Dalam filsafat Timur, kekosongan adalah sumber kekuatan. Kekosongan, atau "sunyata" dalam tradisi Buddha, dipahami bukan sebagai kehampaan semata, melainkan sebagai ruang di mana potensi tanpa batas dapat berkembang. Ia adalah dasar dari semua keberadaan, seperti wadah kosong yang memungkinkan segala sesuatu terisi, atau seperti diam dalam musik yang memperkuat makna nada-nada di sekitarnya. Status single bisa menjadi fase di mana kita merangkul kekosongan ini, bukan sebagai kehilangan, tetapi sebagai potensi. Bayangkan kekosongan seperti ruang dalam musik: ia tidak diam, tetapi menjadi penentu irama dan makna. Kanvas kosong hidup kita menunggu untuk dilukis tanpa batasan dari ekspektasi luar.
Dalam kekosongan itu, ada peluang untuk menciptakan kehidupan yang benar-benar otentik. Seperti seorang pemahat yang memulai dari sebongkah batu, kita dapat membentuk diri kita menjadi apa pun yang kita impikan.
Renungan Akhir
Apakah salah memiliki status single? Tidak, justru ini adalah momen untuk menemukan makna sejati dari eksistensi. Dalam perjalanan hidup yang penuh warna ini, status single bukanlah tanda kesendirian, melainkan undangan untuk menyelami kedalaman jiwa, merangkai mimpi, dan melukis cerita yang hanya kita sendiri yang mampu menceritakannya. Seperti perjalanan seorang filsuf, status single adalah meditasi berjalan---menghadirkan makna pada setiap langkah. Meski, tetap saja ada yang tersesat di labirin rasa mendamba cahaya cinta, kamu tahu apa itu? saya tunggu jawabannya di kolom komentar! (*)
Tentang penulis:
M Sanantara, lahir di Bogor, 650 SM. Sarjana botani, penikmat dosa, lukisan impresionisme, dan berpuisi dimana saja asal bukan di alam kubur.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI