasi Birokrasi di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung, masih jalan di tempat. Belum ada yang dibanggakan, bahkan kasus makelar kasus yang menimpa Yahya Kemas Rahman, Jaksa Urip, Jaksa Wisnu Subroto, seolah-olah meniadakan reformasi yang sedang berlangsung.

Sekarang, apakah kita akan melakukan Revolusi untuk mengubah kebobrokan tersebut? Menurut saya revolusi saat ini hanya akan membawa negara ini mundur sepuluh tahun ke belakang. Akan ada hutang baru bernilai ratusan triliun dalam sekejap guna mengembalikan ke kondisi semula. Kita cukup belajar dari kasus BLBI pasca Revolusi 1998.

Lihat negara Iran yang melakukan revolusi tahin 1978, meski saat ini menjadi sandaran umat Islam melawan neokolonialisme dan segala bentuk produk nekolim, namun kondisi bangsanya sendiri jauh mundur ke belakang. Sesama warga negara perang sendiri pasca pemilihan presiden beberapa waktu lalu. Ratusan warga tak berdosa harus menjadi korban proses demokrasi yang sebenarnya ditentang kaum elit mereka sendiri. Kalau ditanya tentang Iran, memang kita boleh bangga dengan keberaniannya menentang Amerika dan Israel, membantu laskar Hizbullah di Lebanon, namun tidak dapat dipungkiri juga, ketika mendengar Iran di negeri ini, yang terlintas hanya penyelundup narkoba dan pengakses situs porno terbesar se-Asia bahkan tiga besar se-dunia. Masalah transparansi juga masih memprihatinkan (lihat grafis).

Data yang akan saya sajikan ini murni bukan pendapat penguasa, dalam hal ini pemerintah SBY-Boediono. Fakta ini merupakan hasil survei independen dari lembaga Survei Internasional Corruption Perception Index (CPI). Lihat tabel dan situsnya di sini.

Sekedar memudahkan pembaca, saya rangkum Index Persepsi Korupsi Indonesia sebagai berikut :

Tahun 1995 (era Orde Baru) : 1,94 (selama 25 tahun tidak bisa menembus angka 2)

Tahun 2001-2003 (era Megawati) : 1,9(berturut-turut peringkat 88, 96, 122 = terjun bebas)

Tahun 2004 (era transformasi):2,0 (masih peringkat 133 dunia)

Tahun 2005-2009 (era SBY-JK-Boediono)  : 2005 masih 2,2 dan 2009 menjadi 2,8 (peringkat 111 dunia)

Tahun 2010: perkiraan menembus digit 3,0

Keterangan :

Selama era Orde Baru belum pernah Indonesia mencapai digit 2,0. Padahal di sana duduk Mr. Clean, Mari’e Muhammad yang terkenal bersih.

Selama era Megawati, Kwik Kian Gie yang terkenal anti neolib juga duduk di pemerintahannya.

Selama era SBY-Kalla-Boediono, Sri Mulyani dan Boediono yang dituduh ‘neolib’ duduk di dalamnya dan ternyata lebih mampu membersihkan institusi yang dipimpinnya. Dan membawa perubahan positif untuk negeri ini. Dunia yang berbicara bukan pengamat ekonomi, apalagi saya. [caption id="attachment_96477" align="aligncenter" width="441" caption="'IPK' Indonesia tahun 2009"][/caption]

Catatan :

Untung saya bukan dosen!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun