BANDA ACEH -- Suasana politik di Aceh kembali memanas setelah sejumlah spanduk yang meminta Safrizal ZA mundur dari jabatannya sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Aceh bermunculan di berbagai wilayah, Senin (6/1/2025). Spanduk-spanduk ini ditemukan di beberapa titik strategis di lintas barat selatan Aceh, seperti di simpang Calang dan sepanjang jalan utama yang menghubungkan Banda Aceh dengan Aceh Jaya.
Beragam tulisan bernada kritik terpampang jelas di spanduk-spanduk tersebut. Salah satu spanduk berbunyi: "Kami koalisi masyarakat Aceh Jaya meminta Safrizal ZA mundur. Aceh harus mandiri. Tidak boleh di bawah ketiak Jakarta. Jangan ikut campur urusan BPMA."
Keberadaan spanduk ini sontak menarik perhatian masyarakat, khususnya para pengguna jalan. Muhammad Zais, salah seorang warga Aceh Jaya, menyebut bahwa munculnya spanduk ini menjadi indikasi memanasnya isu terkait Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA).
"Sepertinya persoalan BPMA menjadi pembahasan serius sehingga muncul spanduk seperti ini," ujar Zais. Pendapat serupa juga diungkapkan Mustaqim, warga lainnya, yang mengaku melihat spanduk serupa di beberapa titik.
Polemik Seleksi Kepala BPMA
Spanduk tersebut tampaknya tidak lepas dari polemik yang tengah terjadi terkait seleksi Kepala BPMA tahun 2024. Seleksi ini sebelumnya dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Pj Gubernur Aceh Nomor 500/1305/2024 tentang Pembentukan Panitia Seleksi Kepala BPMA Tahun 2024. Namun, proses seleksi ini menuai kontroversi setelah salah seorang peserta yang tidak lolos administrasi mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh.
Berdasarkan data yang dihimpun, gugatan tersebut telah terdaftar dengan nomor perkara 2/G/2025/PTUN BNA pada 6 Januari 2025. Gugatan ini menambah daftar panjang persoalan yang melibatkan BPMA, lembaga yang bertugas mengelola sumber daya migas Aceh.
Menurut pengamat politik Aceh, Munandar Hasan, isu ini mencerminkan konflik antara pemerintah pusat dan daerah. "Ada semacam ketidakpuasan yang dirasakan oleh sebagian masyarakat Aceh terhadap kebijakan yang dianggap terlalu sentralistik," jelas Munandar.
Latar Belakang Konflik
BPMA, yang dibentuk untuk mengelola sumber daya alam Aceh secara mandiri pasca-implementasi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), sering menjadi sorotan. Banyak pihak menilai keberadaan BPMA seharusnya mencerminkan otonomi daerah yang dijanjikan kepada Aceh. Namun, keterlibatan pemerintah pusat dalam proses seleksi Kepala BPMA dianggap bertentangan dengan semangat kemandirian Aceh.