Langkah Bupati Bantaeng H.Nurdin Abdullah mengembangkan budidaya rumput laut dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan tingkat kesejahteraan khususnya terhadap penduduk pesisir pantai di daerahnya, dinilai oleh Arman Arfah merupakan pilihan paling tepat.
Pemkab Bantaeng saat ini sedang mengembangkan budidaya rumput laut sepanjang sekitar 21 km wilayah pesisir pantainya. Investor dari Rusia pun sudah bersedia untuk membangun pabrik pengolahan rumput laut di Bantaeng
Menurut Ketua Assosiasi Petani dan Pengelola Rumput Laut Indonesia (ASPPERLI) Provinsi Sulawesi Selatan, Arman Arfah, jika Indonesia ingin cepat meraih serapan sebanyak 3 juta tenaga kerja sebagaimana sasaran MDGs dapat dilakukan melalui pengembangan usaha pembudidayaan rumput laut.
Alasannya, potensi pesisir pantai sebagai lahan budidaya masih terbuka luas di Indonesia. Lagi pula pengembangan usaha budidaya rumput laut dapat dilakukan dengan cepat, lantaran tidak padat modal tapi bersifat padat karya sehingga memungkinkan penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi.
Apalagi, jelas Arman, usaha budidaya ini sangat menjanjikan dari segi pendapatan maupun prospek usaha berkelanjutan ke depan. Dari pengalaman petani rumput laut di Provinsi Sulsel dapat menghasilkan antara 1,5 sampai 2,5 ton per ha. Masa panen sekali dalam dua bulan. Setahun bisa 5 hingga 6 kali panen. Harga jual di tingkat petani saat ini berfluktuasi antara Rp 8.000 hingga Rp 11.000 per kg.
Dengan hitungan 1 ha jika dirata-ratakan hanya menghasilkan 1,5 ton atau 1.500 kg dengan harga jual juga diratakan Rp 10.000 per kg. Maka dalam setiap dua bulan petani rumput laut dapat memperoleh penghasilan kotor sekitar Rp 15 juta.Penghasilan dalam setahun jika dihitung hanya 5 kali panen, pendapatan kotor bisa mencapai Rp 70 juta.
''Usaha budidaya rumput laut modal produksinya rata-rata hanya sekitar 40 persen dari total nilai produksi. Artinya, saat sekarang petani rumput laut dapat memperoleh pengahsilan bersih dari setiap hektar setahun antara Rp 30 juta hingga Rp 40 juta. Penghasilan bersih itu tentu akan lebih tinggi lagi jika dapat mencapai hasil rata-rata 2 hingga 2,5 ton per hektar,'' papar Arman Arfah.
Menyangkut pemasaran hasil, menurutnya, tidak sulit bahkan terbuka luas. Pengembangan budidaya komoditi rumput laut ke depan, disebutkan, justru makin prospektif seiring dengan kian tingginya tingkat kesadaran masyarakat dunia untuk mengonsumsi makanan higenis dan sehat. Salah satunya, makanan berbahan baku dari rumput laut.
Karena itulah, Arman mengistilahkan potensi komoditi rumput laut merupakan 'emas hijau' - Gold Green yang perlu mendapat perhatian pemerintah. Terutama menyangkut kelembagaan usaha bagi petani rumput laut serta penanganan pascapanen untuk mencapai hasil yang lebih berklualitas.
Hasil rumput laut dari Provinsi Sulsel saat ini mencapai 60.000 ton setiap tahun. Hasil itu menunjukkan Provinsi Sulsel merupakan salah satu basis terbesar penghasil rumput laut di Indonesia. Pasalnya, total hasil rumput laut Indonesia saat ini baru mencapai sekitar 160.000 ton setahun. Potensi pengembangan budidaya rumput laut Sulsel saat ini baru sekitar tak lebih 1 mil dari garis pantai.
''Padahal, rumput laut juga dapat dikembangkan di laut dalam, sampai 10 mil dari garis pantai seperti yang sudah dilakukan di Filipina,'' kata Arman.
Itulah sebabnya, asosiasi rumput laut yang dipimpinnya tahun ini berencana akan menggelar kembali Temu Pengusaha Rumput Laut Dunia di Provinsi Sulsel pada 11 Nopember 2011. Pertemuan pengusaha rumput laut dunia tersebut merupakan yang kedua kalinya dilakukan setelah yang pertama tahun 2008 diikuti sekitar 20 negara penghasil rumput laut.
Hanya saja, menurut Arman, Temu Usaha Rumput Laut Dunia di Sulsel tahun 2011 ini direncanakan akan dirangkaikan dengan pelaksanaan Festival Budaya Pesisir. ''Kita berharap melalui event ini dapat mendekatkan pengusaha rumput laut dunia ke Sulsel yang merupakan basis penghasil rumput laut di Indoensia. Sekaligus untuk membantu menyukseskan program Pemprov Sulsel menuju 'Go Green' dengan konsep penghijauan pantai serta promosi tahun Kunjungan Wisata ke Susel.
Seniman dan budayawan Sulsel, H.A.M. Mochtar pun menyahuti rencana kolaborasi acara Temu Pengusaha Rumput Laut Dunia dengan Festival Budaya Pesisir Sulsel 2001 tersebut. ''Di Cina, ratusan tahun lalu Tao mengatakan untuk mempelajari kearifan hidup dianjurkan ke gunung, sedangkan untuk mendapatkan kesejahteraan menuju laut. Di Sulsel, sejak masanya Sawerigading sudah memilih pelayaran melalui Pantai Teluk Bone yang kini menjadi tempat pengembangan budidaya rumput laut. Sungguh suatu yang menarik, mengemas upaya peningkatan kesejahteraan petani pesisir dengan menyelenggarakan acara menapak tilas perjalanan orang Sulsel tempo dulu sebagai bangsa pelaut,'' katanya.
Pimpinan Kelompok Musik Pakarena Jazz Makassar ini pun berharap, acara yang direncanakan akan diikuti wakil-wakil pengusaha dari sekitar 40 negara penghasil rumput laut dapat menggugah kesadaran semua pihak termasuk pemerintah untuk segera membantu usaha petani rumput laut dalam posisinya sekarang ini agar tidak dijerat permainan tengkulak yang akan menjadikan petani hanya menikmati hasil sebagai buruh.
''Selain pihak Departemen Kelautan dan Perikanan, pihak Departemen Koperasi harus juga segera menguatkan kelembagaan ekonomi usaha petani rumput laut agar bisa menikmati keuntungan murni dari hasil usaha mereka,'' saran H.A.M.Mochtar yang juga adalah pengusaha.
Seniman dan Budayawan Sulsel, H.Udhin Palisuri pun sudah menyatakan siap membantu untuk mengemas acara Festival Budaya Pesisir Sulsel 2011 yang dikolaborasi dengan Temu Usaha Rumput Laut Dunia tersebut.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H