II.1. Â Â Latar Belakang FenomenaÂ
Belum lama ini sosial media dihebohkan dengan fenomena dan lelucon tentang 'Anak Jaksel' dimana para pemuda-pemudi dari kota Jakarta Selatan memiliki gaya berbicara dan gaya hidup yang khas. Hal paling khas dari Anak Jaksel ini sendiri adalah dari gaya berbahasa dan berbicara mereka yang menggunakan campuran antara bahasa inggris dan bahasa indonesia.Â
Penggunaan campuran bahasa ini tidak dalam berbentuk kalimat per kalimat, melainkan selipan kata seperti pada kerja maupun kata sifat. Pada awalnya, kata 'Which is' dan 'Literally' yang populer, kemudian hal berubah menjadi penggunaan istilah berbahasa inggris yang kadang substansinya berlebihan dari maskudnya di tengah kalimat ketika berbicara.
Berikut contoh dari bahasa Jaksel ini antara lain 'Duh, capek banget nih kuliah di toxic environtment1. Setiap hari rasanya anxiety2. gue mau healing3 dulu deh akhir bulan ke Bali,'
- Toxic environment yang dimaksud disini adalah lingkungan yang tidak sehat, bisa dalam bentuk rekan kerja yang tidak professional, perundungan, atau ketidakadilan. Namun pada gaya bahasa Jaksel hal ini menandakan bahwa mereka hanya bekerja dengan cukup padat dan hektik.
- Anxiety pada dasarnya merupakan gangguan kecemasan berlebihan, yang biasanya menganggu fungsi psikologis sehari-hari. Namun pada gaya bahasa Jaksel, biasanya hal ini menandakan bahwa mereka merasa lelah dan stress, bukan diagnosa gangguan kecemasan sesungguhnya.
- Healing pada dasarnya merupakan proses penyembuhan secara psikologis ketika seseorang mengalami trauma atau masalah psikologis lainnya yang pernah dialami. namun pada gaya bahasa jaksel, biasanya hal ini menandakan bahwa mereka akan melakukan refreshing atau liburan untuk melepas rasa penat, bukan rangkaian penyembuhan psikoterapi.
Pada dasarnya, pola bahasa dan penyusunan dari fenomena anak jaksel ini adalah mereka menyelipkan bahasa inggris dengan subtansi yang lebih berat dari maksud aslinya. Bahasa ini di label / di cap dilakukan hanya oleh mereka yang tinggal di jakarta selatan, yang menjadi bagian dari populasi muda up to date dengan kelas ekonomi atas. Di luar itu, tidak ada yang berbicara seperti anak Jaksel. Fenomena ini pun dibahas dalam berbagai media, salah satunya adalah The Jakarta Post.
Pencampuran bahasa sering dilakukan, terutama oleh mereka yang tinggal di lokasi dimana bahasa daerah lebih sering digunakan oleh bahasa nasional. Namun, kenapa anak Jaksel mencampurnya dengan bahasa inggris, mengingat hal ini bukan merupakan bagian dari kebudayaan asli Indonesia. Selain itu, mengapa hal ini hanya diasosiasikan dengan mereka yang tinggal di Jakarta Selatan ?
Â
II.2. Â Â Analisa Fenomena
Pada dasarnya, terutama di indonesia, penggunaan bahasa inggris serta kelancaran berbahasa inggris sering diasosiasikan dengan kelas sosial ekonomi.Â
Mereka yang memiliki kemampuan berbahasa inggris yang baik biasanya memiliki latar belakang perekonomian yang baik. Keterkaitannya disini adalah, karena institusi pendidikan yang memiliki kurikulum serta sumber daya untuk memberikan pembelajaran berbahasa inggris yang baik umumnya merupakan insitutusi dengan biaya yang cukup tinggi, maka orang-orang yang yang mampu memperoleh akses pendidikan bahasa inggris yang berkualitas adalah mereka dengan kelas menengah keatas. Dalam konteks ini, mereka umumnya menempuh pendidikan di sekolah / institusi pendidikan internasional.
Daerah Jakarta Selatan umumnya di tempati oleh mereka yang memiliki latar belakang ekonomi atas karena faktor harga properti yang tinggi. Maka dari itu banyak penduduknya yang memiliki kemampuan bahasa inggris yang mumpuni, termasuk anak muda-nya (remaja hingga dewasa awal) yang merupakan highlight dari fenomena ini. Karena mereka memiliki kemampuan bahasa inggris yang baik, mereka pun memiliki kemudahan dalam mengakses dan mempelajari budaya lain, terutama budaya barat. Â