Ditulis Oleh : Maharani Prima
Mencuatnya kasus investasi yang dinilai merugikan para nasabahnya kali ini dilakukan oleh perusahaan penasihat perencanaan keuangan dan konsultan investasi, PT Jouska Finansial Indonesia. Menurut ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam, menjelaskan bahwa ada 80 kasus pengaduan yang masuk terkait dengan kasus dana investasi nasabah Jouska. PT Jouska dianggap merugikan kliennya karena berbuat fatal didalam pengelolaan saham dan sepihak didalam penempatan dana, menurut pengakuan beberapa klien, Jouska mengarahkan klien untuk menandatangani kontrak pengelolaan rekening dana investor (RDI) dan PT. Jouska juga memiliki akses untuk melakukan transaksi. Jouska juga berafiliasi dengan perusahaan PT. Mahesa Strategis Indonesia (MSI), kemudian MSI melakukan penempatan dana ke sejumlah portfolio investasi, dana investasi tersebut dibelikan saham dan reksadana, yang salah satunya berasal dari PT Sentra Mitra Informasi Tbk, yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham (LUCK) yang mulai beroperasi pada tahun 2008 dibidang informasi, teknologi, dan jasa solusi menejemen, selain itu PT Jouska juga membeli saham melalui PT. Philip Sekuritas, dengan aplikasi trading yang bernama POEMS.
Menurut pengakuan seorang klien PT. Jouska Yakobus Alvin, menjelaskan bahwa dirinya menaruh dana sekitar 65 juta dalam kurun waktu 2018 – 2019, namun diakhir tahun 2019 portfolio nya mengalami floating loss (penurunan saham secara drastis) mencapai 70% dari total saham yang dimilikinya, namun saat ia ingin melakukan cutloss (penjualan) dan beberapa kali meminta Jouska untuk menjual saham LUCK, namun tidak ada tanggapan dari Jouska.
Selain pengakuan dari para klien, ternyata Jouska juga belum memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang berarti bahwa Jouska bukanlah Lembaga Keuangan yang diakui, izin berdirinya Jouska hanya melalui perizinan OSS (Online Single Submission) yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan didalam izinnya tersebut disebutkan bahwa Jouska didirikan sebagai lembaga yang menyediakan jasa pendidikan atau sebagai lembaga kursus.
Berdasarkan fakta diatas, dapat dilihat bahwa ada beberapa hal yang dilanggar oleh PT. Jouska, yakni :
Pertama mengenai tindakan yang menyebabkan para klien dapat memproses kasus yang menyebabkan kerugian tersebut secara hukum, yang dikategorikan sebagai kasus penipuan. Tindak pidana penipuan atau perbuatan curang (bedrog) yang dilakukan PT.Jouska dapat ditemukan dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) sebagai berikut :“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Kedua, mengenai perizinan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, Jouska tidak masuk kedalam pengawasan OJK karena bukan lembaga jasa keuangan. Selain itu, izin usahanya pun tidak dikeluarkan oleh OJK. Hal ini bertentangan dengan fungsi dari OJK, yaitu OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan didalam sektor jasa dan keuangan (Undang-Undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, pasal 5), tidak hanya itu, akibat yang ditimbulkan dari PT.Jouska yang tidak memiliki izin yang jelas ini menyebabkan perjanjian yang disepakati antara klien dan PT.Jouska menjadi batal demi hukum karena tidak terpenuhinya syarat objektif dari perjanjian tersebut (Pasal 1320 KUHPerdata), dijelaskan juga di dalam Undang – Undang No 8 tahun 1995 (Undang – Undang Pasar Modal), didalam pasal 103, disebutkan bahwa : Pasal 103, yang berbunyi : “Setiap Pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal tanpa izin, persetujuan, atau pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 13, Pasal 18, Pasal 30, Pasal 34, Pasal 43, Pasal 48, Pasal 50, dan Pasal 64 diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”, berarti selain melanggar peraturan perizinan OJK Jouska pun menyalahi aturan didalam Undang - Undang Pasar Modal.
Ketiga, jika dilihat dari aduan nasabah yang mengatakan bahwa Jouska mengarahkan klien untuk menandatangani kontrak pengelolaan rekening dana investor (RDI) dapatlah dikaitkan dengan pelanggaran terhadap UU ITE nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Jouska jelas melanggar pasal 30 ayat 1 yang berbunyi bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau Sistem Elektronik milik orang lain dengan cara apapun.
Adapun beberapa tindakan yang telah diambil oleh instansi – instansi terkait pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan didalam sektor jasa dan keuangan, yaitu :
1.Satgas Waspada Investasi (SWI) telah memanggil PT Jouska Financial Indonesia atau Jouska sehubungan dengan laporan mengenai kegiatan usaha yang dilakukan oleh perusahaan dan OJK sudah melakukan koordinasi dengan SWI.
2. SWI memutuskan untuk menghentikan operasional PT Jouska Finansial Indonesia dan dua perusahaan mitra mereka, yakni PT Mahesa Strategis Indonesia dan PT Amarta Investa Indonesia, karena diduga telah bertindak sebagai perusahaan penasihat keuangan, sekuritas, dan manajer investasi tanpa izin. Keputusan itu diambil setelah pada Jumat, 24 Juli 2020.
3. Satgas memanggil Chief Executive Officer (CEO) Jouska Aakar Abyasa Fidzuno untuk meminta klarifikasi mengenai laporan masyarakat yang merasa dirugikan dengan layanan perusahaan yang mengklaim sebagai perencana dan konsultan keuangan, dan menanyakan tindakan lebih lanjut apakah yang akan diambil oleh Jouska sebagai bentuk pertanggung jawaban terhadap dana nasabah – nasabahnya tersebut.
Komisi XI DPR RI yang membidangi moneter, keuangan dan perbankan selalu menekankan fungsi pengawasan OJK terhadap menjamurnya pendirian lembaga keuangan non bank di tanah air. Menurut salah satu anggota Komisi XI DPR-RI Masinton Pasaribu, saat diwawancara Rabu 16 September 2020, beliau mengatakan sudah ada beberapa Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang mengatur tentang perizinan, salah satunya adalah POJK Nomor 5 tahun 2014 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjaminan yang mengatur secara spesifik dan komprehensif dibidang perizinan dan kelembagaan keuangan dengan tetap memperhatikan beberapa prinsip, salah satunya adalah prinsip kehati-hatian, dan mengimplementasikan pasal 2 ayat 6 dalam peraturan terkait dan juga diharuskan adanya bukti kelulusan penilaian kemampuan dan kepatutan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Meskipun sudah banyak regulasi berupa peraturan yang diterbitkan OJK, namun pengawasan OJK terhadap lembaga keuangan non bank yang berpotensi merugikan masyarakat umum sebagai nasabah harus diutamakan. Selain melaksanakan fungsi pengawasan, OJK harus berkesinambungan melakukan edukasi kepada masyarakat." tegas Masinton.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari kasus Jouska ini adalah adanya hal – hal yang crucial yang dilanggar oleh PT. Jouska mulai dari pengaturan mengenai perizinan, ITE , bahkan pengaturan terhadap sebuah perjanjian itu sendiri, selain hal tersebut pembaca juga diharapkan agar lebih berhati – hati didalam melakukan investasi dana, dimulai dari pengecekan perizinan lembaga, melihat konsistensi kerja lembaga sekuritas dalam mengelola dana investor, dan jangan mudah tergiur dengan tawaran return yang sangat besar, apalagi jika dijanjikan dalam kurun waktu tertentu, penulis dan juga masyarakat juga berharap adanya tindakan yang tegas oleh SWI dan juga OJK yang diharapkan lebih teliti didalam mengawasi perusahaan – perusahaan non-perbankan, agar tidak ada lagi kasus serupa yang bersifat merugikan dan meresahkan nasabah kedepannya.