Mohon tunggu...
M Sanantara
M Sanantara Mohon Tunggu... Model - Art Modeling

Hanya seorang lelaki biasa yang senang mendengar hatimu bercerita.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi: Ringing into Silence

29 Januari 2025   17:31 Diperbarui: 29 Januari 2025   17:31 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada suatu resah yang aduh,  
kau duduk di ruang asing,  
dengan hela pendek-pendek  
seperti pulsa yang hampir padam.  

Di balik daftar nama tak dikenal,  
nomorku melayang tanpa jangkar,  
mengetuk lengkingan suaramu---  
yang bagiku adalah rumah,  
tapi bagimu cuma gema  
di antara dering yang tak kau undang.  

Oh, kasih,  
peluk aku dalam hembus call baringmu,  
di detik ke-51 menit  
kita bisa saling mengerti sunyi  
sebelum waktu lebih dulu habis.  

Kau ingin menjadi bayangan di dinding,  
tak ditemukan oleh tujuan-tujuan asing.  
Tapi dunia menunggu namamu  
sebagai keinginan-keinginan yang terasing.  
Bagaimana memangkas percakapan  
yang lebih panjang dari lelah?  

Di ruang tunggu, suara-suara terkoyak,  
menjadi sinyal yang tercecer di udara,  
tak pernah sampai pada connected call result. 

Hari ini, kau ingin menjadi seluruh panggilan yang asing.  
Tapi kau tahu, hanya ada satu cara  
untuk menghapus suara-suara itu:  
seseorang yang entah siapa,  
dengan mata lisut dan lidah kelu,  
mengangkat gagang telepon,  
dan menjawab dengan satu kalimat  
yang mengubah seluruh panggilan menjadi nyata---  
"Ya, dengan saya sendiri." 

Pada suatu kalut yang bobrok,  
kata-kata ingin runtuh,  
berhamburan ke udara,  
dimakan karbondioksida,  
terserap stomata daun,  
lalu kembali sebagai oksigen  
di dada yang terlalu sesak untuk sunyi,  
di kepala yang terlalu riuh untuk damai.  

Di dalam wartel yang remang,  
bau tinta kertas telepon menguap di udara,  
receh jatuh dan berguling ke sudut lantai,  
gagang telepon dingin di genggamanmu,  
seperti tulang belulang harapan yang nyaris lapuk.  

Kau duduk dengan kepala menunduk,  
mengepal gagang telepon seerat mungkin,  
seolah-olah itu satu-satunya pegangan yang tersisa.  

Di ujung kabel yang panjang dan dingin,  
kau terus menyebut namanya,  
"halo, selamat pagi, Rendy sayang..."  
"Sayang...?"  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun