Maret 2020 menjadi awal merebaknya Pandemi Covid-19 di Indonesia dengan diumumkannya dua orang warga Kota Depok yang positif terinfeksi. Pandemi Covid-19 yang terjadi secara masif menyebabkan negara-negara terdampak. Dilansir dari Tirto.id (11/09), Indonesia mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi selama dua kuartal pertama tahun 2020.
Pada kuartal pertama tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 2,97% dan mengalami penurunan signifikan, dibandingkan dengan kuartal terakhir tahun 2019 yaitu 5,05%. Indonesia mengumumkan penurunan pertumbuhan ekonomi parah pada kuartal kedua tahun 2020 yaitu minus 5,32%.
Penurunan pertumbuhan ekonomi juga dirasakan negara tetangga, khususnya negara ASEAN. Penurunan tersebut dipicu oleh pandemi Covid-19 yang semakin masif sehingga mengharuskan pemerintah untuk memberlakukan aturan PSBB di banyak wilayah di Indonesia. Pembatasan kegiatan dengan presensi fisik dan dihentikannya beberapa sektor pekerjaan membuat kegiatan ekonomi lesu dan menurunkan daya beli masyarakat secara keseluruhan.
Akibat menurunnya aktivitas pasar barang dan jasa di Indonesia, para pelaku usaha baik skala besar maupun kecil dan menengah diharuskan memutar otak untuk mempertahankan badan usaha dengan berbagai cara beradaptasi. Tantangan yang harus dihadapi seluruh elemen bangsa haruslah melibatkan berbagai pihak dan komunitas sosialmasyarakat di Indonesia, termasuk mahasiswa dan pelaku usaha sebagai penggerak perekonomian.
Pandemi Covid-19 memunculkan rekognisi seluruh elemen masyarakat terkait urgensi dukungan penguasaan teknologi-akibat adanya pergeseran pola interaksi yang mereduksi aktivitas dengan presensi fisik. Peningkatan risiko dan tekanan eksternal secara inheren meningkatkan kebutuhan proteksi diri, untuk itu pembelajar terpaksa mengikuti pembelajaran dengan pendekatan daring.
Di lain sisi, ancaman tidak hanya menimbulkan tantangan, tetapi memunculkan peluang baru dalam integrasi pembelajaran daring yang selama dua puluh tahun—meskipun sudah substantif—kurang memiliki daya tarik, khususnya dalam bidang pendidikan kewirausahaan (Liguori & Winkler, 2020).
Mengutip Winkler (2014), Covid-19 menyebabkan transformasi trajektori dalam waktu singkat untuk mengadaptasikan pendekatan pedagogisnya dengan kondisi kontekstual baru guna meningkatkan praktik di pusat pekerjaan kita.
Akhirnya, alat dan sumber daya baru— seperti sumber daya pembelajaran, simulasi, dan kurikulum pembelajaran berbasis daring— sebagai resolusi dari pandemi Covid-19 muncul (Liguori & Winkler, 2020) untuk menstimulasi bidang perekonomian melalui pendidikan kewirausahaan. Untuk itu, masifnya perubahan dalam keadaan ekstrim ini mampu meningkatkan urgensi penguasaan IPTEK dan implementasi kewirausahaan berwawasan teknologi.
Berangkat dari apersepsi di atas, kita memahami urgensi peranan mahasiswa dalam beradaptasi di kondisi Pandemi Covid-19 melalui kreativitas dan inovasinya. Memahami kreativitas dalam perspektif teori psikoanalitis menuntun pada pemahaman bahwa kreativitas merupakan manifestasi inovatif dari upaya merespon tantangan sebagai mekanisme pertahanan untuk mengubah keadaan psikis tidak sehat—akibat tekanan eksternal—menjadi sehat—produktivitas kreatif (Munandar, 1995: 61).
Tanpa proyeksi kekuatan konfliktual melalui kemampuan “regress in the service of ego”, pribadi tersebut akan mengalami ancaman yang membahayakan kesehatan mentalnya—sejalan dengan himpunan teori yang dicetuskan Sigmund Freud, Ernest Kris, dan Carl Jung (Turner, 1977: 62-63). Memahaminya dengan perspektif sosiologis, kreativitas lebih menekankan pada dominannya faktor eksternal—konfigurasi sistem lingkungan sosial-budaya—yang menjadi simultanitas dari penemuan-penemuan besar.
Untuk itu, mengutip Torrance (1965), kreativitas menjadi proses dari pengilhaman kesulitan, permasalahan, dan kesenjangan akan informasi, sebagai proses formulasi hipotesis untuk menguji posibilitas yang mampu menjadi resolusinya. Simpson (1982; Munandar, 1999:132) juga melihat kreativitas sebagai resultan dari tekanan eksternal kondusif yang membangkitkan inisiatif melalui dorongan internal. Merefleksikan kebudayaan “creativogenic” yang dicetuskan Silvano Arieti (1976), generasi milenial berperan penting dalam manajemen mekanisme pertahanannya—dari transisi pola kehidupan karena pandemi—dan mentransformasikannya dengan kreativitas guna mengolah informasi—menciptakan inisiatif baru dalam kerangka demokrasi berpikir yang kontributif bagi Indonesia di masa pandemi.