Makin meledaknya populasi manusia, terutama di Indonesia, membuat kebutuhan akan energi makin meningkat. Salah satunya adalah energi listrik. Pemerintah kemudian mengupayakan untuk menambah pasokan listrik nasional. Namun upaya yang dilakukan masih menggunakan cara lama, yaitu dengan mengolah bahan bakar fosil. Hal ini tentu dapat menimbulkan masalah. Bahan bakar fosil adalah salah satu bentuk energi yang tidak dapat diperbarui. Sehingga apabila terus dieksploitasi tentu akanmembuat semakin terbatasnya cadangan bahan bakar fosil. Untuk itu, perlu dikembangkan suatu sumber energi baru. Upaya penemuan sumber energi terbarukan ini bahkan sudah menjadi “trending topic” di negara-negara lain. Salah satu sumber energi terbarukan yang banyak menjadi wacana adalah sumber energi nuklir dan panas bumi.
Kedua sumber energi ini sudah lama menjadi wacana. Namun pada praktek pelaksanaannya pemanfaatan energi nuklir jauh lebih banyak menuai kontroversi. Salah satu bentuk kontra masyarakat dapat dilihat dari reaksi Warga Balong, Jepara, Jawa Tengah. Mereka menolak keras proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di desa mereka. Penolakan ini dengan alasan dampak yang dapat ditimbulkan bila terjadi kesalahan dalam proyek PLTN. Bencana yang baru- baru ini terjadi di Jepang pun turut menambah ketakutan masyarakat akan penggunaan teknologi nuklir. Gempa yang terjadi di Jepang pada tanggal 11 Maret lalu hanya berkekuatan 8,9 skala Richter. Namun mampu membuat kekhawatiran yang begitu besar bagi warga dunia karena mampu mengakibatkan meledaknya reaktor nuklir unit 1 di Fukushima, Jepang. Kekuatan gempa yang menempati urutan ketujuh gempa terbesar di dunia ini berada di bawah kekuatan gempa yang pernah melanda Sumatra pada tanggal 26 Desember 2004. Gempa Sumatra yang berkekuatan 9,1 skala ritcher menempati urutan ketiga gempa terbesar di dunia. Hal ini tentu perlu menjadi perhatian pemerintah untuk meninjau kembali rencana pengembangan PLTN di Indonesia yang mempunyai slogan”Nuklir sebagai energi baruan 2025”.
Bila dilihat, kondisi alam Indonesia memang jauh lebih banyak bergejolak dibandingkan kondisi alam Jepang. Apabila ingin tetap mempertahankan pembangunan PLTN, Indonesia akan mendapat PR besar. Indonesia harus mempunyai strategi-strategi pengaman khusus yang lebih baik dari Jepang untuk dapat meminimalisir dampak yang lebih buruk yang kelak dapat muncul bila terjadi gejala alam semacam gempa bumi ini. Namun ketika kita menilik kembali tingkat kemajuan teknologi kedua negara, sepertinya masih jauh dari kata “Bisa”.
Dibandingkan sumber energi nuklir, pemakaian sumber energi panas bumi sebenarnya jauh lebih berpotensi bila dilaksanakan di Indonesia. Energi panas bumi adalah energi yang diekstrasi dari panas yang tersimpan di dalam bumi. Bila dibandingkan negara lain, Indonesia merupakan negara yang memiliki energi panas bumi terbesar. Sumber energi panas bumi di Indonesia mencapai 40% dari total energi panas bumi dunia. Melihat fakta ini, seharusnya Indonesia mampu menjadi negara produsen panas bumi terbesar di dunia. Namun kenyataannya Indonesia masih belum mampu memanfaatkan potensi yang dimiliki secara maksimal. Banyak Wilayah kerja pertambangan atau WKP energi panas bumi di beberapa daerah terbengkalai dan kurang diminati investor. Seharusnya ini menjadi perhatian pemerintah. Namun kenyataannya pemerintah terlalu sibuk dengan proyek energi nuklirnya yang masih sangat controversial itu. Akibatnya Indonesia baru dapat memanfaatkan potensinya sebesar 4,2%.
Pemakaian energi panas bumi bahkan memiliki nilai lebih bila dibandingkan energi nuklir dan energi lain. Energi panas bumi jauh lebih ramah lingkungan karena emisinya tidak mengandung polutan kimiawi atau limbah, sehingga mampu mendukung upaya untuk mengurangi pemanasan global. Hal ini tentu berbeda sekali dengan energi nuklir. Selain menghasilkan polutan, limbah energi nuklir seperti plutonium hanya bisa meluruh setengah dari daya radioaktif total dalam kurun waktu 24.000 tahun. Artinya dibutuhkan waktu 24.000 tahun untuk dapat mengurangi sifat radioaktif limbahnya sebanyak 50%. Padahal, di Bumi tidak pernah dijumpai bangunan yang tetap mampu berdiri kokoh dalam kurun waktu 24.000 tahun. Lalu akan disimpan dimana limbah radioaktif tersebut?. Kemudian kelebihan lain energi panas bumi adalah dapat terbarukan karena sumber panas yang berada dalam bumi tidak terbatas, tidak seperti bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui. Energi panas bumi atau disebut juga “energi hijau” mampu menghemat anggaran negara. Anggaran negara untuk konsumsi bahan bakar fosil atau upaya pemeliharaan PLTN bisa dipangkas banyak. Energi panas bumi mampu menyediakan pasokan listrik yang lebih andal, stabil dan tidak memakan banyak tempat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H