Urat Nadi Sungai Way Seputih [caption id="attachment_189787" align="alignright" width="300" caption="Curup Tujuh, Register 39"][/caption] Bagi sejumlah kaum adam, seksi biasa dipandang sebagai obyek yang terlihat minimalis. Sebagian lainnya menyebut sesuatu yang jarang dijumpai, unik, atau berbeda dari biasanya alias eksotik. Ada juga yang mengatakan seksi adalah keindahan, natural, dan sesuatu yang membangkitkan rasa penasaran hingga membuat pikiran menerawang. Apapun pengertiannya, seksi merupakan artikulasi penangkapan suatu obyek dari sensor mata seseorang yang ditransformasikan ke dalam pikiran dan mengalir melalui rongga mulut hingga terucap sebuah kata. “Seksi” Inilah yang dirasakan Tribun ketika untuk kali pertama melirik Curup Tujuh. Letaknya yang menyempil dan ditutupi rerimbunan pepohonan, semakin membuat rasa keingintahuan untuk menengok langsung dari dekat. Sedekat-dekatnya. Butuh perjuangan ekstra tenaga agar bisa secara langsung bertatapan dengan Curup Tujuh. Kira-kira diperlukan waktu setengah jam perjalanan menggunakan roda dua dari kampung terakhir. Yakni Pekandangan dan Marga Jaya. Setelah itu, dilanjutkan dengan perjalanan kaki setapak demi setapak menaiki bukit di kawasan hutan lindung Register 39. [caption id="attachment_189789" align="alignleft" width="300" caption="Getek atau rakit merupakan salah satu transportasi yang digunakan untuk menuju Curup Tujuh, Register 39 dari Kampung Pekandangan"]
[/caption] Saat beban kaki mulai terasa berat karena perjalanan menanjak selama 15 menit, telinga tiba-tiba dimanjakan dengan mendengar alunan-alunan air berjatuhan yang seolah ingin mengatakan selamat datang di gerbang Way Seputih, Curup Satu. Curup Satu merupakan aliran air terjun pertama dari total tujuh aliran yang berada di hulu Sungai Way Seputih, Lampung Tengah. Biasanya, tempat ini dijadikan persinggahan pertama bagi para pengunjung. Pasalnya, medan untuk menyaksikan keindahan panorama Curup Tujuh secara dekat jauh lebih berat. Setelah beristirahat sejenak, perjalanan kembali dilakukan melalui jalur hutan. Inilah mengapa air terjun curup tidak terlihat mata secara langsung dari bawah atau dari perkampungan terakhir. Di sinilah letak keseksiannya. Memakan waktu sekitar 15 menit dari Curup Satu, pesona Curup Tujuh akhirnya bisa terlihat. Terjunan air setinggi kira-kira 30 meter terpampang jelas di depan mata. Seutas pelangi terlihat menggoda tepat dijatuhan air. Rasa lelah seketika hilang akibat digantikan pemandangan luar biasa keagungan alam. Kealamian masih sangat terasa pekat. Di kanan kiri bertengger hutan pepohonan sebagai pelindung. Ratusan kalelawar dan suara puluhan monyet liar semakin menandakan Curup Tujuh sebagai urat nadi sungai Way Seputih. Dari sini, terlihat beberapa terjunan air berada di bawah Curup Tujuh. Namun, untuk melihat jelas, dibutuhkan nyali lebih besar untuk memanjat perbukitan dengan tingkat kemiringan ekstrim setinggi kira-kira 30 meter. Hingga berada tepat dan sejajar saat air berjatuhan. “Sebelum air jatuh dari Curup Tujuh ini, ada supit setinggi dua meter (tebing batu dialiri sungai) sepanjang 300 meter. Jadi aliran sungai menyempit baru melebar lagi ke curup ini,” cerita Zakaria, Sekretaris Kampung Pekandangan, yang mengaku pernah menelusuri aliran sungai Way Seputih hingga ke pusat mata air. Pria berusia 39 tahun ini mengenang, sebelum supit terdapat kali liang. Yaitu pusaran air yang airnya masuk ke dalam tanah atau batu. “Jadi mata air-mata air menjadi satu dan membentuk badan sungai kecil sekitar lebar dua meter. Kalau warga bilangnya kali liang. Kira-kira sepanjang setengah kilo. Airnya baru keluar di supit tadi, baru ketemu curup tujuh ini,” ungkapnya. Curup Tujuh dikabarkan kerap ramai dikunjungi penduduk lokal saat memasuki musim libur. Keindahannya memang tidak cukup terekspose sehingga originalitas Curup Tujuh masih sangat terjaga secara alami. Bapak tiga anak ini berpendapat, jika dieksplorasi, Curup Tujuh bukan tidak mungkin memiliki nilai jual atau mampu menarik wisatawan. Sehingga membuat daerah sekitar hidup dan menopang ekonomi penduduk lokal. “Atau mungkin dimanfaatkan airnya sebagai tenaga listrik. Karena Pekandangan dan Marga Jaya sampai sekarang kan belum dialiri listrik,” cetusnya. Keindahannya yang dipadu dengan alam memang membuat Curup Tujuh layak menjadi salah satu destinasi
wisata alam. Letakanya yang berada di dalam kawasan hutan lindung justru membuat ketersembunyian dan keliaran secara alami. Inilah yang menunjukkan keseksian Curup Tujuh. Mungkin, ini juga yang menjaga Curup Tujuh menjadi tetap seksi. Karena tidak tersentuh tangan-tangan nakal. Sebagai hulu Way Seputih, aliran air Curup Tujuh merupakan sungai terpanjang di Lampung Tengah yang mencapai 190 kilometer (KM), dan memiliki catchment area (daerah aliran sungai) terluas di Provinsi Lampung. Yaitu 7.149, 26 kilometer persegi dengan beberapa anak sungai yang panjangnya lebih dari 50 KM. Ribuan hingga ratusan ribu warga sangat bergantung pada keberadaan air sungai Way Seputih. Membuat alam untuk merawat Curup Tujuh secara alamiah dengan sendirinya, bisa jadi merupakan opsi terbaik untuk tetap membiarkan keseksiannya terjaga abadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya