Mohon tunggu...
indra simanjuntak
indra simanjuntak Mohon Tunggu... profesional -

Tribun Reporter & Kakao Trader !

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Wuihhh, Jantung Ana ‘Pindah’ Posisi

29 Mei 2012   11:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:38 3165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_191334" align="alignright" width="300" caption="Gambar lingkaran pada hasil rontgen Ana Nuraini (sebelah kiri) menunjukkan perbedaan letak jantung yang berada di kanan dengan gambar yang di kanan (normal)."][/caption] Selama 17 Tahun Tak Merasa Keganjilan

Pernah merasakan detak jantung sendiri? Jika belum, ada baiknya Anda untuk segera mencobanya sekarang. Cara yang paling mudah adalah dengan menempelkan tangan pada bagian sekitar dada. Normalnya, degup jantung akan sangat terasa kuat pada rongga bagian dada sebelah kiri. Karena di situlah letak jantung manusia.

LANTAS, bagaimana jadinya jika detak jantung ternyata lebih kuat pada dada bagian sebelah kanan? Inilah yang dialami seorang Ana Nuraini, warga Seputih Banyak, Lampung Tengah. Selama 17 tahun lebih ia tak pernah merasa jika organ tubuhnya berbeda posisi dengan orang pada umumnya.

Dara kelahiran 10 Agustus 1994 ini baru menyadari adanya perbedaan letak organ tubuhnya beberapa hari lalu. Saat memeriksakan dirinya ke Balai Pengobatan Putribayu Kota Gajah, karena mengalami gangguan pada bagian perut.

Sumantri, dokter umum sekaligus pemilik Balai Pengobatan Putribayu Kota Gajah ini mengaku terperangah kaget saat memeriksa tubuh Ana, yang pada waktu itu mengeluhkan sakit pada bagian perut.

Alih-alih menanggapi keluhan pasien, pria yang telah 20 tahun menjadi paramedis ini justru kebingungan. Pasalnya ia tak pernah menemukan adanya keganjilan letak organ tubuh manusia selama praktek sebagai dokter umum.

“Saya bingung. Saya cek berulang-ulang pakai Ultra Sonografi (USG). Livernya pindah posisi. Saya cek lagi posisinya tetap di situ. Di sebelah kiri. Selama 20 tahun ini saya tahunya liver ada di kanan,” cerita Sumantri, Minggu (27/5).

Merasa penasaran, Sumantri kembali melakukan pengecekan menggunakan foto rontgen. Hasilnya ternyata tetap sama. Bahkan, organ jantung pasien diketahui memiliki letak yang tidak sama pada kebanyakan pasien umumnya.

“Setelah kita rontgen dan USG berkali-kali, hasilnya menjadi lebih jelas. Memang sebagian organ tubuh Ana ini berpindah posisi dari normalnya. Yang terdetek pindah itu baru jantung, liver, dan limpa. Mungkin bisa lebih banyak lagi, karena alat kita di sini juga terbatas,” papar pria berusia 47 tahun ini.

Meski diakui secara medis merupakan sebuah kelainan, ternyata tidak semua dokter mengetahui adanya keganjilan tersebut. Beberapa literatur menyebutkan, fenomena yang dialami Ana dapat terjadi pada setiap orang baik pria maupun wanita.

Pria murah senyum ini juga sempat menanyakan ke beberapa rekan seprofesinya. Uniknya, kesemua rekannya juga tidak mengetahui kelainan yang berada pada tubuh Ana Nuraini, pemilik organ tubuh terbalik.

“Selama menempuh pendidikan sebagai dokter umum, tidak pernah ada pembicaraan untuk kasus seperti ini. Kalau ginjal satu itu memang dipelajari. Saya tanya teman di rumah sakit umum juga tidak ada yang tahu ini apa,” imbuh Sumantri.

Tak Merasa Ganjil

Kebingunan juga mendera Ana Nuraini. “Saya juga baru tahu sekarang. Bingung juga setelah tahu begini,” tuturnya, yang mengaku tidak mengalami keluhan apapun berkaitan dengan terbaliknya posisi organ. Berdasarkan pemeriksaan Ultra Sonografi (USG) dan citra rontgen, jantung Ana terdeteksi berada di sebelah kanan.

Tak hanya jantung, limpa yang lazimnya di pinggang sebelah kiri, berpindah di sebelah kanan. Pun demikian dengan liver yang normalnya di sebelah kanan, di tubuh siswi MA Fantri Bhakti ini berada pada bagian kirinya.

Meski terbalik dari kebanyakan orang, semua organ tubuh Ana berfungsi normal. Perempuan berusia 17 tahun ini tidak pernah merasa ada keganjilan dalam tubuhnya. Termasuk sakit penyakit maupun keluhan sejak kecil.

“Lahirnya normal. Waktu ibunya mengandung juga normal. Enggak ada yang berbeda dengan kakaknya. Sakit-sakitan juga enggak pernah. Ya biasa saja. Ya baru tahu itu setelah cek karena sakit perut kemarin itu,” terang Sunardi, ayah Ana.

Bapak dua anak ini menambahkan, masa kanak-kanak Ana beserta sang kakak juga tidak mengalami perbedaan mendasar secara fisik. “Ya sakit baru-baru ini. Itu karena maag. Jadi kita bawa ke dokter. Setelah diperiksa ternyata dokternya juga binggung. Karena ada yang berbeda tadi,” cerita pria yang berprofesi sebagai petani ini.

Fenomena yang terjadi pada tubuh Ana, dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah situs inversus atau dextrocardia. Yakni suatu kelainan kongenital dimana organ visceral major terbalik dari posisi normalnya. Namun, tidak semua dokter ternyata mengenali kelainan ini.

Dari beberapa informasi yang ditelusuri Tribun melalui dunia maya, sangat sedikit sekali literatur yang memuat tentang situs inversus. Anehnya, wikipedia menyebutkan prevalensi (jumlah kasus) situs inversus 1 berbanding 10.000 orang.

Keterangan tersebut sangat berbanding terbalik dengan informasi yang dimuat emedicine.com.Sebuah website kesehatan berbahasa inggris yang menyebutkan situs inversus hadir dalam 0,01 persen dari populasi manusia dan merupakan kelainan yang cukup langka.

Apa yang dimuat emedicine.com ini mungkin jauh lebih masuk akal. Pasalnya, jika merunut prevalensi wikipedia 1 berbanding 10.000, tentunya akan sangat mudah mencari rujukan di internet dengan jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 240 juta jiwa. Selain itu, informasi mengenai situs inversus juga sangat-sangat sedikit ditemukan dalam literatur kesehatan Indonesia.

Emedicine juga mencatat, ilmu kedokteran masih belum dapat memastikan penyebab dari kelainan ini. Hanya asumsi bahwa hal tersebut terjadi karena perubahan atau mutasi gen saat pembentukan organ ketika masih janin. Sehingga hal tersebut menjadi misteri yang belum terpecahkan hingga saat ini.

Keyakinan situs inversus sebagai fenomena cukup langka juga diperkuat ketika Tribun kembali berselancar di website Kementrian Kesehatan dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Dengan memasukkan kata kunci situs inversus atau dextrocardia pada kolom search (mencari), di kedua kanal elektronik tersebut tidak ditemukan informasi yang berkaitan.

Kuswandi Dapat 20 Pasien Seperti Ana

Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Rumah Sakit Bumi Waras Bandar Lampung Kuswandi memastikan apa yang dialami remaja warga Seputih Banyak, Lampung Tengah tersebut juga terjadi pada banyak orang.

Berdasarkan pengalamannya selama bertahun-tahun menjadi paramedis, letak organ vital yang tidak normal merupakan bawaan sejak lahir. Kemungkinan, penderita baru mengetahui setelah memeriksakan diri ke dokter.

Menurutnya, letak jantung terbalik tidak akan menjadi masalah jika diikuti dengan organ dalam lainnya. Akan menjadi masalah jika letak jantungnya saja yang terbalik. “Selama berpratik, sudah 20 pasien saya mengalami hal seperti ini. Dari pengalaman saya tidak ada yang berumur panjang. Paling lama hidup itu kelas I SMP. Sebab tidak ada cara atau operasi untuk mengatasi masalah ini,” tuturnya.

Namun, untuk letak jantung dan organ dalam lainnya yang ikut terbalik, hidupnya bisa bertahan lebih lama. Kuswandi mengaku, ada seorang pasiennya dengan kondisi tersebut bertahan hingga usia 40 tahun, dan masih hidup hingga saat ini.

Meski hanya organ berposisi terbalik, sesungguhnya pengidap situs inversus memiliki resiko cukup tinggi saat menjalani perawatan kesehatan. Apa yang dilakukan Sumantri terhadap Ana dengan melakukan pengecekan berulang kali menggunakan USG dan rontgen, merupakan sesuatu yang patut diacungi jempol sebagai paramedis.

Karena besar kemungkinan pihak paramedis bisa salah melakukan diagnosis, ketika seorang pemilik situs inversus mengeluhkan gangguan fungsi organ tubuhnya. Dampak diagnosis yang salah karena keteledoran dan ketidaktahuansudah pasti sangat berbahaya bagi keselamatan jiwa pasien. Karena diagnosis yang kacau akan membuahkan keputusan yang lebih kacau.

* Juga diterbitkan di Tribun Lampung, edisi Senin dan Selasa (28-29/5)

* Juga diterbitkan di tribunlampung.co.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun