Mohon tunggu...
Mahar Prastowo
Mahar Prastowo Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghost Writer

Mengubah Problem Menjadi Profit - Kontak: 085773537734

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Revisi UU Minerba dan Komersialisasi Kampus

25 Januari 2025   16:31 Diperbarui: 25 Januari 2025   16:31 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Revisi UU Minerba dan Komersialisasi Kampus (ilustrasi ai)


Revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang baru saja disahkan oleh DPR, yang memberikan kesempatan bagi perguruan tinggi untuk mengelola tambang demi mendanai pendidikan, menimbulkan perdebatan sengit. Inisiatif ini bertujuan untuk mengurangi beban biaya kuliah mahasiswa dan meringankan administrasi dosen, namun keberlanjutan dan esensi pendidikan sebagai hak universal justru terancam terpinggirkan.

Tujuan utama yang diungkapkan oleh Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, cukup mulia: mendanai pendidikan yang lebih terjangkau bagi mahasiswa. Namun, apakah logika ini tidak semata-mata menciptakan ilusi bagi mereka yang sebenarnya paling membutuhkan? Sebagaimana diungkapkan oleh Ubaid Matraji dari JPPI, ide perguruan tinggi mengelola tambang lebih cenderung menguntungkan pihak kampus ketimbang mahasiswa itu sendiri. Keuntungan yang diperoleh dari bisnis tambang, seperti yang terjadi pada sektor pendidikan yang telah mengadopsi model bisnis serupa, malah semakin memperburuk beban biaya pendidikan yang tinggi.

Bahkan, data yang ada menunjukkan bahwa meskipun bisnis kampus diperbolehkan, biaya pendidikan tetap melonjak tajam. Tak bisa dipungkiri, sistem UKT (Uang Kuliah Tunggal) semakin menambah ketimpangan, dengan angka yang sangat bervariasi antara jurusan satu dan lainnya. Apa yang terjadi di lapangan adalah mahasiswa justru semakin tertekan, dan biaya kuliah yang semakin tak terjangkau menjadi kenyataan pahit yang tak terhindarkan.

Selain itu, komersialisasi pendidikan melalui pengelolaan tambang ini menunjukkan adanya potensi konflik kepentingan yang cukup besar. Sebagai lembaga pendidikan, kampus seharusnya fokus pada pengembangan ilmu, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Namun, dengan terlibat dalam bisnis tambang yang memerlukan modal besar dan berisiko tinggi, bisa jadi anggaran yang semestinya digunakan untuk Tri Dharma perguruan tinggi malah teralihkan. Bukankah sudah saatnya pemerintah meninjau kembali pengelolaan anggaran pendidikan yang sudah ada?

Tak hanya itu, sebagian besar dana pendidikan yang dialokasikan dalam APBN justru tersebar ke kementerian dan lembaga yang tidak berhubungan langsung dengan pendidikan. Apa yang seharusnya menjadi prioritas utama --- meningkatkan akses dan kualitas pendidikan --- malah terlupakan. Sebagai gantinya, strategi mencari sumber pendanaan tambahan yang tidak selaras dengan tujuan pendidikan justru akan menambah masalah baru.

Rektor Universitas Airlangga, Prof. M Nasih, memang mengingatkan bahwa pengelolaan tambang bukan hal yang mudah, namun ide untuk menjadikan tambang sebagai sumber dana pendidikan terasa seperti menggali lubang yang lebih dalam bagi masa depan pendidikan Indonesia. Pendidikan seharusnya tidak dipandang sebagai komoditas yang bisa dijual demi keuntungan semata. Pendidikan adalah hak dasar bagi setiap warga negara, yang harus dijaga dan diperjuangkan tanpa terperangkap dalam kepentingan kapitalisme.

Oleh karena itu, daripada memfokuskan energi untuk membuka peluang baru yang tidak sesuai dengan esensi pendidikan, lebih baik pemerintah berfokus pada pengelolaan anggaran pendidikan yang sudah ada dengan lebih bijaksana. Jangan sampai pendidikan Indonesia hanya menjadi ladang bisnis yang semakin memperburuk ketimpangan sosial. Dalam hal ini, pengelolaan yang baik dan transparan terhadap dana pendidikan akan lebih memberikan dampak positif bagi masa depan bangsa.

Mari kita berharap bahwa kritik-kritik yang ada tidak hanya menjadi gema, tetapi mampu mendorong perubahan nyata yang mendukung akses pendidikan yang lebih baik dan lebih merata bagi seluruh anak bangsa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun