Mohon tunggu...
Mahaji Noesa
Mahaji Noesa Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah tergabung dalam news room sejumlah penerbitan media di kota Makassar

DEMOs. Rakyat yang bebas dan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Money

Serupa Tapi Tak Sama, Ngeriii……..

12 November 2011   05:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:46 888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Selain korupsi, kejahatan pemalsuan produk disebut-sebut banyak orang sebagai salah satu cara cepat untuk mengumpul uang di Indonesia. Alasannya, pengawasan masih longgar ditunjang konsumen di negeri yang berpenduduk lebih dari 240 juta jiwa ini umumnya masih belum cerdas untuk dapat menditeksi suatu produk apakah ‘Asli atau Palsu.’

[caption id="attachment_141760" align="alignright" width="384" caption="Ilustrasi serupa tapi tak sama/kufoto.com/google"][/caption]

Pengumuman dan peringatan terbuka yang masih sering dilakukan sejumlah produsen atau pemegang lisensi/merek melalui suratkabar-suratkabar atas adanya pemalsuan produk mereka di pasaran, mengindikasikan lemahnya pengawasan. Sekaligus secara tersirat sebenarnya mengabarkan kepada khalayak jika pasar Indonesia jadi lahan empuk bersemainya peredaran produk-produk palsu.

Gelagat para pemalsu produk di Indonesia pun dapat diketahui, dengan melihat adanya pengumuman ataupun peringatan pemalsuan produk yang umumnya dilakukan oleh produsen beken. Bahwa para pemalsu dipastikan juga akan bermain memalsukan produk-produk yang laris manis buatan produsen-produsen kecil.

Pengalaman terlihat selama ini di Indonesia, umumnya temuan produk palsu meniru produk yang telahg laris-manis di pasaran umum. Dengan cara begitu, minimal produsen produk palsu sudah mendapat keuntungan dengan tidak perlu lagi mengeluarkan biaya promosi, lantaran sudah dilakukan sebelumnya oleh produsen produk yang ditiru.

Umumnya produk palsu dibuat menggunakan komponen atau komposisi produk yang kurang atau berkualitas rendah. Dengan demikian, keuntungan tak sedikit akan diperolah para produsen produk palsu dari modal produksi yang kecil dibanding modal pembuatan untuk produk asli, tapi di pasaran dijual dengan harga yang sama dengan harga produk asli.

Suatu kali saya menemani seorang rekan untuk membeli sebuah orderdil mobil di Kota Makassar. Penjual yang merupakan sahabat kental dari rekan tersebut kemudian meletakkan dua kotak onderdil yang dibutuhkan.

Sang penjual lalu meminta untuk memilih salah satu dari kedua kotak onderdil yang ukuran kemasan, warna dan desain terlihat sama. Ketika rekan itu memilih salah satunya, sang penjual lalu menyebut harganyaRp 40.000. Sedangkan jika memilih kotak onderdil yang satu, harganya Rp 120.000. Ketika kedua isi kotak onderdil tersebut dibuka keduanya tampak sama satu dengan lainnya.

Menurut sang panjual, kedua kotak onderdil yang disodorkan,  tampak serupa tapi tak sama. Satu barang tiruan dan satunya produk asli. Untuk mengetahui mana asli dan bukan, si penjual lalu menunjukkan tulisan merek dari kedua kemasan onderdil yang terlihat tak ada perbedaan tersebut. Namun jika diperhatikan secara teliti, kemasan onderdil tiruan merek yang tertulis di kemasannya- - - OI - - - Sedangan yang asli tertulis - - - IO - - -

‘’Di daerah-daerah, kebanyakan onderdil tiruan itu yang dijual dengan harga asli Rp 100.000 sampai Rp 120.000 sebiji,’’ katanya

Hal sama pernah diungkapkan seorang ibu terhadap sebuah produk sabun kecantikan yang laris manis di pasaran. Dia memperlihatkan dua kotak sabun yang sama persis kemasannya, disain dan mereknya. Tapi keduanya berbeda harga, karena yang satu disebut tiruan dan yang satu produk asli. Bedanya hanya terbaca dari tulisan kecil yang menunjukkan nama negara asing disebut asli seharga Rp 7.000 per bungkus. Sedangkan yang tak miliki tulisan kecil seperti itu di kemasannya dikatakan palsu dengan harga jual di pasaran Rp 3.000 per bungkus.

Modus pemalsuan dan pemasaran produk seperti itu jelas akan sangat menguntungkan para pembuat atau produsen produk palsu, tapi amat merugikan konsumen dimana produk palsu tersebut dipasarkan. Bahkan, suatu tindakan kejahatan yang mengerikan apabila pemasluan tersebut dilakukan terhadap produk-produk yang dikonsumsi, seperti obat-obatan, makanan/minuman olahan untuk bayi, remaja maupun dewasa yang kini ratusan ribu jenis atau merek beredar di pasaran Indonesia.

Sebenarnya, sudah cukup berlapis aturan disertai ancaman sanksi yang berat terhadap perbuatan para pihak yang berkaitan dengan tindakan peniruan, pemalsuaan maupun pemasaran merek dagang atau produk palsu di Indonesia. Seperti telah diatur melalui Undang-undang tentang Hak Cipta, Undang-undang tentang Merek, Undang-undang tentang Hak Paten, dan Undang-undang tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).

Menyangkut tindakan pemalsuan produk/merek dagang misalnya, diatur dalam Undang-undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek (Pasal 90), diancam sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda Rp 1 miliar.

Bahkan melalui Undang-undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Lihat: Pasal 2 ayat (1), Pasal 45 ayat (2), dan Pasal 72 ayat 1) ada diatur bahwa para pihak yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan, mengedarkan, memasarkan produk-produk palsu/milik orang lain diancam pidana penjara paling lama 7 tahun atau denda Rp 5 miliar

Namun, lemahnya pengawasan terhadap pelaksanaan dan penegakan perundang-undangan tentang pembuatan dan pemasaran produk palsu di lapangan, membuat Indonesia kini masih saja merupakan pasar empuk bagi pengedaran produk-produk palsu serta produk tak berkualitas apakah itu berasal dari luar negeri atau produk dari dalam negeri sendiri.

Kelemahan seperti itu terlihat juga masih ditunjang oleh kondisi konsumen di Indonesia yang sampai saat ini sebagian besar tergolong ‘Belum Cerdas’. Kemajuan pembuatan teknologi kemasan saat ini, masih dapat mengelabui banyak konsumen menerima produk palsu sebagai produk asli.

Selain masih minim dengan info produk, juga sebagian besar konsumen di Indonesia belum memahami benar akan hak-haknya yang dilindungi oleh pelbagai aturan perundangan atas tindakan merugikan dilakukan para pemalsu atau produsen nakal.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), sebagai Ornop nirlaba yang didirikan sejak tahun 1973, sampai sekarang terlihat masih kurang bereaksi terhadap kehadiran produk-produk palsu atau produk tidak berkualitas di pasaran Indonesia.

Pemberitahuan maupun peringatan-peringatan ditemukannya indikasi atau peredaran produk yang dipalsukan di pasaran dari para produsen atau pemegang lisensi produk/merek yang beredar di Indonesia, seperti telah sering dilakukan berupa iklan terbuka di suratkabar-suratkabar, masih tampak jarang ditanggapi.

Padahal idealnya, untuk meningkatkan kesadaran kritis konsumen tentang hak dan tanggung jawabnya sehingga dapat melindungi dirinya sendiri dan lingkungannya harus ada badan atau lembaga yang proaktif memonitor, mencari tahu, kemudian mengupayakan dilakukan proses hukum terhadap para pembuat atau pengedar produk-produk palsu tersebut. Tidak membiarkan kasus-kasus yang diresahkan para produsen sekaligus menipu serta merugikan konsumen berlalu begitu saja, atau dilakukan penyelesaiaan oleh produsen pemalsu merek hanya dengan model menyampaikan maaf melalui iklan di suratkabar seperti sudah seringkali dilakukan di Indonesia selama ini.

Pembiaran kasus-kasus seperti itu, bukan tidak mungkin akan dimanfaatkan oleh produsen-produsen nakal. Maksudnya, setelah mereka membuat dan mengedarkan puluhan ribu produk yang memang berkualitas dan menjadi laris-manis. Produsen itu sendiri kemudian membuat produk-produk palsu yang jumlahnya lebih banyak dalam rangka meraup keuntungan besar. Dan, ketika konsumen mulai tersadar dengan tipuan produk ‘asli tapi palsu’, produsen yang bersangkutan lalu mencuci-tangan dengan menyatakan ada pihak yang memalsukan produk mereka. Bebas tak terjerat hukum melalui taktik ‘Maling teriak Maling’ lantaran situasi dan kondisi yang memungkinkan

Hal seperti itu bukan tidak mungkin tidak terjadi dalam kondisi upaya penegakan aturan perundangan serta perlindungan terhadap konsumen yang masih terasa begitu lemah di Indonesia.

Pemasaran produk palsu yang tak terkendali, bisa jadi merupakan bagian dari kejahatan yang mengerikan. Merajalelanya pemalsuan produk selain akan menguras keuangan masyarakat konsumen, dampaknya pasti sangat berbahaya bagi keseluruhan kehidupan bangsa kita.

Pemberitahuan dan Peringatan dari PT. Cahaya Buana Intitama (Harian Kompas, 11/11/2011, Iklan di Hal. 47), merupakan sinyal masih ganasnya upaya pemalsuan produk di Indonesia. Motif dan karakter produk yang sudah terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM saja berani ditiru atau dipalsukan, serta dipasarkan di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun