Media sosial adalah situs jaringan sosial berbasis web yang memungkinkan bagi setiap individu untuk  membangun  profil  dalam  sistem  publik  dan  melihat  serta  mengetahui  data  koneksi  mereka yang dibuat oleh orang lain dengan suatu sistem (Cahyono, 2016). Dalam  media  sosial juga  memungkinkan  untuk  individu  mempresentasikan  diri,  berinteraksi,  bekerja  sama,  dan berkomunikasi dengan individu lainnya.Â
Dalam hal ini dapat menjadi sebuah kegelisahan jika individu  memiliki  keinginan  untuk  mengecek  akun  media  sosialnya setiap saat  dan  tidak  bisa berhenti memantau kegiatan atau aktivitas apa saja yang dilakukan oleh individu lain di media sosial. Keadaan seperti itu merupakan salah satu bentuk dari kecanduan dalam bermedia sosial.Â
Dalam era digital sekarang ini, internet memiliki hubungan yang sangat erat dalam kehidupan sehari-hari. Individu menggunakan internet sebagai salah satu media bantu dalam mengerjakan dan menghubungkan  berbagai macam  aktivitas  yang  dapat  dilakukan  secara  efisien  dan  efektif.Â
Banyaknya akun media sosial yang seseorang miliki, akan membuat orang tersebut lebih tahu banyak mengenai informasi terbaru (up to date) dengan pesat daripada situs yang lain. Semakin banyak media sosial yang seseorang miliki maka  semakin banyak pula waktu yang dihabiskan untuk mengaksesnya.Â
Keinginan seseorang dalam mendapatkan berita yang up to date akan memberikan pengaruh yang kurang baik, terlebih ketika dilakukan dengan tidak memperhatikan kondisi sekitar. Pada data yang didapatkan oleh peneliti, menemukan bahwa beberapa responden akan merasa disisihkan ketika ada salah satu temannya mengoperasikan gadget ketika teman yang lainnya sedang bercengkrama.Â
Menurut Chaudhry (2015) ketika menggunakan gedget dengan berlebihan tanpa disertai oleh adanya kontrol diri dan dilakukan saat sedang berkomunikasi di dunia nonvirtual akan menimbulkan dampak yang tidak baik yaitu dapat menyebabkan terputusnya hubungan sosial. Ini dikarenakan munculnya perasaan gelisah pada individu ketika menganggap pengalaman berharga orang lain lebih daripengalaman yang dimilikinya dan individu tersebut tidak terlibat dalam kegiatan itu atau yang diartikan sebagai Fear of Missing Out (FoMO).Â
Sedangkan menurut JWT Intelligence (2012) Fear of Missing Out (FoMO) ialah perasaan takut yang dialami individu ketika menyadari orang lain mungkin sedang melakukan kegiatan atau peristiwa yang menyenangkan, akan tetapi individu yang merasakan ketakutan itu tidak ikut serta dalam kegiataan tersebut.
Salah satu faktor dari FoMO yaitu begitu banyaknya stimulus yang ada untuk mendapatkan informasi, hal ini akan membuat individu selalu ingin tahu akan perkembangan informasi yang ada setiap saat, stimulus dalam mendapatkan informasi yaitu salah satunya media sosial, dan ini akan berdampak negatif apabila individu terkhususnya remaja yang tidak memiliki kontrol diri atau belum memiliki kemampuan untuk dapat mengatur waktu serta membatasi informasi yang diperoleh melalui media sosial.Â
Meski sering dipandang negatif, Fear of Missing Out sebetulnya merupakan hal yang normal adanya, karena sebagai manusia yang merupakan makhluk sosial, kita tentu akan melakukan apapun seperti mencari informasi yang terbaru dari berbagai sumber terutama media sosial, yang diharapkan dapat memudahkan kita dalam bersosialisasi dalam lingkungan sosial.Â
Adanya istilah FoMO sendiri secara tidak langsung yang membuat kita memandang hal tersebut sebagai fenomena yang berdampak negatif pada kehidupan. Hal yang mungkin membuat FoMO menjadi hal yang negatif adalah ketika seseorang yang secara tidak langsung kehilangan kontrol diri saat menghadapi fenomena FoMO ini, sehingga membuat hal tersebut dipandang hal yang negatif.
Kontrol diri merupakan keahlian yang dimiliki individu dalam mengarahkan, mengatur serta membimbing tingkah lakunya, dan mampu mengambil kendali dari pada keinginan diri yang kurang sesuai dengan norma serta nilai yang berlaku (Puspitadesi, dkk 2013). Sedangkan menurut Averill (Puspitadesi, dkk 2013) kontrol diri digambarkan sebagai kendali diri individu dalam mengatasi keluhan negatif, sehingga dapat menjadikan keadaan menjadi lebih baik. Gottfredson dan Hirchi (Shohibullana, 2014) juga mengungkapkan kontrol diri ialah keahlian yang dimiliki seseorang untuk mengendalikan Tindakan yang berulang dan mengikuti emosi sesaat. Shohibullana (2014) menyebutkan bahwa kemampuan mengontrol diri ini akan terus berkembang seiring bertambahnya usia. Goldfried, dkk (Aini, dkk 2011) menjelaskan bahwa kontrol diri ialah kemampuan untuk mengatur, membimbing, menata dan mengarahkan pada konsekuensi positif. Selain itu, kontrol diri adalah sifat dari kepribadian individu yang antara individu satu dengan yang lainnya tidaklah sama.