Mohon tunggu...
Mahameru Nugraha
Mahameru Nugraha Mohon Tunggu... -

Hanya seorang penulis biasa, dengan alam dan keadaan sebagai bahan inspirasi. Itulah aku, Mahameru.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aku Wanita dan Kamu Laki-Laki

22 Juli 2010   19:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:40 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Malam ini Kairo sedikit sayu dengan taburan bintang yang tak seindah kemarin, dua hari lalu, atau bahkan seminggu yang lalu. Aku beruntung bisa tinggal di sebuah tanah humus, yang terbentuk dari pasir panas dan air ini. Pernah sesekalinya kulihat beberapa panorama indah, menggelayuti kota ini. Walau tidak seberapa indah di mata yang lain, bagiku itu sudah menutupi panasnya udara yang hampir mendekati angka 40.

Entah mengapa malam ini aku merasa begitu bosan. Tidak sedikit kata ‘penat’ bersendi dalam otak yang hanya sebesar kepalan tangan ini. Mulai kuraih sebuah tas dari sudut lemari kayu, dan mencoba mencari ketenangan dalam rinyuhnya kumpulan hantu-hantu kota. Langkah kecil yang meyakinkan ini mengarah menuju sebuah peradaban kuno. Hamparan cahaya seolah menebar membentuk bukit. Ya, bukit cahaya. Hanya itu yang bisa kuungkapkan, ketika kaki ini melangkah menuju sebuah café kecil. Sedikit kurebahkan tubuh yang terasa hambar.

Wahid syay wa wahdah tuffah, law samaht.” Kataku kepada seorang pelayan.

Bergegas kuambil sebuah kamera kecil, dan mencoba mengambil sebuah panorama indah tepat di hadapanku. Tidak merasa puas dengan hasil yang diambil, aku mencoba fokus dari sudut yang lain. Kali ini kurasa sudah tepat. Seorang wanita setengah baya dengan background bukit cahaya. Sungguh indah.

“Apa yang lebih indah dari secangkir teh hangat, sebuah Syisya, dan panorama Nil?” Aku bersuara pelan.

“Wanita.” Jawab seorang wanita, yang aku sendiri tidak tahu siapa dia.

Menatap dengan senyuman kecil dia sampaikan, disambut setelahnya kepulan asap rokok. Aku mati langkah. Mencoba membalas senyuman kecilnya, namun tidak bisa. Rasanya kaku untuk mempercayai. Wanita itu berpakaian ketat berwarna kuning dan hijau. Kerudungnya membundal lucu, mengitari lingkar kepala yang kecil. Masih kaku dengan jenis wanita seperti itu, aku mencoba mengalihkan perhatianku ke arah hotel yang letaknya berada di tepian Nil. Masa bodoh dengan wanita yang tidak jelas asalnya. Tapi, entah mengapa mata ini malah berbalik arah. Aku menatapnya dengan tatapan kosong. Kuperhatikan dia lebih tajam, dia membalas dengan senyuman kecil, lalu membuang puntung rokok dan kembali menatapku.

“Kenapa? Ada yang aneh?” Tanyanya mengisi tatapan kosongku.

“Ti..tidak, tidak apa-apa. Ma’aleisy.”

Dengan segera kulangkahkan kaki ini menuju kasir, dan kemudian berjalan keluar café. Tanpa menghiraukan wanita itu. Di sudut jembatan kulihat segerombolan orang berkumpul. Aku berlari cepat, ingin tahu apa yang terjadi disana. Sesampainya, kucoba meraih jalan dari kumpulan yang sesak. Ternyata, hanya tukang sulap jalanan yang asyik beratraksi dengan gaya sulapnya. Aku sedikit terhibur dengannya. Setidaknya, aku sudah benar-benar jauh dari wanita asing itu.

Aku bersorak ria, ketika beberapa burung merpati keluar dari sebuah kaleng yang kosong. Dua burung merpati berwarna putih terbang mengitari jembatan tua. Begitu romantis. Tidak kalah dengan semua itu, kuambil kameraku dan mencoba mengarahkan tepat ke arah dua burung merpati. Fokusku tepat, dua burung itu terambil kamera, kemudian kulangkahkan kaki ini kembali menuju tempat awal. Dimana aku bisa dengan jelas, menatap keindahan secara natural. Tanpa rekayasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun