Mohon tunggu...
Maharani Nuzuar
Maharani Nuzuar Mohon Tunggu... Lainnya - Law enthusiast.

menulis mengenai pandangan pribadi saya atas isu hukum yang terjadi di sekitar

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Polemik Hak Berpendapat dan UU ITE

27 Februari 2021   04:35 Diperbarui: 4 Maret 2021   01:21 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernyataan Presiden dalam acara Peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman Republik Indonesia pada Hari Senin, 8 Februari 2021 seketika menjadi perhatian oleh warganet, beliau menyampaikan : "masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan, atau potensi mal-administrasi, dan para penyelenggara layanan publik juga harus terus meningkatkan upaya perbaikan-perbaikan,". Hal ini tentunya berkaitan erat dengan hak berpendapat beserta dengan implementasinya di Indonesia.

Membahas sedikit mengenai sejarah hak untuk berpendapat, diawali dengan pada tahun 1215M saat Piagam Magna Charta di Inggris ditandatangani, dan didalam isi dari piagam tersebut terdapat beberapa poin penting, diantaranya: adanya pembatasan absolutisme raja dan pengakuan manusia yang merdeka dan diakui sebagai subjek hukum yang berdaulat, serta memiliki kebebasan berpendapat.

Sedangkan di Indonesia, pada tahun 1999 Indonesia mulai memberlakukan Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia (HAM), yang salah satu isi didalamnya menjamin tentang kebebasan berpendapat di Indonesia, disusul dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), namun banyak yang beranggapan bahwa UU ITE memiliki beberapa pasal “karet”.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyatakan ada 351 jumlah kasus pelanggaran hak dan kebebasan sipil yang tercatat sepanjang 2020, oleh sebab itu wajar ketika sejumlah aktivis dan juga masyarakat menyoroti mengenai peraturan yang mengatur terkait dengan hal ini (Undang-Undang ITE), beserta dengan beberapa pasal yang dianggap dapat menimbulkan kontra dan juga multitasfir didalam pemahaman dan implementasinya.Sebelum membahas lebih lanjut mengenai pasal yang dianggap multritafsir, perlu diingat bahwa pada Desember 2015 lalu, Presiden telah mengajukan revisi kepada DPR, dan revisi terkait telah rampung dan tertuang didalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, salah satu pasal yang dinilai menjadi polemik dan multitafsir didalam kehidupan bermasyarakat adalah pasal 27 ayat (3) UU ITE, karena isi dari pasal inipun dianggap rancu.

Isi dari pasal 27 ayat (3) berbunyi: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan ,mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik/dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan atau pencemaran nama baik dapat dipidana maksimal empat tahun penjara, dapat dilihat bahwa pasal ini berpotensi dapat mengekang masyarakat, aktivis, maupun jurnalis dalam berpendapat dan mengkritik pihak kepolisian maupun pemerintahan, selain itu Pasal tersebut membahas pencemaran nama baik dan penghinaan melalui media massa, pasal ini juga kerap digunakan untuk menuntut pidana netizen yang melayangkan kritikan lewat sosial-media, tidak hanya itu melihat kedalam pasal pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian, pasal ini dinilai dapat merepresi agama minoritas dan juga terhadap warga yang terkait, serta pasal 29 tentang ancaman kekerasan, pasal ini memicu berbagai pro dan kontra, lantaran dapat dipakai untuk memidana orang yang ingin melaporkan/mengadu kepada polisi.

Terkait dengan sejumlah pasal yang dianggap multitafsir diatas, Presiden berpendapat bahwa: “jika ternyata dalam pelaksanaannya tidak memberikan keadilan bagi masyarakat, Presiden bersedia untuk meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk melakukan revisi dan menghapus sejumlah pasal yang dinilai rancu dalam UU ITE. MENKO POLHUKAM Mahfud MD juga mengungkapkan bahwa pemerintah akan mendiskusikan secara  inisiatif untuk meakukan revisi terhadap UU ITE, masyarakat sendiri sangat berharap dengan adanya revisi selanjutnya mengenai pasal-pasal yang dinilai "rancu" didalam UU ITE agar dapat terpenuhinya rasa keadilan dan hak untuk berpendapat bagi semua masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun