[caption id="" align="alignleft" width="261" caption="contoh tumpeng"][/caption] Edukasi | Ini hanya sedikit catatan saya tentang tumpeng. Suatu kali mungkin kita pernah mendengar wong setrim mengatakan tumpeng itu syirik, kenduri itu bidengah, pamongan itu dosa. Saya ingin mengawali dengan mengatakan bahwa tumpeng adalah media. Dari sebuah media, anda bisa membaca pesan yang ingin disampaikan. Bentuk media juga mengalami perubahan-perubahan dari media pahat, gores, yang semuanya konvensional, hingga kini berkembang dalam format digital. Tak hendak menggurui, saya hanya akan menyampaikan kembali apa yang pernah diceritakan para pendahulu soal tumpeng. Begini ceritanya ... Le, kenapa kamu bangunkan Simbah? Ee... sebelumnya minta maaf, Mbah. Saya hanya mau minta penjelasan, Mbah. Penjelasan soal apa? Soal tumpeng, Mbah. Kenapa dengan tumpeng? Ada yang mengatakan tumpengan itu syirik, Mbah. Haaa...?! Syirik...?! Siapa yang bilang??? (Simbah mendelik, nada bicaranya meninggi). A..a..anu, Mbah. Yang bilang wong setrim... Siapa itu wong setrim?! Itu Mbah, yang menyandera Gusti Allah, katanya hanya miliknya. Oo... itu namanya bukan wong setrim, tapi ekstrim, dulu Kanjeng Nabi sudah meramalkan...itu termasuk golongan wong edan... Ooo... Lha terus penjelasan Simbah soal tumpeng tadi, bagaimana? Sini, Le. Mendekat, tutup matamu ya ... Baik, Mbah. Mata sudah saya tutup. (tiba-tiba terasa ada sesuatu bergerak agak cepat, hingga membuat telinga merasakan ada angin berhembus agak kencang...) Sudah, buka matamu, Le. (Ternyata Simbah menghadirkan sebuah tumpeng didepanku...) Mbah... Tumpengnya masih mengepulkan asap seperti baru dimasak, boleh saya makan? Husy, ini pinjam punya tetangga kampung yang sedang punya hajat, nanti kita kembalikan lagi. Nggih, Mbah. Kamu lihat, Le. Perhatikan semua bagian dari tumpeng ini. Coba kamu sebutkan, ada apa saja. Emmm... Nasi tumpeng lancip keatas, sayuran dan lauk pauk! Bener... Nah, sekarang Simbah mau menjelaskan... Begini, nasi tumpeng yang lancip keatas ini, seperti gunung, ada artinya, yaitu menggambarkan tempat ketinggian, bersemayamnya Gusti Allah sebagai Dzat Yang Maha Tinggi.... Itu juga sebagai gambaran supaya manusia selalu berusaha menggapai ketinggian derajat. Siapa manusia yang tinggi derajatnya? Yaitu hamba yang bertaqwa, karena yang membedakan tinggi rendahnya manusia itu adalah ketaqwaannya. Kalau sayuran sama lauk pauknya itu punya pesan juga, Mbah? Husy! Simbah belum selesai soal nasi tumpengnya. Jadi nasi tumpeng itu dibuat menjulang tinggi dan dibawahnya dipenuhi dengan sayuran dan lauk pauk itu juga punya arti bahwa anak-anak itu harus bisa memikul kehormatan orang tua, dan memaafkan serta menyembunyikan segala hal yang tidak menyenangkan dari orang tua, mikul dhuwur mendhem jero, bagaimanapun orang tua itu harus dihormati, makanya puncak tumpeng seringkali diberikan kepada anggota keluarga yang paling tua, atau kepada sesepuh dalam masyarakat. Pesan lainnya adalah bahwa Yang Maha Tinggi memberikan kemakmuran dengan kesuburan tanah, sungai-sungai mengalir ke sawah, sebagai rizki untuk disyukuri yang dilambangkan dengan sayur mayur, juga dengan adanya lauk ikan, telur dan daging ayam. Kenapa sayurannya kangkung, bayam, kacang panjang, terus ada urap, ikan lele, teri dan telur ayam, Mbah? Begini cah bagus, setiap yang disajikan dalam media penyampai pesan bernama tumpeng, itu memang ada artinya. contohnya urap, berbagai macam sayuran yang direbus kemudian diberi kelapa parut dengan bumbu rempah-rempah, itu melambangkan urip atau hidup atau sumbe rkehidupan. Sayuran disini menjadi lambang alam tumbuhan atau flora sebagai karunia Gusti Allah untuk kehidupan manusia, Adapun kangkung, untuk melambangkan bahwa manusia harus bisa hidup dimana saja, dalam kondisi apa pun seperti kangkung yang dapat di air maupun di darat, pantang menyerah sampai jinangkung cita-citanya. Kehidupan yang ayem tentrem, dilambangkan dengan kesederhanaan sayuran bayem. mudah diolah, bermanfaat bagi siapa saja. Jadi kalau mau kehidupan dalam keluarga dan masyarakat itu ayem tentrem, jadilah orang yang bisa ngyem-yemi orang lain, bermanfaat bagi sesama seperti dipesankan Kanjeng Nabi Muhammad, bahwa belum berislam jika orang disekitarnya tidak merasa aman, dan sebaik-baik manusia itu ialah kemanfaatan dirinya bagi sesamanya-khoirunnaas anfa'uhum linnaas. Kebaikan itu membuat orang berumur panjang, kalau kita hidup apa adanya, seutuhnya sebagai manusia, meskipun mati akan dikenang karena kebaikan-kebaikan selama hidup, itu yang Kanjeng Nabi kabarkan kepada ummatnya. Karena jaman itu simbah-simbah kita belum bisa membuat tv, belum bisa menulis dan belum mengenal acta diurna, maka disampaikan pesan ini kepada anak-anak dengan lambang kacang panjang utuh untuk sayuran tumpeng. Untuk mengajarkan rendah hati, ketabahan dan keuletan dalam menghadapi tantangan hidup, simbah-simbah kita dulu menunjukkan kepada anak-anak Ikan Lele. ikan yang hidupnya didasar sungai atapun hanya genangan yang berlumpur kekurangan air. Lantas kenapa ikan teri yang kecil-kecil itu juga dimasukkan dalam pesan media tumpeng? Kamu tahu, Le, ikan teri yang kecil-kecil itu hidupnya penuh kerukunan, selalu bersatu dengan kelompoknya, karena persatuan itu membuat kita menjadi kuat.Bahkan ikan teri itu jika bergerombol bisa menggulingkan kapal. Terus kenapa telur rebusnya tidak dikupas, Mbah? Hehehe... Pertanyaan bagus, Le.Telur untuk tumpeng direbus utuh bersama kulitnya, itu untuk melatih pola pikir, bahwa dalam semua tindakan itu harus direncanakan dengan baik, harus dikupas tuntas sebelum dimakan seperti telur rebus itu. Supaya tetap bulat tidak rusak, maka mengupasnya pun harus dengan hati-hati. Pesan lainnya dari telur itu sendiri, bahwa kita ini hidup di alam semesta dilingkupi perlindungan dari Gusti Kang Maha Luas, dihidupi dengan sumber-sumber kehidupan yang melingkupi di sekitar kita, dan kita hanya bagian yang sangat kecil dari jagat raya ini. Jadi jaman simbah dulu kalau mau makan tumpeng ada pitutur dulu, Mbah? Benar sekali, Le. Orang tua akan memberikan pitutur kepada anak-anak, atau sesepuh akan memberikan pitutur berupa piwulang sambil menunggu tumpengnya menjadi hangat, karena pesan para sepuh, juga pesan Kanjeng Nabi, bahwa kita tidak dianjurkan makan makanan yang panas, karena Gusti Allah tidak memberikan makan kita dari neraka atau alam api. Ooo, jadi begitu ya, Mbah, ceritanya. Kalau begitu terimakasih atas penjelasannya. Berhubung tumpengnya sudah tidak panas mari kita santaap... Eeee... itu tumpeng pinjam punya orang hajatan, ayo kembalikan! Setelah ini kamu datang ke Pak Kyai, minta disaksikan untuk mengulang syahadat menjadi orang Islam, bukan bersyahadat untuk menjadi seperti orang Arab! Nggih, Mbah... -- end text (entek/habis) -- the last (telas/penghabisan) -- sumber: http://www.maharprastowo.com/2013/12/membela-tumpeng-dari-tuduhan-syirik.html#gpluscomments
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H